• Login
  • Register
Jumat, 18 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

John Locke: Sistem Patrilineal dan Pernikahan

Menurut Locke, pernikahan didasarkan pada hukum alam dan merupakan wilayah yang terpisah dari masyarakat sipil dan kontrak sosial-politik

Fadlan Fadlan
11/01/2025
in Personal
0
John Locke

John Locke

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam ‘Two Treatises of Government’-nya, John Locke menentang teori patriarki tentang hak ilahi raja dan konstruksi patriarki dalam keluarga. Di mana ia menganggap sebagai sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh para pendahulunya di Abad Pertengahan. Dia bertanya-tanya, “Mengapa status orang tua sering kali tersentralisasi pada ayah, seolah-olah ibu tidak memiliki andil di dalamnya (rumah tangga dan perawatan anak)?”

Locke memandang status ibu dan ayah setara dalam rumah tangga. Setidaknya begitulah jika kita “merujuk pada akal budi dan wahyu.” Maka penting bagi kita untuk mengubah orientasi rumah tangga dari ‘paternal power’ (kuasa ayah) ke ‘parental power’ (kuasa orang tua), sebagai simbol kesetaraan antara status kedua orang tua.

Locke percaya bahwa model keluarga seperti di atas merupakan gambaran ideal bagi sistem pemerintahan secara umum. Mengapa demikian? Sebab jika status ibu dan ayah dalam keluarga kita akui setara, maka otoritas pemerintahan apa pun yang merujuk pada sistem keluarga tersebut secara tidak langsung akan mengakui persetujuan dari banyak pihak daripada aturan absolut dari satu pihak.

Sampai di sini tampaknya John Locke menentang pandangan patriarki dalam konteks keluarga. Pandangan Locke di atas sekilas mengarah pada politik proto-feminisme. Ya, mungkin begitulah yang akan banyak orang pikirkan. Terutama jika kita membaca karya Locke secara parsial tanpa mengeksplorasi bagian-bagian lain dalam ‘Treatises’. Sebab klaim Locke di bagian lain dalam bukunya sedikit berbeda.

Di BAB ke-VII, misalnya, Locke mengklaim bahwa ayah, “sebagai figur yang lebih mampu dan lebih kuat.” Seharusnya secara alami memiliki kekuasaan eksekutif dalam keluarga. Dia menegaskan bahwa ayah adalah “pemimpin keluarga dengan semua relasi bawahan berupa istri, anak, pembantu, dan budak, yang disatukan di bawah aturan-aturan domestik keluarga.” Pada akhirnya, ia mengklaim bahwa “sistem paternalistik adalah pemerintahan alamiah” dalam keluarga.

Locke Menentang Sistem Pemerintahan Patriarki

Jadi, apakah Locke mendukung patriarki atau tidak? Jawaban untuk pertanyaan ini relatif. Tetapi sejauh pemahaman saya, Locke pada dasarnya menentang sistem pemerintahan patriarki yang absolutis. Meskipun dia tetap mempertahankan struktur patriarki dasar dalam keluarga.

Baca Juga:

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

Merawat Fondasi Pernikahan dengan Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

Terlepas dari itu, penting untuk kita perhatikan bahwa dalam pandangan Locke, hubungan keluarga dan sistem pemerintahan itu sangat erat kaitannya. Sistem keluarga pada dasarnya berawal dari hubungan pernikahan yang merupakan bentuk “masyarakat pertama”. Hubungan suami-istri antara laki-laki dan perempuan berasal dari apa yang Locke anggap sebagai “persekutuan antar kepentingan” yang alamiah. Yaitu prokreasi dan keberlanjutan spesies.

Menurut teori Locke, pernikahan berdasarkan pada hukum alam dan merupakan wilayah yang terpisah dari masyarakat sipil dan kontrak sosial-politik. Sederhananya, pernikahan kita konseptualisasikan sebagai praktik yang berada dalam ranah privat dan tentu saja berada di luar ranah publik. Dengan demikian jelas bahwa menurut Locke, pernikahan merupakan sesuatu yang alamiah yang tidak memerlukan keterlibatan atau campur tangan pihak lain di luar dari pasangan yang terlibat.

Dukungan dari Hegel

Beberapa dekade kemudian, gagasan Locke ini mendapatkan dukungan dari G.W.F. Hegel dalam ‘Phenomenology of Spirit’ setelah mendapatkan kritikan keras dari Immanuel Kant. Hegel melanjutkan apa yang telah digagas oleh Locke. Ia menyatakan bahwa pernikahan merupakan wilayah kehidupan di mana teori kontrak—politik atau sosial—tidak dapat mengintervensinya. Alasannya karena sentimen-sentimen seperti cinta dan kasih sayang sudah cukup menjadi pengatur dalam keluarga.

Hegel memandang kehidupan keluarga sebagai tempat bagi anak-anak untuk mempelajari nilai-nilai dan perilaku-perilaku tertentu. Seperti kepercayaan dan rasa persaudaraan, yang nantinya akan berguna bagi mereka ketika mereka mengemban tanggung jawab di masyarakat.

Selain itu, Hegel juga mendukung keterpisahan kehidupan keluarga berdasarkan esensialisme gender. Laki-laki dan perempuan memiliki sifat yang berbeda, yang tercermin dalam ruang lingkup dan sifat orientasi etikanya. Perempuan tumbuh dalam kehidupan keluarga di mana hukum ilahi (atau hukum alam) berlaku, sementara laki-laki tumbuh dari lingkungan di mana hukum manusia berlaku.

Dia mengklaim bahwa laki-laki seperti hewan, kuat dan aktif, cocok untuk hidup bernegara, belajar, dan bekerja, sementara perempuan pasif dan subjektif, lebih seperti tumbuhan daripada hewan, dan cocok untuk kehidupan keluarga dan emosionalitas.

Di sini penting untuk melihat bagaimana esensialisme gender ala Hegel ini berlaku: esensialismenya menjamin bahwa perempuan tetap berada di ranah privat, karena perempuan tidak memiliki sifat alami yang dibutuhkan untuk bertransisi ke ranah publik. Di sisi lain, hanya laki-laki yang dapat mewakili kepentingan keluarga karena hanya laki-laki yang berpartisipasi dalam kehidupan publik dan familiar dengan hukum manusia.

Tentu saja teori esensialisme gender menuai banyak kritik di kalangan para feminis. Beberapa kritikan tersebut telah saya rangkum di tulisan saya di Mubadalah sebelumnya. []

Tags: FilsufJohn LockekeluargaPemikiran FilsufpernikahanRelasi
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Penindasan Palestina

Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

18 Juli 2025
Kehamilan Perempuan

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

18 Juli 2025
eldest daughter syndrome

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

17 Juli 2025
Love Bombing

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

16 Juli 2025
Disiplin

Ketika Disiplin Menyelamatkan Impian

15 Juli 2025
Inklusivitas

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

15 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sirkus

    Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina
  • Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?
  • Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?
  • Belajar Mencintai Tuhan dari Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID