• Login
  • Register
Kamis, 5 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Aku Tidak Mengkhitan Anak Perempuanku

Terlahir sebagai perempuan, tidak seharusnya tubuhnya dilukai, apalagi sampai menyebabkan ia mengalami trauma dan sakit dalam jangka panjang. Putriku berhak terbebas dari segala bentuk kekerasan.

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
07/02/2025
in Publik
0
Tidak Mengkhitan Perempuan

Tidak Mengkhitan Perempuan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika dokter kandungan memberitahu bahwa anak di dalam rahimku kemungkinan besarnya adalah perempuan, aku dan suamiku sudah memutuskan untuk tidak mengkhitan anak kami ketika sudah lahir. Meskipun kami yakin, akan ada banyak orang di lingkungan kami yang menentang pilihan tersebut.

Pasalnya sebagian orang di lingkungan kami sampai saat ini masih meyakini bahwa anak perempuan harus dikhitan. Tentu mitos yang berkembang adalah “supaya perempuan tidak nakal, harus ada bagian vagina yang dibersihkan atau dipotong”.

Dan betul saja, ketika anak kami lahir, beberapa orang yang berkunjung terus bertanya kapan kami akan mengkhitan putri kami. Bahkan ada yang sampai memberi list pilihan bidan dan dukun bayi yang mereka anggap bagus untuk mengkhitan bayi perempuan.

Meski terus dihujani pertanyaan-pertanyaan tersebut, aku dan suami sudah bertekad untuk tidak mengkhitan putri kami tanpa alasan medis. Karena memang tidak ada yang perlu dikhitan dari vagina perempuan.

Sekalipun ada bagian yang harus dibersihkan ataupun diobati, harus betul-betul atas dasar saran tenaga kesehatan, dan dilakukan sesuai aturan medis. Sebab, kesehatan perempuan begitu rentan ketika dikhitan. Vagina perempuan sudah sempurna, jadi jika diambil sedikit saja dapat berbahaya karena memiliki fungsi yang bermacam-macam.

Dampak Negatif Khitan bagi Perempuan

Dalam beberapa forum diskusi yang diselenggarakan oleh KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) yang aku ikuti ada banyak perempuan yang mengaku bahwa setelah dikhitan ia mengalami berbagai dampak negatif, seperti disfungsi seksual, komplikasi pada kehamilan dan terutama persalinan, dispareni, nyeri panggul kronis, dan perubahan kepercayaan diri.

Hal ini senada dengan apa yang ahli medis sampaikan bahwa dampak langsung dari praktik khitan bagi perempuan adalah pendarahan. Sedangkan jangka panjangnya dapat menyebabkan infeksi reproduksi, kehilangan kenikmatan dalam berhubungan seks, bahkan trauma yang berkepanjangan. Sehingga, sunat perempuan tidak memiliki manfaat sama sekali secara medis.

Baca Juga:

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

Lingkup Kesaksian Perempuan Tidak Terbatas

Jangan Membedakan Kasih Sayang Anak Perempuan dan Laki-laki

Percaya dengan Fatwa KUPI: Jangan Mengkhitan Anak Perempuanmu

Sungguh pengalaman perempuan-perempuan di atas tidak ingin dialami oleh putriku. Terlahir sebagai perempuan, tidak seharusnya tubuhnya dilukai, apalagi sampai menyebabkan ia mengalami trauma dan sakit dalam jangka panjang. Putriku berhak terbebas dari segala bentuk kekerasan.

Fatwa KUPI tentang Khitan Perempuan

Salah satu perspektif yang terus menguatkan aku dan suami untuk tidak mengkhitan putri kami adalah fatwa KUPI II tentang Pemotongan dan/atau Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) tanpa alasan medis hukumnya haram.

Melalui fatwa ini KUPI menegaskan bahwa khitan bagi perempuan tidak ada manfaatnya sama sekali. Justru sebaliknya, praktik ini dapat membahayakan perempuan, karena praktik ini menyasar anatomi tubuh perempuan yang primer, terutama klitoris dalam fungsi reproduksi manusia.

Sementara seperti yang Dr. Faqihuddin Abdul Kodir sampaikan dalam diskusi tentang P2GP tanpa alasan medis di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) pada Februari 2024. Beliau menyebutkan bahwa Islam berpendapat anatomi ini harus selalu kita rawat, jaga dan lindungi dari segala bentuk pelukaan dan pemotongan tanpa alasan medis yang membahayakan.

Lebih dari itu, Dr. Faqih juga memaparkan bahwa perempuan dengan klitoris yang terluka, apalagi terpotong sulit menikmati seks, rentan menjadi frigid. Bahkan dapat mengancam jiwanya. Padahal laki-laki dan perempuan sama-sama berhak untuk menikmati seks. Oleh sebab itu, pada perhelatan KUPI II, seluruh ulama perempuan bersepakat bahwa:

Pertama, hukum melakukan tindakan P2GP yang membahayakan tanpa alasan medis adalah haram.

Kedua, semua pihak bertanggung jawab mencegah tindakan P2GP yang membahayakan tanpa alasan medis. Terutama anggota keluarga, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, LSM, pemerintah, dan media.

Ketiga, hukum menggunakan wewenang sebagai keluarga, tokoh agama, tokoh adat, tenaga medis dan media dalam melindungi perempuan dari bahaya tindakan P2GP tanpa alasan medis adalah wajib.

Dari tiga kesepakatan ini, setidaknya aku dan suami telah berkhidmat pada poin dua. Sebagai orang tua, kami berupaya untuk mencegah tindakan P2GP yang membahayakan tanpa alasan medis.

Selain itu, aku juga berharap semoga secara perlahan ada lebih banyak orang tua yang aware tentang bahayanya khitan bagi perempuan. Sehingga praktik ini bukan hanya berkurang, tapi justru kita hapuskan dari tradisi budaya dan kepercayaan keagamaan yang keliru. []

Tags: AkuAnak PerempuanMengkhitanTidak
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Ibadah Kurban

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

4 Juni 2025
Mitos Israel

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

4 Juni 2025
Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Resident Playbook

    Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID