• Login
  • Register
Senin, 14 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

Mas-mas pelayaran setidaknya sudah mengingatkan kita akan pentingnya sikap disiplin. Tapi ada yang ia lupakan, yakni kemanusiaan.

Khairul Anwar Khairul Anwar
13/07/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Mas Pelayaran

Mas Pelayaran

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dunia media sosial belum lama ini dibuat gempar. Musababnya, adanya perselisihan antara Driver Shopee Food vs Mas Pelayaran. Driver yang mengantar pesanan bareng kekasihnya, dimaki-maki dan dianiaya oleh Mas Pelayaran gara-gara telat lima menit. Pacar si driver sudah berusaha menjelaskan alasan keterlambatan, namun si Pelayaran tak mau tahu dan dengan emosi menghujani makian dan pukulan terhadap pasangan driver itu. 

Beruntung, kejadian tersebut viral di media sosial, yang mendorong rekan-rekan sejawat sesama driver shopee food untuk menunjukkan solidaritasnya terhadap sesama pekerja pengantar makanan. Mereka ramai-ramai menggeruduk rumah mas Pelayaran. Pada akhirnya, seperti yang kita ketahui, mas pelayaran jadi tersangka dan terancam 5 tahun penjara.

Memanusiakan Manusia

Dari kejadian tersebut, kita tak hanya belajar soal etika memanusiakan manusia, tapi juga berlatih menahan diri agar tidak kemaki dan sombong atas profesi yang kita anggap ‘wow’. Sang penganiaya mengaku sebagai orang pelayaran saat mencaci-maki korban. Ia seakan ingin memberitahu bahwa orang pelayaran identik dengan kedisiplinan, sehingga driver shopee food yang terlambat, ia nilai tidak sesuai dengan kebiasaan yang ia bangun. Maka, tak ada ampun bagi orang-orang yang nggak disiplin.

Nama Takbirdha Tsalasiwi Wartyana, orang yang mengaku sebagai Mas Pelayaran, pun jadi sorotan. Pasca ditahan aparat penegak hukum, terungkap kalau sebenarnya ia hanya bekerja sebagai staf administrasi di sebuah pelabuhan. Alias bukan orang pelayaran. Dari sini, setidaknya ia telah melakukan empat kesalahan. Pertama, berbohong. Kedua, sombong dengan merendahkan profesi orang lain. Ketiga, memaki-maki. Empat, menganiaya.

Dosa-dosa tersebut walhasil harus ia bayar mahal. Gara-gara makanan telat lima menit, berujung lima tahun penjara. Sebuah pengalaman dan pelajaran berharga untuk kita, bahwa di era yang sudah serba digital, segala aktivitas kita di ruang publik, akan dengan mudah tersorot kamera, lalu tiba-tiba tersebar di dunia maya. Kalau berperangai buruk, tentu tidak hanya merugikan orang lain, tapi juga berefek negatif bagi diri sendiri. 

Baca Juga:

4 Strategi Menanamkan Kedisiplinan Kepada Anak

Takbirdha sudah mengalami itu. Ia terjerat senjata makan tuan. Niat hati ingin melukai pasangan driver tersebut, ia sendiri yang akhirnya kena sial: digeruduk driver shopee food, tertekan sanksi sosial, hingga terkurung di balik jeruji besi.

Andai kejadian itu tak terekam kamera, mungkin saja Takbirdha akan kembali berulah. Ia akan membentak-bentak kepada siapa pun yang tidak disiplin, yang mencerminkan sikap arogansi manusia terhadap kaum yang ia anggap lebih lemah darinya.

Kedisiplinan Perlu Dipraktikkan

Menjadi pengingat bagi kita, bahwa kedisiplinan jangan hanya terucap secara lisan, tapi juga harus kita iringi aksi nyata. Perilaku memaki-maki hingga kekerasan terhadap sesama manusia, tentu saja tidak mencerminkan sikap disiplin. Prinsip-prinsip disiplin mengajarkan rasa hormat, tanggung jawab, dan ketaatan pada aturan. Disiplin lebih mengarah pada pengaturan diri dan perilaku yang teratur, bukan pada tindakan menyakiti orang lain.

Dalam hal ini, konflik antara driver ojol dengan mas pelayaran tidak bisa kita maknai hanya sebatas masalah keterlambatan pesanan. Ada unsur status sosial yang diumbar salah satu pihak, dalam hal ini oleh si pemesan (mas pelayaran). Ia menggunakan status profesinya (meski kemudian terungkap ia bukan orang pelayaran) untuk berbuat aniaya terhadap orang lain. Hal yang kerap terjadi tidak hanya di Sleman, Yogyakarta.

Atas perbuatan keji dan membawa-bawa profesi itulah yang membuat ia viral. Pada akhirnya, kata ‘pelayaran’ pun juga jadi trending topik. Akun-akun medsos juga ikut-ikutan memparodikan kejadian tersebut. Memparodikan tentang bagaimana status karir yang mapan ternyata tidak berbanding lurus dengan kedisiplinan yang matang.

Sejatinya, seseorang akan lebih menaruh hormat kepada orang yang meskipun telah mempunyai profesi mentereng, namun masih mau menghargai dan memanusiakan orang lain. Terlepas dari apapun pekerjaannya, gajinya, dan jabatannya. Sayangnya, di dunia ini, tak jarang kita mendengar kabar tentang perilaku arogan dan sombong manusia-manusia yang membanggakan profesi serta harta kekayaannya.

Kasus Lain yang Serupa

Tentu masih segar di ingatan kita tentang bagaimana anak pejabat pajak Mario Dandhy yang menindas putra pengurus GP Ansor. Kita juga tak lupa sama perilaku Kombes Pol Jonner Samosir, sosok polisi yang viral usai bentak warga dengan kata “Siapa Kamu”.

Sementara di Indramayu saat kampanye Pilkada kemarin, ada bupati petahana yang memarahi pendukung lawannya dengan membawa-bawa nama bapaknya yang seorang mantan Kapolri. Dan lain-lain yang tak perlu saya sebutkan satu persatu.

Tak dapat kita pungkiri, bahwa kekayaan, jabatan, dan status mentereng orang tua, cenderung bisa membuat seseorang berperilaku angkuh dan semena-mena terhadap orang lain. Meski tidak semua, sebab saya juga yakin ada banyak orang yang meski kaya ia tetap rendah hati dan dermawan. 

Ketika ada sebagian para pejabat kita yang arogan dan flexing di media sosial, ada para konglomerat yang tak mau berbakti dan memberi, dan ada pembuat kebijakan yang tak selalu memihak ke rakyat kecil, kita kemudian jadi teringat akan sejarah yang pernah para guru ajarkan saat kita sekolah dulu. 

Historisitas Sosok Terdahulu

Secara historis, guru-guru kita pernah mengenalkan sosok seperti Fir’aun, Qarun, dan Haman. Mereka terkenal memiliki kekuasaan dan kekayaan, tetapi juga sombong dan menentang ajaran Allah.

Pada masa Nabi Musa, Fir’aun adalah sosok tinggi hati yang mengaku sebagai Tuhan. Sementara Qarun, dikisahkan sebagai sepupu dari Nabi Musa dan berkebangsaan Bani Israil. Ia adalah sosok yang sangat sombong dan suka memamerkan hartanya. Sedangkan, Haman, sosok yang merasa paling pintar.

Oleh sebab ketamakan dan kesombongannya itu, ketiga orang ini (Fir’aun, Qarun dan Hanan) mendapatkan balasan azab dari Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam firmannya surat Al Ankabut ayat 39. “Dan (juga) Qarun, Fir’aun, dan Haman. Sungguh, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Tetapi mereka berlaku sombong di bumi, dan mereka orang-orang yang tidak luput (dari azab Allah).”

Ayat ini memberikan pelajaran bahwa kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran akan mendatangkan azab dari sang kuasa. Meskipun kita sudah kaya, sukses, pangkat tinggi, dan punya pengaruh di masyarakat, agama mengajarkan kita agar jangan sombong, apalagi sombong yang berujung pada perbuatan kekerasan.

Status Kita di Mata Tuhan

Di mata Tuhan, status kita sama, terlepas dari perbedaan sosial, ekonomi, ras, pekerjaan, agama, dan jenis kelamin. Mau presiden, pejabat pemerintahan, mas-mas pelayaran, maupun tukang becak, tukang bakso, hingga penjual gorengan, status kita tetap sama di mata sang pencipta. Tidak ada ajaran yang menyebut bahwa orang dengan jabatan mentereng akan masuk surga, sedangkan orang miskin masuk neraka. Tidak ada. 

Konsep dalam Islam menyebut bahwa derajat kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT tidak ditentukan oleh faktor-faktor duniawi seperti kekayaan, keturunan, atau jabatan, melainkan oleh tingkat ketakwaannya. Surat Al-Hujurat ayat 13 menegaskan hal ini, menyatakan bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. 

Ulama kontemporer, Quraish Shihab, menyebut konsep takwa adalah upaya sungguh-sungguh untuk menjaga diri dari siksa Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, orang yang bertakwa juga ditandai dengan kejujuran, menepati janji, dan kesabaran serta kemampuan menahan amarah.

Mas-mas pelayaran tidak merefleksikan itu semua. Ia tidak ada rasa toleransi meski secuil, tidak sabaran dan tak bisa menguasai emosi untuk tidak ngamuk-ngamuk. 

Meski begitu, mas-mas pelayaran setidaknya sudah mengingatkan kita akan pentingnya sikap disiplin. Tapi ada yang ia lupakan, yakni kemanusiaan. Bahwa sikap hormat, respek, simpati, dan empati, kepada orang lain, jauh lebih berharga nilainya, dan itu perlu ditunjukan tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Dan tak perlu pula mengaku-ngaku diri sebagai orang terpandang, atau dari keluarga mapan, lalu justru jatuhnya malah meremehkan yang lain. 

Jadi, apapun profesi dan jabatan mu, mari tetap jadi orang baik yang selalu ingat bahwa kita diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah. Akhir kata, menutup tulisan ini, saya jadi teringat kalimat Gus Dur yang legendaris, “Tidak penting apapun agamamu atau sukumu… selama kamu bisa berbuat baik untuk semua orang, maka orang tidak akan tanya apa agamamu.” []

Tags: driver shopee foodkedisiplinanmas pelayaranmemanusiakan manusiastatus manusia
Khairul Anwar

Khairul Anwar

Lecturer, Sekretaris LTNNU Kab. Pekalongan & sekretaris PR GP Ansor Karangjompo, penulis buku serta kontributor aktif NU Online Jateng. Bisa diajak ngopi via ig @anwarkhairul17

Terkait Posts

Perempuan dan Pembangunan

Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mas Pelayaran

    Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merebut Kembali Martabat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kidung Reksabumi; Sebuah Ajakan Umat Beragama untuk Saling Jaga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir
  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar
  • Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID