Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan salah satu ulama fikih, Ibn Hazm berpendapat bahwa kewajiban mahram itu ada di pundak laki-laki, bukan perempuan. Karena di dalam teks ini, ada pernyataan Nabi Saw. kepada laki-laki untuk menemani istrinya yang ingin melakukan perjalanan haji.
Nabi Saw tidak melarang perempuan tersebut, tidak juga meminta suaminya melarangnya. Sekalipun suaminya juga memiliki kewajiban tersendiri.
Artinya, perempuan yang memerlukan perjalanan, untuk haji misalnya, tidak perlu menunggu ada mahram. Dia bisa berangkat melakukan perjalanan haji tanpa mahram sekalipun, yang berdosa adalah kerabat laki-lakinya yang tidak menemani perjalanannya. Begitu pernyataan Imam Ibn Hazm.
Sementara Ibn Hajar al-‘Asqallani menjelaskan berbagai pandangan fikih. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan perempuan adalah mutlak harus bersama mahram, seorang kerabat keluarga laki-laki.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bisa diganti mahramnya menjadi sekelompok perempuan. Artinya, perempuan yang berkelompok bisa menjadi mahram satu sama lain.
Ada juga pendapat ulama fikih yang mengatakan bahwa perempuan tidak memerlukan mahram sama sekali ketika perjalanan yang dilakukan aman. Pendapat ini diadopsi oleh ulama generasi awal, murid dari Imam Syafi’i, yaitu al-Karabisi (w. 859), al-Qaffal (w. 1026) dan Abu Mahasin al-Rayyani (w. 1107).
Perlindungan dalam Hukum Mahram Perempuan
Pernyataan ulama fikih, seperti al-Karabisi, al-Qaffal, dan juga Abu Mahasin al-Rayyani, menegaskan tentang logika hukum Islam yang harus selalu menjadi acuan. Pada kasus perjalanan perempuan, logikanya adalah perlindungan dan penyediaan keamanan bagi perempuan.
Pada masa Nabi Muhammad Saw., kabilah-kabilah Arab sering menangkap dan menjadikan perempuan sebagai tawanan, budak seks, diperkosa, dan dibunuh.
Apalagi pada saat terjadi perang secara terbuka, perempuan menjadi sasaran tindak kejahatan. Keadaan seperti ini lumrah terjadi. Pada konteks sosial seperti inilah, kewajiban mahram itu lahir.
Dengan logika hukum ini, bisa kita simpulkan bahwa hukum mahram dalam perjalanan perempuan adalah konsep perlindungan dan pengamanan.
Diwajibkan mahram berupa kerabat dekat laki-laki untuk tugas perlindungan karena memiliki jalinan emosional yang cukup kuat, sehingga pengamanan dan perlindungan bisa diberikan. Kemungkinan terjadinya sesuatu yang buruk terhadap perempuan juga bisa dihindari dengan kehadiran kerabatnya atau mahramnya. []