• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Wendy Suzuki: Merespon Kecemasan Dengan Positif

Kecemasan seperti angin yang menjadi tenaga utama yang menggerakkan kapal layar. Tanpa angin, maka kapal tersebut akan terombang-ambing di tengah laut atau stagnan di dermaga

Fadlan Fadlan
12/08/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Merespon Kecemasan

Merespon Kecemasan

850
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita hidup di mana kecemasan telah menjadi hal yang lazim. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab kecemasan—terutama di kalangan remaja dan orang dewasa—seperti masalah finansial, pekerjaan, hingga masalah keluarga. Kita memiliki banyak alasan untuk merasa cemas sehingga stres nyaris tidak dapat kita hindari.

Pada 2022 silam, kelompok peneliti yang tergabung dalam I-NAMHS (Survei Kesehatan Jiwa Remaja Nasional) menemukan bahwa 17,9 juta remaja Indonesia memiliki masalah gangguan mental. Ada 4 gangguan mental yang dimaksud, di antaranya: gangguan kecemasan, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, dan PTSD-ADHD.

Dari keempat masalah mental tersebut, gangguan kecemasan menempati urutan pertama dengan presentase sebesar 3,7% (angka ini, menurut penelitian lanjutan, akan terus meningkat). Lalu bagaimana kita merespon kecemasan ini?

Saya tidak akan bertanya tentang mengapa hal ini terjadi, sebab saya sendiri juga sering mengalami kecemasan dan sering kali tidak tahu mengapa. Terlalu banyak hal yang bergentayangan di kepala—campur aduk hingga kita sendiri bingung harus menyebutnya apa. Dan saya pikir beberapa dari Anda juga mengalami hal serupa. Hal-hal yang membuat kita tetap terjaga hingga larut malam meskipun kita sangat lelah dan butuh beristirahat.

Masalah Kecemasan

Apakah kecemasan tidak bisa kita hindari? Ini adalah pertanyaan pertama yang muncul ketika kita memikirkan tentang masalah kecemasan. Kecemasan dapat muncul dalam berbagai cara dan bentuk. Dan meskipun Anda tidak merasakannya sekarang, tetapi paling tidak Anda akan setuju bahwa kehidupan kita belakangan ini memang sangat sulit dan mengundang stres.

Baca Juga:

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Artikel kali ini akan mengulas tentang sebuah buku yang tiga hari lalu saya selesaikan. Bukunya berjudul ‘Good Anxiety: Harnessing The Power of The Most Misunderstood Emotion’, yang dituliskan oleh Wendy Suzuki—Professor Neurosains dan Psikologi di New York University—dan koleganya Billie Fitzpatrick, sebagai co-author-nya.

Buku yang berisi 304 halaman ini akan mengajarkan kita tentang bagaimana memanfaatkan proses-proses neuron dan biologis di otak yang menjadi dasar perasaan cemas dan kekhawatiran kita. Ini yang dalam pendekatannya, sebagai ahli neurologi, sebut sebagai neuroplasticity. Apa yang dimaksud dengan neuroplasticity? Bagaimana cara memanfaatkan kecemasan? Jawabannya akan coba saya ringkas dalam artikel ini.

Kecemasan Bukan Dihindari Tetapi Dimanfaatkan

Wendy Suzuki, paling tidak seperti yang dia akui sendiri, merupakan salah satu ahli saraf yang paling berpengaruh di dunia dan telah memenangkan banyak penghargaan di bidang anatomi dan psikologi.

Singkatnya dia telah mencapai puncak karirnya—hal yang sejak kecil dia mimpikan. Sayangnya dia tidak dapat terhindar dari perasaan cemas. Bahkan tidak jarang mengalami depresi (sebenarnya hal ini dia ceritakan di buku yang berbeda, berjudul ‘Healthy Brain, Happy Life’).

Dengan pengetahuan yang dia miliki sebagai seorang saintis pun tidak dapat membuatnya lepas dari bayang-bayang kecemasan. Ini bukan karena selama ini sains telah keliru atau hanya membuang-buang waktu, tetapi karena kecemasan sejak awal bukanlah sesuatu yang dapat kita hindari atau bahkan kita lenyapkan. Kecemasan itu alami dan bagian terpenting dari diri kita, meskipun ini memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

Faktanya, menurut Wendy, ”apabila kita hanya berpikir bahwa kecemasan merupakan hal yang musti dihindari, dikurangi, atau dilenyapkan, kita bukan saja tidak menyelesaikan masalah utamanya, namun juga kita kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan kekuatan positif yang dihasilkan kecemasan.” Ini sedikit menarik. Memanfaatkan kekuatan positif yang dihasilkan kecemasan? Apa maksudnya?

Kita tahu bahwa pandangan konvensional kita tentang kecemasan cenderung negatif. Itulah mengapa tidak sedikit penelitian dan buku-buku self-help menganggap kecemasan sebagai entitas yang perlu kita tanggulangi. Tetapi dalam penelitiannya, Wendy justru menemukan peluang yang tidak biasa dari kecemasan, bahwa kecemasan penting untuk kelangsungan hidup kita. Dengan kata lain, kecemasan bisa baik dan juga buruk—bergantung pada diri kita.

Mind-Body Intervention

Seperti yang telah saya jelaskan di sub sebelumnya bahwa sebagai saintis yang sukses, kehidupan Wendy sebenarnya cukup berat dan sering kali memengaruhi mentalnya. Mudah marah, tersinggung, terlampau serius, dll. ”Aku tidak puas dengan hidupku,” tulisnya ”aku bekerja setiap hari, frustasi, kesepian, dan merasa terjebak dengan rutinitas keseharianku.” Saya membayangkan Wendy sebagai seorang yang lama terlarut dalam sikap defensifnya.

Namun, ketika beberapa waktu lalu saya menonton percakapan Wendy dan Andrew Huberman, profesor neurosains di Stanford University, saya nyaris tidak percaya dengan apa yang dia katakan itu. Sebab apa yang saya saksikan dan apa yang saya baca dalam karya-karyanya sangat jauh berbeda.

Di tulisan-tulisannya, Wendy menjelaskan bahwa di pertengahan karir cemerlangnya sebagai seorang saintis, dia terus-menerus terbayangi oleh rasa cemas, sehingga dia menjadi sosok yang pemurung dan memiliki temperamen yang tidak stabil. Tetapi di podcast tersebut Wendy tampak menunjukkan perangai yang jauh berbeda. Dia murah senyum, aktif, talkative, dan mudah mencairkan suasana. Tidak ada tanda bahwa dia pernah mengalami depresi atau kecemasan.

Kira-kira apa yang membuat Wendy berubah? Jawabannya adalah gaya hidup.

Menurut Wendy, pikiran dan tubuh sebenarnya saling terhubung (mind-body). Dia menemukan bahwa perasaan tidak nyaman dan frustasi yang dia rasakan sebenarnya merupakan ekspresi kecemasan dari hal-hal yang sifatnya biologis dan psikologis di waktu yang bersamaan.

Sederhananya, kecemasan dapat kita pahami sebagai ekspresi atau aktivitas tubuh dan pikiran ketika menerima stimulus-stimulus negatif atau stres. Karena kecemasan merupakan ekspresi pikiran-tubuh maka, menurut Wendy, kita dapat mengendalikannya dengan melakukan intervensi pikiran-tubuh juga—seperti olahraga, mencukupi nutrisi harian, dan rutin melakukan meditasi.

Neuroplasticity

Dengan begitu, kecemasan tidak selamanya buruk. Kecemasan merupakan respon pertahanan diri terhadap sekitar (survive)—itu naluriah. Tetapi bagaimana kita mengalami dan merasakannya 100% bergantung pada cara kita meresponnya.

Kecemasan bisa berdampak buruk apabila kita meresponnya dengan cara-cara pasif dan negatif seperti berdiam diri, mengurung diri, ketakutan yang berlebihan, menyakiti diri sendiri, kehilangan motivasi, menyalahkan diri sendiri, dan lain-lain.

Menurut Wendy, otak manusia dapat beradaptasi dengan situasi apapun. Inilah yang sebelumnya kita sebut dengan neuroplasticity. Wendy menulis:

”Landasan penelitianku mengenai peningkatan kognisi dan suasana hati berdasarkan pada fakta bahwa otak adalah organ yang sangat adaptif, yang bergantung pada stres untuk menjaganya agar tetap hidup. Dengan kata lain, kita membutuhkan stres.”

Kecemasan atau stres seperti angin yang menjadi tenaga utama yang menggerakkan kapal layar. Tanpa angin, maka kapal tersebut akan terombang-ambing di tengah laut atau stagnan di dermaga. ”Ketika pikiran-tubuh memiliki cukup stres, maka ia akan berkerja dengan optimal. Sebab jika tidak, ia hanya akan seperti kapal reot di dermaga.” Maka menghilangkan kecemasan dan stres bukanlah solusi yang tepat. Karena sekali lagi kecemasan adalah hal yang alami.

Oleh karena itu, cara terbaik yang dapat Wendy sarankan adalah bagaimana membantu pikiran dan tubuh kita untuk beradaptasi dengan cara yang positif dengan tekanan dan rutinitas hidup—alih-alih menghilangkannya (meskipun mustahil). Wendy menulis:

”Ketika aku stres, aku meresponnya dengan mulai mengubah gaya hidupku dan bermeditasi, makan makanan sehat, dan berolahraga secara teratur. Dengan begitu pikiran-tubuhku pun menyesuaikan diri dan beradaptasi. Jalur saraf yang bertanggung jawab dengan kecemasan di otak pun kembali dikalibrasi dan aku merasa luar biasa! Apakah rasa cemasku hilang? Tidak. Tetapi sekarang kecemasan itu terasa berbeda sebab aku meresponnya dengan cara yang lebih positif. Dan begitulah tepatnya bagaimana kecemasan dapat berubah dari sesuatu yang kita coba hindari dan lenyapkan menjadi sesuatu yang informatif dan bermanfaat.”

Bagi Wendy kecemasan atau stres adalah motivasi sebenarnya untuk hidup. Buruk-tidaknya sangat bergantung pada apa yang kita lakukan saat kita merasa cemas. []

Tags: DepresiGangguan KecemasanKesehatan MentalMerespon KecemasanpsikologiReview BukuSelf LoveStres
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Ulama Perempuan

    Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasih Sayang Seorang Ibu
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID