Mubadalah.id – Sebentar lagi Kota Yogyakarta akan dimeriahkan oleh hadirnya Simposium Best yang dihelat oleh Jaringan GUSDURian. Pasalnya kegiatan ini bakal mengupas tajam ihwal fenomena kebebasan beragama serta berkeyakinan di Indonesia bersama sederet ahli di bidangnya.
Agenda yang diselenggarakan di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, mulai 14-15 November 2024 itu mengangkat tema “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai Kritik Sosial untuk Kewargaan yang Berkeadilan”.
Beberapa ahli yang direncanakan akan hadir di antaranya adalah Jurnalis dan Pegiat HAM Andreas Harsono, Direktur LKiS dan Budayawan Hairus Salim, Komisioner Komnas HAM 2022 Beka Ulung Hapsara, dan Presidium GUSDURian Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampapua) Suaib Amin Prawono.
Keempat maestro tersebut bakal debut di tiga sesi utama dalam simposium, yakni sesi Kebebasan Beragama Berkeyakinan, Janji Konstitusi, dan Silang Sengkarut Kebijakan; sesi Suara Komunitas: Perjuangan Menuntut Hak; serta sesi Persilangan Ketidakadilan: Kebebasan Beragama dan Isu Sosial Kritis.
Di forum ini, Andreas Harsono akan mengusut tuntas isu KBB tersebut melalui kacamata jurnalis dan aktivis HAM. Andreas, sapaan akrabnya, merupakan salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada tahun 1994.
Sebagai aktivis HAM, selama ini ia cukup kritis menyuarakan hak konstitusi umat beragama, menyoroti kelompok minoritas yang mendapat persekusi. Hingga aktif mengkritik kebijakan pemerintah yang berwatak mayoritarianisme.
Kredibilitas Andreas bisa kita lacak dalam karya-karyanya, di antaranya buku Race, Islam and Power: Ethnic and Religious Violence in Post-Suharto Indonesia, juga penghargaan John Rumbiak Human Rights Defenders Award yang ia raih pada tahun 2010.
Kemudian Hairus Salim, direncanakan bakal mengaitkan dan mengejawantahkan deretan problematika itu dengan 9 Nilai Utama Gus Dur (NUGD). Dirinya adalah salah satu perumus sembilan nilai yang menjadi dasar gerakan Jaringan GUSDURian tersebut.
Fenomena Kebebasan Beragam
Pada kesempatan itu, alumnus Jurusan Antropologi di Universitas Gadjah Mada tahun 2004 tersebut juga akan menerjemahkan fenomena kebebasan beragama melalui ilmu yang mempelajari manusia, masyarakat, dan kebudayaannya secara holistik.
Hairus Salim memiliki beberapa karya, salah satunya buku Krisis Keistimewaan yang terbit di tahun 2017. Penelitian tersebut ia garap bersama sejawatnya, Iqbal Ahnaf.
Senada dengan Andreas Harsono, Beka Ulung Hapsara juga berjibaku di isu hak asasi manusia. Sejak tahun 2017, Beka menjadi Komisioner aktif di Komnas HAM. Selama perjalanannya, ia banyak terlibat di berbagai sektor seperti pemantauan dan penyelidikan konflik serta pelanggaran HAM, praktik diskriminasi, dan intoleransi.
Tidak hanya itu, Beka di tahun 2013 turut menggawangi advokasi masyarakat sipil untuk pembangunan bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). Sampai hari ini ia masih aktif menyuarakan isu HAM di berbagai daerah. Beka juga menjabat sebagai salah satu anggota dewan penasihat Jaringan GUSDURian.
Narasumber keempat fokus di lini pencegahan terorisme dan advokasi hak-hak masyarakat di wilayah Indonesia Timur, khususnya Sulawesi. Namanya Suaib Amin Prawono. Suaib aktif menulis isu-isu terorisme, toleransi, dan moderasi agama.
Saat ini ia aktif menyuarakan isu moderasi beragama dan turut mendampingi advokasi di masyarakat dengan berkeliling di berbagai komunitas GUSDURian di Sulawesi dan sekitarnya.
Selain keempat narasumber yang ahli di bidangnya tersebut, Simposium Best juga akan dimeriahkan oleh para narasumber lain yang tidak kalah ciamik. Di antaranya Jay Akhmad, Noorhaidi Hasan, Ihsan Ali Fauzi, MY Esti Wijayati, Ahmad Zainul Hamid, Pdt. Natasi Hermawan, Imam Maliki, Firdaus Mubarik, Dian Jennie Cahyawati, Mayadina R. Musfiroh, Iklillah Muzayyanah, dan lain-lain. (Rilis)