• Login
  • Register
Minggu, 27 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Cegah Pernikahan Anak di Hari Anak Sedunia

Pandangan maqashid as-syari’ah dalam pernikahan anak terdapat dalam konsep hifdz al-nafs, hifdz al-aql dan hifdz al-nasl.

Leni Nur Azizah Leni Nur Azizah
24/11/2024
in Publik
0
Cegah Pernikahan Anak

Cegah Pernikahan Anak

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perayaan Hari Anak Sesunia bertepatan pada 20 November setiap tahunnya. Hari Anak menjadi momen besar bagi para orang tua maupun orang dewasa lainnya. Sebab Hari Anak adalah pengingat kita semua untuk senantiasa peduli terhadap anak dan memberikan seluruh hak-hak anak di seluruh dunia.

Dewasa ini, banyak anak yang harus terenggut hak-haknya karena beberapa alasan. Alasan yang paling marak adalah pernikahan anak atau pernikahan dini.

Pernikahan anak adalah pernikahan yang terjadi di bawah batas usia minimum seseorang siap menikah. Hal ini seringkali melibatkan gadis remaja yang belum matang baik fisik maupun mental, yang kemudian berisiko mengalami dampak negatif jangka panjang. Meskipun pernikahan anak tidak selalu datang dengan keterpaksaan atau rela satu sama lain, penelitian menunjukkan dampak yang sama buruknya bagi perempuan.

Faktor Pernikahan Anak

Pernikahan anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari dalam atau luar keluarga. Misalnya, seorang anak yang putus sekolah dan berakhir diam diri di rumah, tidak memiliki pekerjaan maupun kegiatan untuk mengisi waktu luang. Melihat hal itu, seringkali dari kedua orang tuanya, atau entah lingkungannya, menggiring si anak untuk buru-buru menikah.

Selain itu, pemahaman yang salah terhadap teks agama juga menjadi salah satu pemicunya. Sering kali kita mendengar bahwa berpacaran adalah perbuatan yang haram karena mendekari zina. Karena kekhawatiran akan terjadinya zina, orang tua pada akhirnya menikahkan mereka dengan dalih “menghindari zina”.

Sebenarnya terdengar agak menggelikan, bila takut menghindari zina mengapa tidak berpisah dan saling mempersiapkan diri menuju pernikahan? Karena nantinya dampak pernikahan dini, tidak hanya berakhir buruk untuk diri mereka sendiri. Namun juga akan berdampak pula pada lingkungan meraka, apalagi anak mereka nantinya.

Baca Juga:

Anak Bukan Milik Orang Tua

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Faktor yang sering menjadi alasan pernikahan anak adalah kehamilan tidak diinginkan (KTD). Berada dalam hubungan yang melampaui norma-norma sosial hingga terlibat dalam aktivitas intim yang berujung pada kehamilan.

Kondisi ini seringkali mendorong orang tua untuk mengatur pernikahan, tanpa memperhatikan kesukaan anak terhadap pasangannya. Tindakan ini seringkali dipaksakan oleh orang tua sebagai upaya agar anak dapat bertanggung jawab dan merenungkan tindakan yang telah dilakukannya.

Dampak Pernikahan Anak

Selain berdampak pada lingkungan sekitarnya, dampak paling besar akan menimpa pada diri perempuan yang melakukan pernikahan dini.

Dalam sebuah penelitian dalam jurnal PAMATOR UPI (universitas Pendidikan Indonesia) dari 15 kasus pernikahan dini, 6 pasangan berakhir cerai dan 1 perempuan mengalami kesulitan persalinan dan pendarahan yang hebat. Dari perceraian tersebut, membuat anak pada akhirnya terlantar, tak terurus dan tidak mendapatkan hak-haknya sebagai anak.

Tak hanya itu, kehamilan di usia remaja juga berisiko terjadinya komplikasi persalinan, misalnya saja fistula obstetric, infeksi, anemia, pendarahan, dan eclampsia. Ibu yang belum cukup umur juga berisiko melahirkan bayi dengan angka kematian yang lebih tinggi.

Sekalipun melahirkan dengan selamat sang bayi tetap berkemungkinan meninggal dalam usia kurang dari 1 tahun. Selain itu, saat berhasil hidup pun, bayi berisiko kekurangan gizi, sebab perempuan yang menjadi ibunya masih dalam proses pertumbuhan dan pemenuhan gizi untuk dirinya sendiri. Ibu yang belum dalam usia cukup untuk menikah, juga rentan memberikan pola asuh yang buruk karena tidak stabilnya emosi sang ibu.

Kurangnya regulasi emosi dalam pernikahan dini juga berakibat pada risiko kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Sebab emosi dalam dirinya belumlah stabil dan bahkan bingung saat menghadapi permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga.

Lebih jauh lagi, mereka juga dapat merasa stres sehingga melampiaskannya pada orang lain.  Mereka yang seharusnya masih mengenyam pendidikan, tumbuh dan lari mengejar cita-cita terpaksa berhenti karena pernikahan anak. Mereka akan sibuk menafkahi keluarga, perempuan akan tersibukan dengan urusan rumah tangga dan keluarganya.

Maqashid as-Syari’ah dalam Pernikahan Anak

Pandangan maqashid as-syari’ah dalam pernikahan anak terdapat dalam konsep hifdz al-nafs, hifdz al-aql dan hifdz al-nasl. Pernikahan anak berisiko sangat tinggi sebab belum siapnya organ reproduksi anak. Usia anak adalah usia dimana seharusnya ia mengalami pengembangan fungsi akal dan pendidikan daripada untuk reproduksi.

Oleh karenanya, mendahulukan keselamatan jiwa adalah hal yang lebih utama dari pada hifdz al-nasl. Selain itu, pernikahan anak juga tidak sejalan dengan tujuan mulia dari pernikahan, yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Sebab psikologi anak belum memahami hal-hal tersebut, mereka hanya sebatas tahu kasih sayang dari orangtuanya.

Menimbang dari berbagai aspek, sudah selayaknya kita menghindari pernikahan anak. Misalnya dengan memahami arah teks keagamaan secara benar, memperjelas gerakan pengembangan keterampilan bagi perempuan agar dapat tetap tumbuh di tengah keterbatasan.

Kesadaran penuh akan pentingnya pendidikan baik formal maupun informal. Sehingga lambat laun pernikahan anak akan pudar, dan pertumbuhan serta kesejahteraan masyarakat, khususnya perempuan agar tak lagi jadi angan belaka. []

Tags: Cegah Pernikahan Anakdampak kawin anakHak anakHari Anak Seduniaperlindungan anak
Leni Nur Azizah

Leni Nur Azizah

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang

Terkait Posts

Ruang Publik

Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik

26 Juli 2025
Suluk Damai

Suluk Damai di Negeri Bhineka melalui Peran LKLB dalam Merawat Toleransi

24 Juli 2025
Perlindungan Anak

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

23 Juli 2025
Pesantren Inklusif

Menuju Pesantren Inklusif: Sebuah Oto-kritik

22 Juli 2025
Perselingkuhan

Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

22 Juli 2025
Mazmur

Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

21 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT yang

    PRT Bukan Budak: Hentikan Perlakuan yang Merendahkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menikmati Proses, Karena yang Instan Sering Mengecewakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa PRT Selalu Diidentikkan dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Reinterpretasi Hadis Fitnah Perempuan dalam Perspektif Mubadalah
  • Beruntungnya Menjadi Anak Sulung
  • Refleksi Tren S-Line: Bagaimana Jika Dosa Kita Terlihat Jelas Atas Kepala?
  • Upah: Hak Pekerja, Kewajiban Majikan
  • Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID