• Login
  • Register
Selasa, 8 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Melindungi Anak di Bawah Umur dari Pernikahan

Beberapa ulama kontemporer melakukan kritik konten terhadap hadits tersebut. Yang hasilnya, dengan data-data sejarah dan lintas disiplin ilmu, bahwa Aisyah ra. tidak menikah pada usia 6 tahun, melainkan di atas 15 tahun.

Redaksi Redaksi
03/12/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Pernikahan Anak

Pernikahan Anak

792
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sekalipun usia pernikahan sudah ditetapkan dalam undang-undang oleh hampir seluruh negara Islam, namun praktik pernikahan anak di bawah umur masih saja terjadi dengan atau tanpa izin dispensasi dari lembaga-lembaga yang ditunjuk negara.

Di samping faktor-faktor sosial dan ekonomi, kentara juga faktor kultural cukup dominan, di mana interpretasi agama yang berkembang di masyarakat justru membolehkan pernikahan di usia anak.

Interpretasi ini merujuk pada pandangan mayoritas ulama fikih dari berbagai mazhab, yang disandarkan pada ayat al-Qur’an (QS. at-Thalaq: 4) dan teks hadits (Shahih al-Bukhari, No. 3942, 3944, 5188, dan 5189: Shahih Muslim, No. 3545, Sunan al-Nasa’i, No. 3392: dan Sunan Ibn Majah, No. 1950).

Ayat tersebut berbicara tentang perempuan yang diceraikan dalam keadaan belum haid, berarti orang belum haid boleh menikah. Yang belum haid ditafsirkan sebagai anak perempuan yang belum dewasa. Sekalipun bisa jadi ada perempuan dewasa yang juga belum atau tidak haid.

Sementara teks hadits menyebut soal Aisyah ra. sebagai teladan, yang dinikahi Nabi Saw pada usia 6 tahun dan hidup satu rumah dengan beliau pada usia 9 tahun.

Baca Juga:

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Diskusi Fikih

Dalam diskusi fikih tentang kebolehan menikah bagi mereka yang masih di usia anak, hanya ada teks hadits tentang teladan Aisyah ra.

Tetapi dalam narasi populer, terutama dalam perdebatan pro dan kontra, masih banyak hadits lain yang mereka kutip untuk memfasilitasi kebolehan. Bahkan urgensi pernikahan yang dini atau segera, termasuk dalam usia anak yang belum dewasa.

Keteladanan Aisyah ra. ini sesungguhnya tidak bisa kita terima secara bulat oleh ulama klasik. Tercatat ada tiga ulama besar yang menolaknya, dan menganggap hal tersebut merupakan praktik khusus bagi Nabi Saw, sama persis dengan kewajiban tahajud malam.

Juga termasuk kebolehan puasa setiap hari secara bersambung, keharaman menerima harta zakat, dan kehalalan menikah lebih dari empat perempuan.

Karena khusus Nabi Saw., maka umatnya kembali pada hukum asal, di mana semua kontrak. Juga termasuk pernikahan, hanya sah bagi orang dewasa.

Ketiga ulama tersebut adalah Utsman al-Baththi (w. 43 H/663 M), Ibn Syubrumah (w. 144 H/761 M), dan Abu Bakr al-Ashamm (w. 279 H/892 M).

Pada dasarnya, dalam pandangan mereka, kontrak pernikahan itu mewajibkan para pihak untuk memenuhi tanggungjawabnya (QS. al-Maidah: 1). Sementara anak, sebagaimana dalam hadits, bukan pihak yang bisa menerima tanggungjawab dari sebuah kontrak secara penuh (Sunan Abu Dawud, No. 4400).

Menyusun UU Perkawinan

Pendapat ketiga ulama ini yang akhirnya diadopsi negara-negara Islam dalam menyusun UU Perkawinan. Termasuk Indonesia, dengan membuat batasan usia pernikahan yang dianggap dewasa dari sisi fikih.

Beberapa ulama kontemporer melakukan kritik konten terhadap hadits tersebut. Yang hasilnya, dengan data-data sejarah dan lintas disiplin ilmu, bahwa Aisyah ra. tidak menikah pada usia 6 tahun. Melainkan di atas 15 tahun.

Tetapi narasi kritik ini begitu rumit, tidak kita kenal, dan kurang otoritatif. Di kalangan masyarakat, hadits Aisyah ra. jauh lebih populer dan sering menjadi rujukan pembicaraan.

Dalam narasi-narasi keagamaan yang berkembang, juga banyak teks hadits lain yang orang-orang kutip dan jadikan rujukan, yang pada akhirnya membentuk budaya permisif pada pernikahan usia anak di negara-negara Islam.

Hadits-hadits tentang anjuran untuk segera menikah saat menemukan pasangan yang cocok (Sunan Ibn Majah, No. 2043). Kemudian, seruan kepada para pemuda untuk menikah ketika sudah mampu (Shahih al-Bukhari, No. 5120).

Lalu perintah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada zina (Musnad Ahmad, No. 9054). Serta anjuran dan motivasi untuk melampiaskan nafsu secara halal (Shahih Muslim No. 2376). []

Tags: anakBawah UmurMelindungipernikahan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

IBu

Kasih Sayang Seorang Ibu

7 Juli 2025
Kasih Sayang Orang Tua

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

7 Juli 2025
Amalan Muharram

Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

7 Juli 2025
Kewajiban dan hak

Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

7 Juli 2025
Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Ulama Perempuan

    Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasih Sayang Seorang Ibu
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID