Mubadalah.id – Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan mulia yang terletak di antara bulan Rajab dan Ramadan. Dalam hadis, dikatakan bahwa Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulan Rasulullah, dan Ramadan adalah bulan umat Islam. Karena itu, ulama menganjurkan untuk kita memperbanyak selawat di bulan ini.
Sya’ban: Turunnya Ayat Selawat
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki bahkan dalam kitabnya, Ma Dza fi Sya’ban memberikan penjelasan dalam bab tersendiri, bahwa Sya’ban merupakan bulan berselawat kepada Nabi (Syahr as-Shalat ‘ala an-Nabi). Hal tersebut karena, Sya’ban ialah bulan turunnya ayat selawat.
Beliau dalam hal ini, menyebut tiga riwayat yang menjadi argumen dasar pendapatnya. Antara lain adalah riwayat Ibnu Abi Ashaif Al-Yamani, Imam Shibabbudin al-Qashtalani, dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Haitami.
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawat lah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)
Keutamaan Selawat
Ulama juga menafsirkan ayat di atas bahwa selawat merupakan ibadah yang paling utama. Sebab, Allah memerintahkan kita semua untuk melakukan ibadah lain, seperti shalat, zakat, puasa, hingga haji, Dia sendiri tidak melakukannya.
Namun, dalam hal ini, sebelum Allah memerintahkan kita yang beriman untuk berselawat kepada makhluk yang paling mulia tersebut, Dia menyatakan bahwa Allah dan malaikat-Nya sudah berselawat untuk Rasulullah saw.
Dalam berbagai riwayat hadis sahih, Rasulullah sendiri juga sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak membaca selawat. Sebagaimana salah satunya termaktub dalam kitab Kasyf al-Ghummah, Imam al-Sya’rani meriwayatkan:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ عَلَيَّ زَكَاةٌ لَكُمْ وَإِنَّهَا أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ
“Berselawatlah kalian semua kepadaku, karena sesungguhnya selawat kalian kepadaku menjadi zakat bagi kalian semua, dan pahalanya berlipat ganda.”
Di Balik Turunnya Syariat
Turunnya syariat Islam, termasuk kewajiban salat, puasa, zakat, dan haji, memiliki hikmah dan tujuan. Demikian pula perintah untuk menghaturkan selawat. Selain merupakan doa dan pujian untuk Rasulullah yang manfaat dan pahalanya akan kembali kepada kita, selawat juga merupakan benteng tauhid untuk umat.
Sebagaimana Sayyid Murtadha al-Zabidi al-Syafi’i al-Asy’ari dalam Kitab Ithaf al-Sadah al-Muttaqin syarah Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa dengan merutinkan berselawat, status keimanan umat Islam kepada Allah akan senantiasa terjaga. Selain itu terhindar dari berbagai bentuk penyimpangan hingga hari kiamat.
Dalam kitabnya, beliau menuliskan, “Wannabiyyu shallāhu ‘alaihi wasallam wa in jalla qadruhu muḫtājun ilā rahmatihī ta’ālā wa fadhlih.” Artinya betapapun tingginya kedudukan Rasulullah, beliau saw. membutuhkan kasih sayang dan kemurahan Allah.
Maknanya dengan selawat ini, kita sebagai umat Islam tidak akan terjatuh pada bentuk penyimpangan tauhid, sebab akan senantiasa terpatri dalam iman bahwa Allah berposisi sebagai “Dzat Pemberi” Rahmat dan Keselamatan. Sedang Rasulullah sebagai Kekasih-Nya berposisi sebagai “Penerima”, tanpa sedikitpun mengurangi derajat kemuliaan Baginda saw. di sisi Allah.
Menukil keterangan dari Gus Baha, dalam sebuah kesempatan beliau pernah menerangkan bahwa ada hikmah di balik turunnya syariat selawat khusus bagi umat Islam. Yaitu, sebab diangkatnya Rasulullah saw. sebagai utusan pembawa risalah Allah adalah setelah Nabi Isa as., yang sebelumnya juga telah didahului Nabi Musa as.
Sya’ban Moment Memperbanyak Ibadah
Umat dari kedua Nabi tersebut pada waktu itu sudah melakukan kesalahan fatal, Kaum Nasrani terlalu mengagung-agungkan nabinya yaitu menganggap Nabi Isa as. sebagai tuhan. Sedangkan orang Yahudi merendahkan Nabinya, seperti menuduh Nabi Isa sebagai anak hasil zina. Bahkan juga membunuh nabi-nabinya dari kalangan Bani Israil.
Sehingga turunnya syariat selawat kepada umat Nabi Muhammad saw, adalah tetap untuk mengagungkan Nabi Muhammad saw. Bahwa beliau sebagai makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash selawat dari Allah, yang juga memiliki status sebagai hamba Allah.
Maksudnya tidak mendudukkan beliau saw setingkat dengan Allah, sebagaimana kaum Nasrani telah menuhankan nabi mereka. Atau sebaliknya jauh dari perilaku tidak menghormati nabi sebagaimana kaum Yahudi yang menghinakan para utusan-Nya.
Selawat kepada Rasulullah saw adalah bentuk ikrar bahwa Allah sebagai Dzat yang Maha Pemberi dan mengakui bahwa Rasulullah saw. sebagai kekasih Allah yang bagaimanapun sangat tinggi kemuliannya, akan tetapi kedudukannya tetap sebagai hamba Allah.
Di mana redaksi selawat sebagaimana dalam salah satu riwayat, yaitu Allāhumma shalli ‘alā sayyidinā Muhammad. Artinya, “Saya memohon ya Allah, Engkau adalah pemberi, anugerahkanlah selawat-Mu kepada Nabi saw.”
Walhasil, Bulan Sya’ban, dengan segala keistimewaannya, adalah momen yang tepat untuk memperbanyak ibadah, terutama dengan memperbanyak selawat dan amalan-amalan baik. Bulan ini juga merupakan momen yang baik untuk persiapan menyambut Ramadan dengan lebih siap secara spiritual.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إبْرَاهيمَ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا إبْرَاهيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إبْرَاهيمَ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا إبْرَاهيمَ، فِى العَالَمِيْنَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Wallah a’lam.[]