Mubadalah.id – Berlangsung di Yogyakarta dari 11 hingga 13 Februari 2024, Akademi Mubadalah 2025 berupaya meneguhkan komitmen untuk menguatkan hak-hak penyandang disabilitas. Program pelatihan ini menyasar 20 kawula muda, baik penyandang disabilitas maupun bukan penyandang disabilitas, dengan berbagai latar belakang.
Mereka, secara bersama-sama, akan memproduksi artikel populer dan konten kreatif dengan semangat keberpihakan bagi pemenuhan hak-hak kalangan disabilitas. Salah satu narasumber kunci dalam pelatihan tersebut, Faqihuddin Abdul Kodir, menyebut Akademi Mubadalah 2025 sebagai sebuah transformasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
“Program ini akan mentransformasi fokus KUPI dari relasi perempuan dan pria menuju relasi antara penyandang disabilitas dengan bukan penyandang disabilitas,” tutur Kang Faqih sumringah.
Pentingnya Penguatan Peran Disabilitas
Selain menyebut tentang transformasi, Kang Faqih juga menegaskan pentingnya penguatan peran disabilitas dalam menyuarakan hak-hak mereka. Akademi Mubadalah 2025 yang melibatkan penyandang disabilitas selaku peserta secara langsung telah mewadahi interaksi setara antar tiap kalangan.
Perspektif Mubadalah yang menempatkan setiap manusia sebagai subjek penuh sekaligus utuh berkonsekuensi pada keterpenuhan peran manusia sebagai pemeberi sekaligus penerima. Artinya, dalam bahasan tentang hak-hak disabilitas, penguatan peran para penyandang disabilitas untuk speak up tentang hak-hak mereka merupakan hal kunci.
Terlebih, dalam konstruksi sosial masyarakat saat ini, regulasi seputar hak-hak disabilitas justru seringkali tidak berpijak pada pengalaman dan aspirasi penyandang disabilitas.
“Padahal, merekalah subjek yang mengalami secara langsung. Ini yang disebut khibroh. Mereka tidak hanya tahu (ílm), tetapi juga merasakan (tajribah),” tegas Kang Faqih mencontohkan tafsir Surat Al Anbiya’ ayat 7.
KUPI Mempersenjatai, Penyandang Disabilitas Menjawab
Semangat transformasi KUPI yang beraksentuasi pada penguatan hak-hak penyandang disabilitas dalam Akademi Mubadalah 2025 sejatinya sekadar upaya mempersenjatai. Hal tersebut bermakna bahwa KUPI tidak ingin memonopoli interpretasi dan perumusan kebijakan terkait hak-hak disabilitas.
Sejauh ini, KUPI telah memantapkan perpsektif, prinsip, serta metodologi dasar yang dapat menjadi senjata rujukan atau pijakan bagi kalangan disabilitas untuk menjawab tantangan persoalan yang ada.
“Tidak berarti memanjakan, namun memberi ruang. Kalian yang semestinya menjawab!” Kang Faqih memberi arahan.
“Kekayaan KUPI” dalam hal perpsektif, prinsip, dan metodologi yang bernapaskan semangat kesalingan sangat memungkinkan untuk memberi panduan (guidance). Tentunya, para penyandang disabilitas mesti memanfaatkan senjata tersebut secara mandiri, sehingga jauh dari kesan memanjakan penyandang disabilitas.
Artikel Populer dan Konten Media sebagai Alat Gema
Gelaran pelatihan Akademi Mubadalah 2025 yang berfokus pada penulisan artikel dan konten media memandang kedua hal tersebut sebagai alat gema. Di tengah era kompetisi diseminasi informasi di berbagai platform media sosial yang kian ketat, artikel populer dan konten media sosial merupakan saluran yang efektif.
Terlebih, Mubadalah.id selama ini telah menginisiasi kerja-kerja media kreatif yang menyelaraskan konten artikel populer dengan konten media sosial semacam Instagram, Facebook, maupun X. Perspektif Mubadalah, yang hingga hari ini masih sering mengalami resistensi dari berbagai media arus utama (mainstream) lain, mengharuskan pentingnya penguatan narasi.
Artikel populer merupakan alat untuk menyampaikan narasi secara utuh. Alat gema ini menyasar kalangan yang memiliki interest literasi yang kuat. Sementara, platform media sosial merupakan sarana yang banyak mewadahi kalangan dengan banyak aktivitas yang menghendaki informasi singkat.
Tindak Lanjut yang Berkelanjutan
Akademi Mubadalah 2025 yang mengusung transformasi KUPI mesti memiliki tindak lanjut yang berkelanjutan. Sekalipun pelatihan tatap muka berakhir pada 13 Februari 2025, kerja-kerja dan kontribusi nyata dari para peserta dalam menyuarakan hak-hak disabilitas di masa depan mesti senantiasa sustain.
Tentunya, kekuatan jaringan antarsesama peserta Akademi Mubadalah 2025 merupakan lem perekat untuk saling meneguhkan. Kerja-kerja bagi penyandang disabilitas merupakan bagian dari tugas manusia selaku mandataris tuhan (khalifah fi al ardh).
Tanpa kebersamaan, kerja sama, serta keseriusan, niat mulia untuk mewujudkan kesetaraan bagi semua kalangan bisa jadi sekadar isapan jempol (kaki) semata. []