Mubadalah.id – Maraknya kasus gangguan mental, dampak dari tekanan hidup. Penyebabnya mulai kesulitan financial, ekspektasi hidup yang terlalu tinggi, gagal membangun relasi dengan pasangan, dst. Akses media sosial yang mudah membuat manusia bisa melihat gaya hidup manusia lainnya sampai ranah privacy.
Konten tentang memamerkan kekayaan, gaya hidup flexing cukup diminati ketimbang gaya hidup apa adanya. Hal ini kemudian membuat viewer ingin juga menikmati kehidupan mapan secara financial. Memiliki mobil mewah, tas mewah, rumah mewah, tanpa menyadari bahwa harapan yang terlalu tinggi membuat kaki seolah tidak menginjak bumi.
Lalu bagaimana menjalani hidup yang penuh dengan tekanan sosial ini, berikut pembahan terkait cara hidup slow living dan stoicisme sebagai solusi untuk menghadapi FOMO, yaitu singkatan dari Fear of Missing Out yang berarti “takut ketinggalan”.
FOMO adalah perasaan cemas atau khawatir yang timbul ketika seseorang merasa tertinggal atau melewatkan sesuatu yang baru. Mulai dari tren fashion, acara, issu, informasi terbaru atau pengalaman lain yang justru mengundang tekanan hidup.
Maraknya gaya hidup flexing di media social, bisa memancing stres dan pikiran negatif. Banyak manusia yang menghamba pada materialistis, misalnya melihat teman dari merk pakaian, harga tas yang mahal, sepatu yang sedang trend, kerudung yang sedang hits, mobil mewah dan rumah mewah. Kesuksesan terukur dari limpahan materi saja, hingga insan manusia lupa bagaimana memperlakukan sesamanya secara manusiawi.
Cara hidup stoicism cukup ampuh sebagai trik untuk pertahanan diri. Stoikisme adalah cara berpikir dan cara hidup dengan memprioritaskan melakukan kebajikan. Memahami hakikat untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, dengan merespons secara tenang, tidak mudah terpancing emosi, dan selalu mencari hikmah dari setiap peristiwa.
Stoicisme mengekspresikan apa pun bentuk kesulitan hidup yang membuat terluka. Apabila harus mengeluarkan emosi maka tetap dalam koridor positif. Memahami bahwa emosi negatif akan sangat menghabiskan energi. Jika stoicisme mengalami penderitaan, kesulitan, rasa sakit, kecewa, maka penganut stoicism cukup tenang, tangguh dan kuat.
Definisi Slow Living dan Stoicisme
Slow living dan stoicisme adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya dapat membantu seseorang untuk menemukan ketenangan dan menjalani hidup yang lebih baik. Gaya hidup slow living ini santai dan berlawanan dengan kehidupan yang serba cepat dan sibuk. Slow living lebih bersifat subjektif dan fleksibel, sehingga setiap orang dapat menentukan apa yang membuat mereka merasa hidup dengan lambat, hati-hati dan bermakna.
Adapun Stoicism adalah salah cara hidup paling luhur dalam aliran filsafat Barat, melalui cara berperilaku dengan ketenangan pikiran dan nilai moral. Menurut Filsafat Hukum, stoicism berasal dari kata stoa yang memiliki arti gang-gang atau lorong tonggak.
Pemikiran ini pertama kali dicetuskan oleh Zeno dari Citium di Athena. Muncul dan berkembang pada zaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno dengan tokoh Antisthenes, yang muncul pada masa Hellenisme (150-100 SM).
Konsep berpikir stoicism erat kaitannya dengan ketenangan hidup untuk menentukan kebahagiaan yang memiliki manfaat bagi kesehatan mental . Menganggap semua hal yang terjadi bersifat netral, tidak ada yang bersifat positif atau negatif. Memandang bahwa suatu peristiwa adalah rangkaian takdir dan usaha selaras dengan hasil kedepannya.
Saat ada problem yang menimpa kehidupan, dengan menerapkan stoicisme supaya mendapatkan ketenangan lahir dan batin. Tidak menyalahkan siapa pun atas masalah yang terjadi, karena akan membuang waktu dan energi. Selalu melakukan yang terbaik setiap harinya, semampunya, tanpa mengeluh, karena mengeluh adalah hal negatif dan menarik segala aura negative di sekitar.
Prinsip Hidup Stoicisme
Hidup selaras dengan alam, karena manusia adalah bagian dari alam, alam berjalan menurut rasionya. Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, maka harus mampu hidup harmonis dengan alam. Manusia harus menjaga alam, manusia juga akan dijaga oleh alam. Perilaku manusia selaras dengan alam maupun sesama makhluk hidup lainnya.
Kejahatan, Kemiskinan, penyakit, dan kematian bukanlah suatu kejahatan. Kejahatan adalah definisi menyakiti sesama makhluk hidup, sehingga tidak selaras dengan hukum alam. Menuruti hawa nafsu bukanlah hal yang rasional maka manusia kuat adalah manusia yang mampu menahan hawa nafsunya.
Manusia harus memiliki peran kebaikan dan kebajikan dalam hidupnya, berpedoman pada norma dan etika. Kebijaksanaan adalah akar dari kebajikan. Contoh dari kebajikan utama adalah wawasan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan. Memahami bahwa arti dari kesenangan hanya dapat diterima, jika tidak mengganggu proses pencarian kebajikan.
Memikirkan tujuan hidup yang membuat diri termotivasi untuk terus maju meski di tengah kesulitan. Mensyukuri pula hal-hal kecil yang terjadi dalam hidup. Seperti kesempatan untuk menikmati matahari pagi, melakukan aktivitas bersama orang terkasih, berhasil menanam tanaman atau pencapaian kecil lainnya.
Cara Menerapkan Gaya Hidup Slow Living
Dalam setiap menghadapi kesulitan, memahami bahwa masalah pasti akan berlalu dengan berjalannya waktu. Biarkan pikiran dan tindakan sebagai pengarah kehidupan dengan penuh tanggung jawab. Dengan Memahami batas kemampuan, sebagai manusia akan fokus pada apa yang bisa mereka perbaiki dan tidak akan membuang-buang energi untuk mencoba mengendalikan hal-hal di luar kendali.
Apabila manusia mengetahui batasan kontrolnya, maka akan mudah untuk menerima keadaan yang tidak bisa berubah. Kondisi ini membantu untuk mengurangi kecemasan akan hal-hal yang berada di luar kendalinya. Pikiran akan cenderung lebih bahagia dan tenang.
Dengan pikiran yang positif, mereka akan lebih mudah menikmati kehidupannya. Tanpa terusik dengan kondisi di sekitarnya terutama dalam gaya hidup hedonis. Membuang barang yang tidak diperlukan, barang-barang yang tidak lagi berguna supaya lingkungan sekitar menjadi lebih rapi dan nyaman.
Luangkan waktu untuk diri sendiri, sediakan waktu untuk melakukan hobi, membaca, atau bersantai. Mengurangi penggunaan teknologi yang berlebihan, dan jauhkan perangkat elektronik setelah selesai bekerja.
Menjalani hidup dengan mindfulness melalui meditasi atau bertafakur. Memfokuskan pikiran dan perasaan pada masa sekarang. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan tanpa bertindak gegabah.
Meditasi juga bisa mengurangi tingkat stres, membantu meningkatkan kualitas hidup, mengurangi kecemasan, dan melatih fokus terhadap emosi dan kondisi sekitar. Seperti menghirup cuaca pagi hari, bangun lebih pagi dan nikmati waktu di pagi hari untuk memulai pekerjaan dan membuat pikiran lebih fokus.
Mengurangi gaya hidup konsumtif dan minimalis, mulai dari tempat tinggal, pakaian, makanan, perabotan, perhiasan melalui gaya hidup sederhana.
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Menemukan hakikat kebahagiaan melalui Stoicisme
Dalam buku The Art of Acquiescence, Stoicism mendorong individu untuk focus menatap ke depan, dengan sesekali saja menatap spion atau masa lalu. Karena masa lalu yang sudah terjadi tidak bisa berubah dan masa depan yang tidak pasti, harus diperjuangkan. Cara ini dapat meningkatkan produktivitas dan membuat individu menikmati momen indah dalam hidup.
Menerima segala keadaan dengan lapang dada, termasuk situasi sulit atau tidak menyenangkan. Selalu belajar untuk mudah beradaptasi dengan perubahan dan lebih tangguh dalam menjalani hidup. Mampu memilih Keinginan dan Kebutuhan: Perasaan negatif seringkali berasal dari keinginan yang tidak terpenuhi. Maka berlatih untuk memisahkan hal-hal yang diinginkan dan hal-hal yang sebenarnya dibutuhkan. Dengan begitu, rasa kekecewaan dan frustasi bisa saja berkurang.
وَلَا تَجۡعَلۡ يَدَكَ مَغۡلُوۡلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ الۡبَسۡطِ فَتَقۡعُدَ مَلُوۡمًا مَّحۡسُوۡرًا٢٩
“Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.”
Stoicism menganggap ketidakpuasan sebagai emosi negatif yang tidak ada ujungnya. Kunci utama untuk merasa cukup dan bahagia terletak pada keyakinan bahwa kita telah memiliki segalanya. Sikap ini akan membuat Anda mudah bersyukur dan menghargai apa yang telah dimiliki saat ini.
Banyak orang mengikatkan kebahagiaan mereka kepada hubungan, pekerjaan, kekayaan atau kesuksesan. Namun, kebahagiaan yang berdasar dari hal-hal seperti itu tidak kokoh dan mudah hilang saat tidak bisa tercapai. Lepaskan ketergantungan itu dan carilah alasan kebahagiaan lain yang lebih bermakna. []