• Login
  • Register
Rabu, 23 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Sayangnya, dalam banyak kebiasaan dan ceramah Iduladha, narasi perempuan seringkali masih tertinggal.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
06/06/2025
in Personal, Rekomendasi
0
Narasi Hajar

Narasi Hajar

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap tahun, Iduladha hadir sebagai momentum sakral dalam kalender umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada hari itu, jutaan umat Muslim mengenang kembali kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail.

Dia rela menyerahkan apa yang paling berharga demi menjalankan perintah Tuhan. Kisah yang sudah melekat dalam benak umat Islam ini menjadi dasar dari ritual penyembelihan hewan kurban, yang sarat makna keikhlasan dan ketundukan kepada Sang Pencipta.

Namun, di balik kisah itu, ada satu tokoh perempuan yang perannya seringkali terlupakan, atau paling tidak kurang mendapatkan sorotan yang layak: Hajar, istri Ibrahim dan ibu dari Ismail. Dalam narasi Iduladha yang dominan, Hajar tampak seperti figuran, padahal ia adalah figur yang sangat penting, tokoh yang kerap kali menjadi sumber inspirasi spiritual yang sangat relevan untuk kita di masa kini.

Hajar adalah perempuan yang Ibrahim tinggalkan di padang pasir yang tandus, di sebuah lembah terpencil tanpa air dan tempat berlindung. Dalam situasi yang sangat genting dan berbahaya itu, ia tidak menyerah.

Demi menyelamatkan anaknya yang kehausan, Hajar berlari bolak-balik antara dua bukit, Shafa dan Marwah, sebanyak tujuh kali, mencari sumber air. Dari perjuangan itulah, mata air Zamzam muncul secara ajaib, memberi kehidupan di tengah kekeringan.

Baca Juga:

Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

Namun, kisah Hajar bukan sekadar cerita sejarah atau dongeng religius. Ia menyimpan pesan besar tentang keteguhan, keberanian, dan keimanan yang nyata. Di mana  sangat diperlukan untuk memahami Iduladha lebih utuh, terutama dalam konteks perempuan.

Simbol Perjuangan Seorang Ibu

Kita sering memahami Iduladha dari sudut pandang Ibrahim dan Ismail, figur laki-laki yang teruji keimanannya dengan ujian pengorbanan terbesar. Tapi, tanpa Hajar, ujian itu tidak akan pernah bisa terwujud. Hajar adalah simbol perjuangan seorang ibu, yang dengan segala keterbatasan dan ketidakpastian, tetap berjuang penuh harap demi masa depan anaknya.

Ketika kita memaknai Iduladha, tidak cukup hanya mengenang pengorbanan Ibrahim dan Ismail saja. Narasi Hajar harus kita angkat sebagai bagian penting dari spiritualitas kurban. Ia mengingatkan kita bahwa pengorbanan sejati tidak melulu soal kesiapan mental menghadapi perintah Tuhan, tetapi juga tentang keuletan dan keberanian menghadapi ketidakpastian hidup.

Lebih jauh, kisah Hajar memberikan penegasan bahwa peran perempuan dalam sejarah dan spiritualitas Islam sangat krusial. Perempuan bukan hanya pendamping pasif, tetapi juga penggerak aktif dalam perjalanan iman.

Dalam tradisi Islam, ibadah Sa’i yang merefleksikan lari bolak-balik Hajar antara Shafa dan Marwah justru menjadi bagian penting dari ritual haji dan umrah. Artinya, setiap Muslim ketika menjalankan ibadah tersebut sebenarnya sedang meneladani keteguhan Hajar, bukan hanya Ibrahim.

Mengingat pentingnya narasi Hajar, relevansi kisah ini dengan realitas perempuan di Indonesia hari ini pun tak bisa terabaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia masih relatif rendah, hanya sekitar 54,42%, jauh di bawah laki-laki yang mencapai 83,22%.

Selain itu, menurut Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada tahun 2023 tercatat lebih dari 457.000 kasus, menandakan bahwa masih banyak tantangan berat yang dihadapi perempuan.

Narasi Hajar

Dalam konteks ini, Hajar menjadi cermin. Ia adalah gambaran perempuan yang harus berjuang sendiri, dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan keterbatasan, tanpa banyak dukungan. Perempuan pekerja, ibu rumah tangga yang juga kepala keluarga, bahkan para penyintas kekerasan yang memilih bangkit dan bertahan, mereka adalah “Hajar-Hajar” masa kini yang berjuang tanpa henti demi masa depan lebih baik.

Sayangnya, dalam banyak kebiasaan dan ceramah Iduladha, narasi perempuan seringkali masih tertinggal. Cerita dan peran perempuan terposisikan di pinggir panggung, bahkan seringkali terlupakan. Ini juga mencerminkan bagaimana dalam praktik sosial dan budaya, perempuan kerap kita pandang sebagai pelengkap atau pendukung, bukan pelaku utama perubahan.

Padahal, jika kita mengkaji kembali narasi besar Iduladha secara holistik, akan terlihat bahwa perempuan seperti Hajar tidak sekadar pelengkap. Melainkan bagian sentral yang harus mendapatkan pengakuan yang sama pentingnya dengan Ibrahim dan Ismail. Dengan mengangkat kisah Hajar, kita menegaskan bahwa perjuangan dan pengorbanan perempuan adalah bagian dari spiritualitas Islam yang seutuhnya.

Pengarusutamaan kisah Hajar dalam pendidikan agama dan dakwah juga sangat penting. Saat ini, materi pembelajaran agama di sekolah dan pesantren kerap berfokus pada figur laki-laki. Narasi Hajar yang penuh kekuatan dan inspirasi sering kali tidak terekam secara optimal dalam kurikulum dan ceramah keagamaan.

Padahal, memperkenalkan kisah Hajar kepada generasi muda dapat membangun kesadaran gender yang lebih baik dan menanamkan nilai-nilai ketangguhan, keberanian, dan keimanan yang kuat, tidak hanya pada laki-laki tapi juga perempuan. Ini juga bisa menjadi cara memperkuat nilai-nilai kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat yang plural dan demokratis.

Momentum Keadilan Gender

Iduladha, dengan semangat kurbannya, seharusnya menjadi momentum untuk menyatukan spiritualitas dengan keadilan sosial, termasuk keadilan gender. Menghidupkan kembali narasi Hajar dalam konteks ini adalah langkah penting agar kita tidak hanya merayakan ritual tanpa makna sosial dan kemanusiaan yang mendalam.

Sejalan dengan ajaran Islam yang menempatkan perempuan sebagai makhluk mulia dan berperan besar dalam keluarga dan masyarakat, pengakuan narasi Hajar bisa membuka ruang bagi dialog yang lebih luas tentang peran perempuan dalam keagamaan dan publik.

Momentum Iduladha bukan hanya soal berapa banyak hewan yang disembelih, atau siapa yang paling taat menjalankan ritual. Lebih dari itu, ini soal bagaimana kita memaknai pengorbanan, keteguhan hati, dan pengabdian pada nilai-nilai kemanusiaan.

Narasi Hajar memberikan warna baru dalam memaknai Iduladha, bahwa pengorbanan perempuan, ketabahan dalam menghadapi kesulitan, dan keberanian untuk bertahan dalam ketidakpastian adalah inti dari spiritualitas yang harus kita hargai dan tersebarkan.

Mari kita jadikan Iduladha sebagai momentum tidak hanya untuk merayakan ketaatan Ibrahim dan Ismail, tetapi juga mengakui dan mengapresiasi peran perempuan seperti Hajar. Dengan keberaniannya mengajarkan kita arti sesungguhnya dari pengorbanan dan iman. []

Tags: Hari Raya IduladhaIbadah KurbanislamKhutbah IduladhaNarasi Hajarsejarah
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Zina

Mengapa Zina dilarang Agama?

23 Juli 2025
Perlindungan Anak

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

23 Juli 2025
Perselingkuhan

Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

22 Juli 2025
Tren S-Line

Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

21 Juli 2025
low maintenance friendship

Low Maintenance Friendship: Seni Bersahabat dengan Sehat, Bahagia, dan Setara

21 Juli 2025
Nikah atau Mapan Dulu

Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial

20 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Keadilan

    Standar Keadilan Menurut Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menemukan Makna Cinta yang Mubadalah dari Film Sore: Istri dari Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Viral Pegawai PPPK Ramai-ramai Gugat Cerai Suami: Disfungsi Institusi Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Zina dilarang Agama?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional
  • Mengapa Zina dilarang Agama?
  • Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura
  • Viral Pegawai PPPK Ramai-ramai Gugat Cerai Suami: Disfungsi Institusi Pernikahan
  • Menghargai Hak-hak Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID