• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

Ihdâd, dalam kitab-kitab kuning, selalu dinyatakan wajib dilakukan bagi istri yang suaminya wafat dengan tujuan menyempurnakan penghormatan terhadap suami dan memelihara haknya

Redaksi Redaksi
24/05/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
ihdâd

ihdâd

675
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Secara etimologis, ihdâd atau juga disebut hidâd berarti mencegah (imtinâ’) dari memakai perhiasan. Dalam vocabulary Arab, ihdâd berarti keadaan perempuan yang tidak menghias dirinya sebagai tanda perasaan berkabung atas kematian suaminya atau keluarganya. Kalau bagi selain suami, ihdâd hanya sampai masa tiga hari.

Dalam ajaran fikih konvensional, ihdâd hanya berlaku bagi istri yang ditinggal mati suaminya, dan tidak berlaku terhadap suami yang ditinggal mati istrinya. Bahkan Ihdâd juga tidak dapat dikenakan kepada istri yang ditalak raj’i dan talak bâ`in.

Ihdâd, dalam kitab-kitab kuning, selalu menyatakan wajib bagi istri ketika suaminya wafat dengan tujuan menyempurnakan penghormatan terhadap suami dan memelihara haknya. Ihdâd dalam ajaran Islam berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat al-Thalâq (65) ayat 1:

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka dapat (menghadapi) ‘iddah-nya (yang wajar) dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (izin) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang”.

Selain itu, ihdâd juga berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW: “seorang perempuan tidak boleh melakukan ihdâd lebih dari tiga hari. Kecuali atas kematian suaminya. Maka ia melakukan ihdâd selama empat bulan sepuluh hari…” (HR. al-Jama’ah kecuali al-Tirmidzi).

Dalam hadits Ummi Salamah dikatakan: “Terhadap perempuan yang ditinggal mati suaminya, janganlah ia memakai pakaian yang dicelup, jangan memakai perhiasan, jangan memakai pewarna wajah, dan jangan bercelak” (HR. Ahmad ibn Hanbal, Abu Dawud, dan al-Nasa`i).

Hadits dari Imam al-Bukhari dan Imam Muslim yang berasal dari Ummu ‘Athiyah juga berisi larangan yang sama dengan hal di atas. Dinyatakan bahwa jika seorang istri yang ditinggal wafat suaminya mengetahui bahwa ihdâd wajib dilakukan selama masa ‘iddah. Namun ia tidak melakukannya, maka tindakannya termasuk mendurhakai Allah.

Baca Juga:

Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Masturbasi atau Onani: Istilah Teknis dan Pengertiannya

Pengertian Nusyuz dalam Al-Qur’an

Pengertian Menyusui dalam Fiqh

Ihdâd Dalam Fikih Konvensional

Menurut kitab-kitab fikih konvensional, perempuan yang ditinggal mati oleh suami atau keluarganya diharuskan melakukan ihdâd dengan cara menjauhi hal-hal berikut:

Pertama, memakai perhiasan cincin atau perak. Larangan ini pada umumnya oleh ahli fikih, kecuali menurut sebagian madzhab Syafi’i.

Kedua, memakai pakaian yang terbuat dari sutera berwarna putih. Ketiga, memakai pakaian yang berbau wangi.

Keempat, memakai pakaian dengan warna mencolak, misalnya warna merah atau kuning. Pada umumnya ahli fikih menyatakan bahwa perempuan tersebut boleh memakai pakaian yang berwarna hitam.

Akan tetapi, menurut madzhab Maliki, pakaian yang berwarna hitam pun tidak boleh dipakai kecuali jika di kalangan masyarakatnya warna hitam dipandang untuk mempercantik diri.

Kelima, memakai wewangian (parfum) pada tubuhnya, kecuali untuk keperluan menghilangkan bau tidak sedap pada kemaluannya sehabis haid.

Bahkan, madzhab Maliki berpendapat bahwa perempuan yang sedang melakukan ihdâd tidak boleh melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan wewangian. Misalnya menjadi pembuat atau pedagang minyak wangi.

Keenam, meminyaki rambut, baik minyak yang mengandung wewangian maupun tidak mengandung wewangian. Ketujuh, memakai celak, karena hal itu akan memperindah mata. Menurut ahli fikih, jika bercelak untuk keperluan pengobatan boleh ia lakukan pada malam hari, sedangkan pada siang hari tetap tidak fikih benarkan.

Kedelapan, mewarnai kuku dengan inai dan semua yang berkaitan dengan pewarnaan wajah. Seluruh larangan ini berdasarkan kepada hadits riwayat Bukhari dan Muslim juga dengan hadits al-Nasa`i dan Ahmad ibn Hanbal. []

Tags: Dasar HukumIhdadPengertian
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Gender

Islam dan Persoalan Gender

11 Juli 2025
Tauhid

Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

11 Juli 2025
Tauhid dalam Islam

Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

11 Juli 2025
Membebaskan Manusia

Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah

11 Juli 2025
Berkeluarga

Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia

10 Juli 2025
Perempuan sebagai Fitnah

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID