Mubadalah.id – Al-Qur’an diturunkan Allah Swt untuk melarang pernikahan poligami, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Kuantitas, yaitu hanya empat perempuan yang boleh laki-laki nikahi, dari sebelumnya tanpa batas sama sekali. Ini pun, jika kita baca secara jeli, lalu kita kaitkan dengan konteks perlindungan anak-anak yatim dari kezaliman dan penistaan.
Kualitas, yaitu keharusan berlaku adil dalam pernikahan poligami. Bahkan, al-Qur’an menegaskan monogami sebagai sesuatu yang ideal dari sisi kualitas keadilan dan kebaikan dalam berkeluarga. “Monogami adalah lebih dekat untuk tidak berbuat zalim,” simpul al-Qur’an
Visi besar al-Qur’an tentang perempuan dan gender hanya bisa kita teruskan melalui cara pandang tafsir yang holistik. Yaitu dengan membaca seluruh teks dengan seluruh kedalaman makna dan lingkup sosial yang mengitarinya.
Bahkan membaca tafsir yang bertumpu pada tujuan kemanusiaan, di mana etika sosial menjadi bagian utama dari spiritualitas Islam. Tafsir yang meletakkan pengabdian manusia kepada kemanusiaan sebagai hakikat puncak pengabdian mereka kepada Allah SWT.
Tafsir maqashidi ini, dalam relasi gender, berdasarkan pada cara pandang yang memanusiakan laki-laki dan perempuan.
Dengan cara pandang ini, kemudian, seluruh produk tafsir terkait relasi laki-laki dan perempuan harus kita arahkan untuk menumbuhkan kesalingan dan kerjasama, demi terciptanya segala kebaikan (jalb al-mashalih), dan terhindarnya segala bentuk keburukan (dar al-mafisid), baik di ranah domestik maupun publik.
Sebuah relasi yang kemudian dikonsepsikan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, dengan terminologi “mubadalah” atau kesalingan. []