• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Memupuk Harmoni Agama: Keberagaman di Bali

Di tengah masyarakat Bali yang mayoritas Hindu ada beberapa masyarakatnya yang beragama Islam dan masih tetap eksis hingga kini

Rifa Anis Fauziah Rifa Anis Fauziah
01/04/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Harmoni Agama

Harmoni Agama

833
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika kita mendengar kata ‘Bali’ pasti yang terlintas dari pikiran yang mendengarnya adalah sebuah pulau, yang memiliki banyak pantai yang sangat indah. Selain terkenal dengan pantainya yang indah, Bali juga terkenal dengan adat istiadatnya yang masih kental. Serta kebudayaan dan keseniannya yang sudah mendunia. Walaupun zaman berkembang pesat dan semakin modern, Bali tidak melupakan adat istiadat yang ada. Tentu ada nilai moderasi beragama dan haromoni agama atau toleransi. 

Harmoni Agama

Mayoritas penduduk Bali menganut agama Hindu. Nuansa Hindu terasa sangat kental di Bali. Namun, di balik kentalnya agama Hindu, terdapat pula umat Muslim yang telah ada sejak zaman kerajaan dahulu dan tetap eksis hingga saat ini. Salah satu buktinya adalah Pesantren Al-Qur’an Raudlotul Huffadz yang saya kunjungi ketika Kuliah Kerja Lapangan. 

Dalam panorama keberagaman agama yang ada di Indonesia pencarian untuk memupuk harmoni antar umat beragama dan moderasi beragama tentu sangat penting. Di tengah-tengah dinamika globalisasi, pesantren muncul sebagai pusat penting dalam membangun pemahaman yang inklusif dan toleran terhadap agama, sementara juga mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama. 

Di tengah masyarakat Bali yang mayoritas Hindu ada beberapa masyarakatnya yang beragama Islam dan masih tetap eksis hingga kini. Tentu menjadi sebuah hal yang menarik bagaimana sebuah kaum minoritas dapat tetap eksis di kaum mayoritas yang sangat kental dengan adat istiadatnya.  Apa saja tantangan yang dihadapi kaum Muslim di sana dan bagaimana hubungan mereka dengan masyarakat non-Muslim di sekitarnya?

Kisah Insipratif Pesantren Al-Qur’an Raudlotul Huffadz

Seorang Gus Pesantren Al-Qur’an Raudlotul Huffadz yang akrab dengan sebutan Gus Ainun Ni’am, menjelaskan pada kami dalam menjalankan dakwah keislaman di Bali itu Berat.  Karena tidak mudah dalam menyamakan sebuah frekuensi. Tentu dengan bedanya agama, akan beda juga cara berpandang dan cara berpikir. Dan tidak mudah untuk menerima cara pandang yang berbeda itu. 

Baca Juga:

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Berbagai  cara yang harus kita lakukan agar diterima oleh masyarakat sekitar, salah satunya dengan pendekatan budaya. Contohnya, ketika ada warga non-Islam yang mengundang pesantren tersebut dalam acara Tedak Siten (peringatan anak yang bisa jalan), pesantren tersebut menghadiri undangannya.

Beliau menekankan bahwa agar kita bisa di terima di Bali tidak bisa kita menggunakan pendekatan agama. Sudah pasti jika kita menggunakan pendekatan tersebut akan ditolak . Karena kita sadar atau tidak bahwa kita fanatik dengan agama kita sendiri, sehingga tidak aneh kita menganggap bahwa agama kita adalah agama yang paling benar. Dengan itu sulit untuk menerima agama yang lain. 

Masyarakat Bali menilai bahwa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyyah adalah sebuah organisasi yang kurang netral yang mana mereka memiliki kepentingannya sendiri. Masyarakat Bali lebih dekat dengan NU dibandingkan dengan kedua organisasi tersebut. 

NU dianggap sebagai organisasi moderat yang diperkenalkan oleh KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Bahkan, mereka menganggap Gus Dur sebagai dewa dan membuktikannya dengan pembuatan patungnya. Masyarakat Bali menyadari  Islam yang diperkenalkan Gus Dur  Islam yang sangat dekat dengan mereka.

Tantangan Memeluk Islam di Bali

Pesantren Al-Qur’an Raudlotul Huffadz merasa aman  di Bali. Justru yang mengganggu adalah dari golongan Islam sendiri. Mengapa demikian karena terkadang yang dekat dengan kitalah yang mengetahui celah dan kekurangan kita sendiri. Generasi-generasi di Bali melestarikan budayanya, sehingga Bali menjadi besar.

Pesantren Al-Qur’an Raudlotul Huffadz melestarikan salah satu budaya lama dalam penamaan kegiatan pondok. Mereka menggunakan kata “Semaan” dan “Derasan”. Kata “Semaan” artinya hafalan dan didengarkan oleh teman-teman, dan “Derasan” artinya menambah hafalan. Saat ini, banyak pondok tahfidz Al-Qur’an yang tidak menggunakan kata tersebut dan menggantinya dengan “Tasmi'” untuk “Semaan” dan “Ziyadah” untuk “Derasan”.

Hal ini memang hanyalah sebuah perbedaan dalam penyebutan saja. Namun di pondok ini adalah suatu bentuk bagaimana kita masih menggunakan tradisi terdahulu guna agar tetap menjaga kelestariannya.

Harmoni dan Moderasi Beragama yang ada di Bali

Ketika mengunjungi daerah Tabanan yang daerahnya di dominasi oleh pantai namun hawanya tidak se-gersang dengan daerah-daerah tepi pantai lainnya. Banyak sekali pohon-pohon besar yang dijaga dan melestarikannya. Karena masyarakat bali memiliki keyakinan bahwa jika kita menebang pohon sama saja kita membunuh makhluk hidup. Sebagaimana yang kita sadari,  pohon itu seiring berjalannya waktu akan terus tumbuh dan berkembang yang demikian berarti pohon itu adalah suatu makhluk hidup. 

Salah satu bentuk harmoni agama masyarakat Bali yang menganut kepercayaan yang kental,  dan keyakinan namun bisa hidup berdampingan dengan yang berbeda. Baik kepercayaan dan keyakinan. Terlihat dengan adanya Kompleks Puja Mandala yang mana adalah salah satu kompleks peribadatan.

Dalam satu kompleks itu memiliki lima tempat ibadah yang berdiri berdampingan, dan menyediakan suasana penerimaan kelompok mayoritas terhadap minoritas dan terjalin toleransi. Lima tempat ibadah yang ada di Puja Mandala terdiri dari; Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua, dan Pura Jagatnatha.

Adapun dalam toleransi setiap individu memiliki kebebasan untuk mengamalkan agama tanpa di salah gunakan. Hal ini menciptakan lingkungan yang inklusif, dan menghormati perbedaan. Serta mendorong kerjasama antar umat beragama dalam membangu masyarakat yang harmonis dan berkelanjutan. Prinsip-prinsip harmoni agama dapat berupa kesadaraan dan persamaaan nilai-nilai kemanusiaaan di antara semua pemeluk agama. []

 

 

Tags: agamaBaliHarmoni AgamaIndonesiaislamkeberagamantoleransi
Rifa Anis Fauziah

Rifa Anis Fauziah

Mahasiswi ilmu al Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang

Terkait Posts

Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version