Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Dr. Nyai. Hj. Nur Rofiah., Bil.Uzm tentang pengalaman laki-laki dan perempuan sebagai korban kekerasan seksual, maka menurutnya hal ini tidaklah sama. Bahkan bisa 180 derajat berbeda.
Salah satu kasus kekerasan seksual misalnya perkoasaan. Tindakan ini menurut Bu Nur Rofiah menyebabkan perempuan mengalami kehamilan, kelahiran bayi, nifas, dan penyusuan bayi, sedangkan laki-laki tidak.
Bahkan secara sosial, perkosaan bisa menyebabkan perempuan mengalami stigma sebagai perempuan kotor, semakin dipandang lebih rendah, kadang dipaksa nikah dengan pelakunya demi nama baik keluarga dan masyarakat, dan lain-lain.
Padahal perkawinan, pada kasus ini, tidak menyebabkan pemaksaan seksual mengubah dampak buruk yang dialami perempuan sebagai korban perkosaan. Sebaliknya, laki sebagai pemerkosa tetap mendapatkan manfaat setelah menikahi korbannya. Artinya, apa yang manfaat bagi laki-laki tidaklah selalu bermanfaat bagi perempuan.
Demikian pula perkawinan anak. Anak perempuan yang dinikahkah sangat mungkin mengalami hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui di usia anak. Padahal pengalaman ini kerap dengan rasa sakit berlipat (wahnan ala wahnin).
Sementara laki-laki menikah di usia anak maupun dewasa tidak akan mengalaminya. Gap dampak buruk perkawinan anak pada laki-laki dan perempuan semakin lebar pada perkawinan antara laki-laki dewasa dengan perempuan yang masih usia anak.
Gap ini lagi-lagi menunjukkan bahwa pentingnya perumusan kemaslahatan dengan mempertimbangkan persamaan antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia di satu sisi, sekaligus mempertimbangkan perbedaan keduanya di sisi lain.
Pengabaian atas pengalaman kemanusiaan khas perempuan, baik secara biologis maupun sosial, kerap melahirkan pengetahuan agama berdampak buruk (keburukan), bahkan membahayakan (mudlarat) pada perempuan.
Padahal pada saat yang sama ia tidak demikian pada laki-laki. Tidak jarang bahkan laki-laki secara sepihak justru mendapatkan manfaat dari tindakan tersebut.
Karena kemaslahatan dalam sistem kehidupan yang dikehendaki oleh Islam ditujukan pada seluruh manusia, laki-laki sekaligus, maka ia mesti bisa dinikmati oleh keduanya. Demikian pula keburukan apalagi bahaya juga mesti dicegah dari keduanya. []