Anak-anak yang lahir dari hubungan inses sering kali bernasib tragis. Mereka dibuang, ditelantarkan, atau bahkan dihilangkan nyawanya.
Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu, masyarakat Kota Medan digegerkan oleh penemuan sosok bayi dalam kardus yang terbungkus beberapa helai kain. Melansir dari Kompas.com, peristiwa ini terjadi pada 8 Mei 2025.
Kejadian bermula ketika Yusuf, seorang pengemudi ojek online, menerima pesanan layanan GoSend dari seseorang untuk mengantarkan sebuah paket kardus kepada penerima bernama Putri. Alamat tujuan berada di sekitar sebuah masjid. Namun, sesampainya di lokasi, tak ada satu pun warga yang mengenal nama Putri. Nomor si pengirim pun sudah tidak bisa ia hubungi.
Dengan rasa curiga, Yusuf memutuskan membuka kardus tersebut. Betapa terkejutnya ia saat menemukan seorang bayi di dalamnya. Ia pun segera melaporkan temuan ini ke pihak berwajib.
Setelah melakukan proses penyelidikan, pihak kepolisian akhirnya mengungkap pelaku di balik pembuangan bayi tersebut. Mereka adalah dua saudara kandung berinisial NH (21) dan R (25). Berdasarkan hasil pemeriksaan, bayi itu merupakan hasil dari hubungan inses yang keduanya lakukan.
Hubungan terlarang tersebut berujung pada kehamilan, hingga akhirnya bayi tersebut lahir. Karena merasa malu dan ingin menyembunyikan aib, NH dan R tega membuang bayi itu dengan cara mengirimkannya melalui ojek online ke dekat masjid. Mereka berharap bayi tersebut ditemukan oleh marbot masjid lalu dimakamkan diam-diam. Namun, berkat kepekaan Yusuf, bayi itu selamat.
Pandangan Agama dan Hukum Positif
Inses atau hubungan seksual sedarah adalah perilaku yang sangat dilarang, baik oleh hukum negara maupun agama. Dalam Islam, larangan ini secara tegas tertulis dalam QS. an-Nisa ayat 23, yang menyebutkan siapa saja yang haram untuk dinikahi.
Sedangkan dalam hukum positif Indonesia, hubungan inses termasuk dalam pelanggaran yang diatur dalam UU No. 284 tentang perzinahan dan Pasal 294 KUHP tentang pencabulan.
Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, inses juga menjadi peluang terjadinya kekerasan seksual. Hal ini biasanya terjadi karena adanya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban.
Dalam banyak kasus, pelaku yang biasanya laki-laki dan memiliki otoritas lebih dapat dengan mudah memaksa pihak yang lebih lemah, yaitu perempuan, untuk menuruti keinginannya melalui paksaan atau ancaman. Hubungan inses yang mengakibatkan kehamilan juga sering kali menimbulkan kebingungan bagi pelaku, karena kehamilan tersebut merupakan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD).
Banyak dari mereka yang kemudian memilih jalan pintas yaitu dengan membuang, bahkan membunuh anak yang lahir, karena malu atau ingin menghapus jejak dari perbuatan terlarang tersebut. Anak-anak yang lahir dari hubungan inses sering kali bernasib tragis. Mereka dibuang, ditelantarkan, atau bahkan dihilangkan nyawanya. Padahal, mereka adalah manusia yang tidak berdosa.
Perilaku seperti ini jelas merupakan kejahatan kemanusiaan. Tidak adil jika seorang anak yang baru lahir harus menanggung dosa dan aib. Siapa pun yang melakukan hubungan terlarang, harus siap menanggung segala konsekuensinya, baik secara hukum maupun secara moral di hadapan Tuhan.
Melihat Nasib Anak Korban Inses
Dalam setiap kasus inses, perhatian kita seharusnya tidak hanya tertuju pada pelaku, tetapi juga pada nasib anak yang menjadi korban. Mereka tidak hanya membutuhkan perlindungan fisik, tetapi juga pendampingan psikis agar bisa tumbuh tanpa merasa terhina oleh label “anak haram” yang kerap melekat pada mereka.
Jika para orang tua tidak mampu atau tidak mau merawat anak-anak ini, negara maupun masyarakat dapat membantu mencarikan jalan keluar, seperti menitipkan mereka ke panti asuhan yang aman dan layak.
Bahkan banyak pasangan yang belum memiliki anak dan ingin mengadopsi. Opsi ini bisa menjadi solusi agar anak-anak tersebut tetap mendapatkan kasih sayang dan masa depan yang layak. []