Mubadalah.id – Dalam rangka memperingati Tahun Baru Imlek 2025, Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Cirebon bersama Yayasan Fahmina Institut, Pelita Perdamaian, dan Gusdurian Cirebon sukses menyelenggarakan workshop bertajuk Mengenal dan Memaknai Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili/ 2025 M; Menjalin Keseimbangan Manusia dan Alam Semesta di Klenteng Talang, Kota Cirebon.
Kegiatan ini dihadiri sebanyak 50 peserta yang terdiri dari Tokoh dan Pemuda Lintas Iman se-wilayah Cirebon. Kegiatan ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman masyarakat mengenai makna Tahun Baru Imlek dari perspektif teologi, budaya, dan filosofi.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Yayasan Fahmina, Marzuki Rais, menegaskan pentingnya acara ini dalam membangun kesadaran kolektif tentang keberagaman budaya di Indonesia.
“Perayaan Imlek bukan sekadar tradisi tahunan, tetapi juga bagian dari sejarah panjang masyarakat Tionghoa di Indonesia yang perlu dipahami secara lebih luas. Dengan mengenal sejarah dan filosofi perayaan ini, kita bisa menghilangkan prasangka dan mempererat hubungan antarbudaya,” ujarnya.
Akar Budaya
Ketua MAKIN Cirebon, Chew Kong Giok atau yang akrab disapa Pak Tedi, menambahkan bahwa perayaan Imlek memiliki akar budaya yang dalam dan telah mengalami berbagai dinamika sepanjang sejarah.
“Imlek bukan sekadar kembang api dan perayaan meriah. Ini adalah momen refleksi, penghormatan kepada leluhur, serta menjaga keseimbangan dengan alam dan Tuhan,” jelasnya.
Workshop ini menghadirkan para narasumber berkompeten, seperti Uung Sendana Linggaraja selaku Ketua MATAKIN Pusat 2014-2018, Sindianto Agung Pembaca Kitab I-Ching dan fasilitator Zaenal Abidin dari Yayasan Fahmina.
Dalam pemaparannya, Uung Sendana menjelaskan bahwa perayaan Imlek erat kaitannya dengan ajaran Konghucu yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
“Imlek bukan sekadar pergantian tahun, tetapi juga perayaan harmoni alam yang mengajarkan kebajikan dan keseimbangan hidup,” ungkapnya.
Para peserta juga panitia ajak untuk memahami berbagai simbol dalam perayaan Imlek. Seperti warna merah yang melambangkan keberuntungan dan naga yang mencerminkan kekuatan serta perlindungan. Selain itu, Uung menjelaskan filosofi Shio, yang bukan sekadar ramalan, tetapi lebih kepada pemahaman tentang siklus alam dan ritme kehidupan.
Sesi diskusi semakin menarik dengan pembahasan mengenai perjalanan panjang masyarakat Tionghoa di Indonesia. Khususnya saat perayaan Imlek sempat ada pelarangan pada masa Orde Baru.
“Dengan dibukanya kembali ruang bagi perayaan Imlek, kita bukan hanya merayakan sebuah tradisi. Tetapi juga merayakan kebebasan berekspresi dan keberagaman yang menjadi kekayaan bangsa ini,” tambah Zaenal Abidin.
Sesi kedua membahas tradisi sembahyang dalam perayaan Imlek, yang disampaikan oleh Chew Kong Giok. Ia menjelaskan bahwa sembahyang dalam tradisi Tionghoa adalah bentuk penghormatan kepada Tuhan dan leluhur. Serta sebagai sarana refleksi dan rasa syukur.
“Sembahyang bukan sekadar ritual. Tetapi juga pengingat bahwa kehidupan yang kita jalani hari ini tidak terlepas dari jasa para leluhur dan berkah Tuhan,” katanya.
Pergantian Musim
Selain itu, Imlek juga berkaitan erat dengan pergantian musim, di mana masyarakat kita ajak untuk menjaga keseimbangan dengan alam. Tradisi penyajian makanan khas, seperti dodol China dan teh, mencerminkan simbol keseimbangan Yin dan Yang dalam kehidupan sehari-hari.
Pada sesi ketiga peserta diajak untuk praktik langsung kesenian khas Tionghoa yaitu Barongsai dan Liong. Sesi selanjutnya peserta juga secara berganitan berkonsultasi mengani kehidupan melalui Kitab I-Ching atau kitab perubahan yang dibacakan oleh Sindianto Agung salah satu penguru MAKIN Cirebon.
Workshop ini memberikan wawasan baru bagi peserta mengenai makna filosofis, budaya, dan spiritual dari perayaan Imlek. Dengan adanya diskusi yang mendalam, dapat membuat masyarakat semakin memahami pentingnya menjaga keberagaman dan menghormati tradisi yang telah berlangsung selama ribuan tahun.
Sebagai penutup, Uung Sendana mengajak semua pihak untuk terus mempererat hubungan antaretnis dan menjadikan perayaan Imlek sebagai momentum memperkuat persaudaraan.
“Imlek mengajarkan kita tentang harmoni, keseimbangan, dan kebajikan. Jika kita bisa menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari. Maka kita akan menciptakan masyarakat yang lebih damai dan saling menghargai,” pungkasnya.
Dengan suksesnya acara ini, diharapkan pemahaman mengenai perayaan Imlek semakin luas dan dapat menjadi jembatan bagi masyarakat dalam menciptakan keharmonisan sosial serta memperkuat kebinekaan Indonesia. []