• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Tahun Baru Hijriah: Momentum untuk Memperbaiki Diri

Ini berarti hijrah adalah soal transformasi batin, perubahan sikap, meninggalkan keburukan, dan bergerak menuju kebaikan.

Abuyazid Albustomi Abuyazid Albustomi
26/06/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Tahun Baru Hijriah

Tahun Baru Hijriah

106
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap kali kalender Hijriah berganti, ruang-ruang publik dan media sosial dipenuhi dengan ucapan selamat tahun baru Islam. Masjid-masjid ramai menggelar doa bersama, pengajian, hingga kegiatan sosial. Di banyak tempat, ini menjadi bagian dari tradisi tahunan yang hangat dan menggembirakan.

Tradisi ini tentu patut dihargai. Ia tidak hanya menjadi penanda waktu keagamaan, tetapi juga memperkuat identitas umat dan mempererat relasi sosial. Namun, di balik perayaan itu, ada satu pertanyaan penting yang patut direnungkan: apakah makna hijrah yang kita rayakan benar-benar hidup dalam keseharian?

Sejarah mencatat, hijrah Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah bukan sekadar perpindahan fisik. Ia adalah momentum transformatif dalam sejarah Islam, yang menjadi titik awal berdirinya masyarakat yang berlandaskan keadilan, solidaritas, dan akhlak. Itulah sebabnya peristiwa tersebut menjadi dasar penanggalan Hijriah.

Namun, sebagaimana dijelaskan Nabi Saw, makna hijrah tidak berhenti pada peristiwa sejarah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, beliau menyatakan, “Seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”

Ini berarti hijrah adalah soal transformasi batin, perubahan sikap, meninggalkan keburukan, dan bergerak menuju kebaikan.

Sayangnya, dalam praktik masyarakat hari ini, hijrah lebih sering berhenti sebagai seremoni. Kita sibuk membuat poster, menyusun acara, dan berbagi status, namun lupa mengevaluasi diri. Padahal, ruh dari hijrah terletak pada perubahan sikap—bukan sekadar perayaan waktu.

Baca Juga:

Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Hadis Hak Perempuan untuk Menikahkan Dirinya Sendiri

Sering Membenci Tubuh Diri Sendiri, Waspada Kondisi Kesehatan Mental Ini Gengs!

Solo Gowes: Perjalanan Menerima Diri

Pandangan Yusuf al-Qaradhawi

Pandangan para ulama juga menegaskan hal ini. Misalnya, Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam salah satu fatwanya menyebutkan bahwa memperingati tahun baru Islam bisa menjadi sarana untuk merenung, mensyukuri nikmat waktu, dan menumbuhkan semangat kolektif untuk memperbaiki diri dan masyarakat. Namun ia mengingatkan, yang lebih penting dari perayaannya adalah konten dan semangat yang menyertainya.

Senada dengan itu, Syaikh Abdul Karim al-Khudair, seorang ulama terkemuka Arab Saudi, menegaskan bahwa mengucapkan doa atau harapan baik di awal tahun tidak dilarang, selama tidak dianggap sebagai ritual yang diwajibkan agama. Ini menunjukkan pentingnya menjaga esensi hijrah, bukan larut dalam simbolisme semata.

Di tengah dunia yang makin cepat dan penuh distraksi, semangat hijrah sesungguhnya semakin relevan. Ia bisa kita maknai sebagai usaha harian untuk menjadi manusia yang lebih jujur, lebih sabar, lebih peduli, dan lebih bertanggung jawab. Bukan hanya dalam relasi spiritual, tapi juga dalam kehidupan sosial dan profesional kita.

Hijrah, dengan demikian, bukan sekadar peringatan tahunan. Ia adalah proses panjang dan terus-menerus. Tahun boleh berganti, spanduk boleh berganti desain, namun tanpa perubahan nyata dalam cara kita memperlakukan orang lain dan memperbaiki diri, maka hijrah hanya akan menjadi rutinitas tanpa ruh.

Karenanya, mari maknai hijrah sebagai ajakan yang personal dan praktis. Tidak perlu menunggu tahun baru. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk berubah. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil: memperbaiki hubungan dengan keluarga, mengurangi kebiasaan menunda pekerjaan, atau lebih jujur dalam bekerja.

Perubahan kecil yang kita lakukan secara konsisten seringkali jauh lebih berdampak daripada niat besar yang hanya kita simpan.

Jika semangat ini bisa tumbuh dalam keseharian, maka hijrah tidak lagi menjadi milik kalender semata, tetapi menjadi bagian dari karakter dan cara hidup kita sebagai manusia beriman dan berakal. []

Tags: barudiriHijriahMemperbaikiMomentumTahun
Abuyazid Albustomi

Abuyazid Albustomi

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF Cirebon.

Terkait Posts

Fondasi Mental Anak

Jangan Biarkan Fondasi Mental Anak Jadi Rapuh

19 Juli 2025
Karakter Anak yang

Pentingnya Membentuk Karakter Anak Sejak Dini: IQ, EQ, dan SQ

19 Juli 2025
Nabi Saw

Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

18 Juli 2025
rajulah al-‘Arab

Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

18 Juli 2025
Sejarah Perempuan

Mengapa Perempuan Ditenggelamkan dalam Sejarah?

18 Juli 2025
Rabi’ah al-Adawiyah

Belajar Mencintai Tuhan dari Rabi’ah Al-Adawiyah

18 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?
  • Jangan Biarkan Fondasi Mental Anak Jadi Rapuh
  • Tantangan Menghadapi Diskriminasi Terhadap Penganut Penghayat Kepercayaan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
  • Pentingnya Membentuk Karakter Anak Sejak Dini: IQ, EQ, dan SQ
  • Yuk Dukung Anak Miliki Cita-cita Tinggi!

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID