Mubadalah.id – Jika merujuk hadis yang diriwayat oleh Imam Ahmad, maka Aisyah secara gamblang merinci keseharian Rasulullah Saw ketika berada di rumah. Beliau tak segan menjahit baju dan sandal, memerah susu kambing, melayani dirinya sendiri. Bahkan melakukan pekerjaan rumah tangga yang lazimnya dilakukan oleh kaum laki-laki.
Riwayat-riwayat ini, sebagaimana di garis bawahi oleh Ibnu Hajar al-Asqallani, adalah bukti nyata bahwa seorang pemimpin besar seperti Nabi tidak ragu mengerjakan tugas-tugas domestik yang sering distereotipekan sebagai pekerjaan perempuan.
Ibnu Hajar al-Asqallani bahkan menyoroti bahwa hadis ini banyak telandan bagi para suami untuk bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak arogan, dan bersedia melakukan semua pekerjaan dalam keluarga.
Perhatian terhadap keluarga, menurut ajaran Nabi, memiliki nilai yang sangat tinggi. Bahkan, ibadah kepada Tuhan sama sekali tidak boleh membuat seseorang lalai terhadap keluarganya.
Sebaliknya, berbuat baik kepada keluarga justru akan memperbesar pahala bagi mereka yang taat beribadah. Sebagaimana dalam hadis riwayat al-Hakim yang menjelaskan:
“Jika salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan hajinya, hendaklah segera kembali kepada keluarganya, karena hal itu akan memperbesar pahala.”
Betapa pentingnya arti seorang istri dan keluarga, sampai-sampai Rasulullah Saw pernah menyuruh menantunya, Utsman bin Affan, untuk tidak mengikuti Perang Badar karena istri Utsman, yang tidak lain adalah putri Nabi, sedang sakit.
Kepada Utsman, Nabi bersabda, “Bagimu pahala orang yang menyaksikan dan ikut ambil bagian dalam Perang Badar.” Ini menunjukkan betapa prioritas keluarga dapat melampaui kepentingan publik yang besar sekalipun.
Rasulullah Saw bahkan memberikan kriteria bahwa suami ideal adalah mereka yang bersikap paling baik terhadap istri dan keluarganya. Hal ini tertuang jelas dalam hadis riwayat Ibnu Majah yang berbunyi:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku.” Hadis ini menjadi pedoman fundamental bagi setiap rumah tangga Muslim.
Revolusioner
Demikianlah sedikit gambaran tentang relasi suami istri yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Dengan latar belakang budaya Arab yang sangat patriarkis pada masanya. Maka apa yang dilakukan dan disarankan Nabi adalah sesuatu yang cukup revolusioner.
Dengan bertindak di atas prinsip mu’asyarah bil ma’ruf (pergaulan yang baik) dan sakinah, mawaddah wa rahmah (ketenangan, cinta, dan kasih sayang), Rasulullah SAW telah membuktikan bahwa hanya dengan hubungan yang baik antara suami dan istri. Maka akan mendapatkan kehidupan yang ia cita-citakan. []