Mubadalah.id – Ungkapan singkat “separuh akal dan agama bagi perempuan,” sekalipun populer, bukan datang dari Nabi Muhammad Saw., tetapi dari para ulama yang tidak tepat memahami teks Hadis. Sayangnya, ungkapan singkat ini menjadi dasar untuk memutuskan apa pun terkait dengan peran perempuan.
Seperti hukum melarang perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki, larangan perempuan untuk berpolitik, menjadi pejabat negara, menjadi hakim, atau bahkan menjadi saksi dalam berbagai hal, termasuk pernikahan.
Dalam fikih, detail dari hukum-hukum ini terjadi perbedaan dan perdebatan. Tidak mutlak dan tidak bulat. Ungkapan di atas merujuk kepada hadis berikut:
Dari Abu Said al-Khudriy r.a., berkata: Rasulullah Saw. keluar pada Hari Raya Iduladha atau Idulfitri masuk ke masjid, lalu bertemu para perempuan. Nabi Saw. berkata kepada mereka: “Aku tidak melihat perempuan-perempuan (yang dianggap) kurang akal dan kurang agama, yang sanggup mengalahkan akal seorang laki-laki tangguh dan kokoh pendirian, (kecuali) ia ada salah satu di antara kalian.”
Para perempuan bertanya: “Apa (yang membuat kami dianggap) kurang akal dan kurang agama, wahai Rasulullah?”. Nabi Saw. menjawab: “Bukankah kesaksian kamu separuh dari laki-laki”. “Ya”, jawab mereka. “Itulah (yang mereka maksud) kurang akal. Bukankah ketika haid tidak shalat dan tidak puasa?”. “Ya”, jawab mereka. “Itulah (yang dimaksud) kurang agama”. (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Haidh, no. 305).
Jadi, teks Hadis, “Aku tidak melihat perempuan-perempuan (yang mereka anggap) kurang akal dan kurang agama, yang sanggup mengalahkan akal seorang laki-laki tangguh dan kokoh pendirian, (kecuali) ia ada salah satu di antara kalian,” Nabi Saw. ucapkan kepada sekelompok perempuan pada saat Hari Raya, saat orang-orang Islam sedang bersuka cita.
Ini adalah suasana akrab dan senda gurau, Nabi Saw. ingin memulai pembicaraan untuk menyampaikan pesan tertentu kepada para perempuan.
Makna Simbolik dan Senda Gurau yang Apresiatif
Terkait teks Hadis di atas, dalam pandangan guru Penulis, Syekh Ramadan al-Buthy dan Syekh Abd al-Halim Abu Syuqqah. Nabi Saw justru sedang memuji, atau setidaknya sedang bersenda gurau, dengan para perempuan. Karena teks utuhnya bisa kita artikan kira-kira seperti ini:
“Saya kagum dengan para perempuan ini, (dianggap) hanya punya separuh akal dan agama. Tetapi sanggup mengalahkan laki-laki yang paling pintar dan teguh pendirian sekalipun.”
Ini tentu saja bukan pernyataan hukum atau penetapan norma, tetapi suatu metode komunikasi antara Nabi Saw. dengan para sahabat perempuan. Bagaimana Nabi Saw. memulai pembicaraan dengan memuji atau senda gurau agar bisa masuk dalam substansi pesan yang ingin Nabi sampaikan kepada para pendengar.
Pesan itu, jika dibaca lebih utuh lagi, adalah tentang sedekah yang diharapkan dilakukan para perempuan. Baik sedekah kepada masyarakat umum maupun kepada keluarga sendiri. []