Mubadalah.id – Mitsaqan Ghalizhan secara literal mempunyai makna janji kokoh, yakni suami dan istri sama-sama meyakini bahwa pernikahan adalah janji kokoh antar mereka untuk saling menjaga ketenangan jiwa (sakinah) keduanya, dan antara mereka dengan Allah untuk menjaga kemaslahatan bersama.
Oleh karenanya, setiap tindakan, baik saat dilihat atau tidak oleh suami/ istrinya, perlu dipastikan bisa mereka pertanggungjawabkan kepada Allah kelak di akhirat.
Suami-istri yang mempunyai komitmen seperti ini juga akan meyakini bahwa keluarga yang mereka bangun melalui pernikahan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari janji kokoh tersebut.
Suami dan istri dan anak-anak kemudian sama-sama memandang keluarga sebagai ikatan kuat yang perlu dijaga bersama. Masing-masing lalu menguatkan komitmennya untuk memelihara, melestarikan, dan menghadirkan kebaikan bersama.
Mitsaqan Ghalizhan ini merujuk pada al-Qur’an Surat an-Nisa ayat 21:
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
Bagaimana kalian akan mengambilnya (kembali), padahal kalian telah menggauli satu sama lain (sebagai suami istri) dan mereka pun (istri-istri kalian) telah membuat perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dengan kalian. (QS. an-Nisa ayat 21)
Mu’asyarah bi al-Ma’ruf
Mu’asyarah bi al-Ma’ruf (pergaulan yang bermartabat) antara lain diimplementasikan dengan cara semua anggota keluarga, baik suami dan istri maupun anak-anak mereka akan berpikir, dan berkata.
Termasuk untuk berbuat atas dasar kebolehan menurut petimbangan teks-teks keislaman orotitatif (halalan), kebaikan menurut pertimbangan akal (thayyiban). Juga kelayakan menurut pertimbangan hati agar dipastikan berdampak maslahat bagi semua pihak (ma’rufan).
Mu’asyarah bi al-Ma’ruf ini berdasarkan pada QS. an-Nisa ayat 19:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kalian menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka. Kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergauklah mereka dengan cara yang patut. Jika kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kalian tidak menyukai sesuatu. Padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya. (QS. an-Nisa ayat 19) []