Aku menulis catatan ini, justru saat diskusi chat WA dengan mbakyuqu ini, merepotkannya dengan berbagai pertanyaan, lalu diingatkan oleh wasitku, mba Nur Rofiah, nyai KGI yang cetar membahana. Bahwa hari itu adalah ulang tahunnya, dan aku diminta tidak banyak merepotkan.
“Waduh, di saat hari kebahagiaanyapun, aku lupa, dan mba-yuqu masih terus menjawab dan melayani”, kataku dalam hati. Malam inipun, mba-yu bersedia menyediakan waktu untuk sesuatu yang aku tanyakan lebih jauh lagi. “Subhanallaah”.
Di sini, aku ingin menulis sedikit saja dari peran sosok mba Alissa dari geneologi pengetahuan dan gerakan, yang disebutnya saat HBH, sebagai “Suku Mubadalah”. Aku belum pernah menuliskan sosok penting ini, dan di saat HBDnya ini, sepertinya tepat untuk mengabarkan kepada khalayak, terutama anggota “Suku” he he hee…
Di buku “Qir’aah Mubadalah”, peran sang Ibu Nyai Hj. Sinta Nuriyah Wahid, sebagai ketua FK3, sudah aku sampaikan dalam beberapa halaman (silahkan cek hal. 188-195, ada banyak contoh Mubadalah beliau yang aku kutip sebagai basis geneologi Mubadalah). Saat ini, secara khusus tentang mba Alissa, dalam kaitannya dengan Mubadalah.
Seperti disampaikannya saat #HBHMubadalah, pertemuan intensif baru dimulai sejak tahun 2015 ketika merumuskan pengetahuan dan kerangka kerja Bimbingan Perkawinan (Bimwin) program Kementrian Agama RI, yang kemudian berlanjut ke program/kegiatan LKK PBNU, Gusdurian, dan yang lain.
Saat itu juga, aku sedang galau dalam proses pencarian bagi konsep “Mubadalah”, yang selalu ditantang dan dilengkapi oleh partner pengetahuan dan gerakan, mba nyai Nur, yang juga hampir selalu bertemu di forum-forum bersama mba Alissa tersebut.
Singkat cerita,mba Alissa memberikan banyak sekali pengetahuan dan pengalaman yang “berbeda”, yang justru selama ini, aku butuhkan untuk konsep Mubadalah. Di antaranya, sejak awal pertemuan, Mba-yu ini selalu mengingatkanku untuk berpikir solutif dari akar pengetahuan, bukan reaktif menjawab satu dua kasus fenomena.
Konsep “U Theory” selalu dibawa di berbagai pertemuan untuk memahami masalah dari fenomena yang tampak, dibawa ke tren dan pola, lalu struktur berpikir, lalu mental model, dan terakhir paradigma. Kemudian, cara kerja kita, yang harus mulai dari bawah, yaitu paradigma dulu, terus ke atas sampai ke fenomena yang tampak. Bukan menjawab secara reaktif, fenomena ditantang dengan fenomena baru.
Inilah U theory yang dikenalkan mba Alissa yang terus menghantui pikiranku. Dan karena itu, buku QM tersusun sedemikian rupa, mulai dari perspektif dan metodologi, yang disarankan Bang Helmi Ali dengan terminologi Paradigma Mubadalah. Baru satu persatu contoh mental model, struktur budaya, dan fenomena yang tampak, untuk ditafsiri dengan paradigma Mubadalah (cek bab 4 sampai 7 dari Buku QM).
Konsep lain adalah “moral foundation” yang dikenalkan Jonathan Heidt, ditambah preferensi global terhadap masyarakat feminin yang digaungkan Hofstad, dan “Athena Doctrine” oleh Gerzema dan D’Antonio, juga selalu ditekankan mba Alissa dalam menawarkan gagasan maupun gerakan.
Semua ini mempengaruhi pengetahuan, metodologi, dan strategi Mubadalah dalam menyampaikan gagasan ini sebagai bagian dari loyalitas pada nilai, tradisi, kasih sayang, kebersamaan, kesalingan, komitmen, dan kesucian. Pengetahuan dan gerakan serupa Mubadalah, selama ini, lebih menekankan pada nilai kebebasan dan kemerdekaan individu.
Berkat mba Alisa lah, kami (setidaknya aku dan mba Nur Rofiah), dituntun untuk menemukan pondasi relasi keluarga (yang mubadalah dan berkeadilan hakiki), dengan 5 pilarnya (mitsaqan ghalizan, zawaj, muasyarah bil ma’ruf, musyawarah, dan taradin), dan lalu beratap atap kemaslahatan. Tentu, masih banyak lagi sosok yang berperan dalam temuan ini, misalnya Pak Adib Machrus, yang dengan tangan dinginya, menemani dan memastikan pondasi Bimwin itu lahir sesuai waktunya.
Jika menggunakan “U Theory”, temuan kami ini adalah dasar yang amat brilian, yang memudahkan kita untuk menawarkan gagasan-gagasan berikutnya untuk semua problem keluarga, baik yang marital maupun yang familial. juga sosial. Lalu, kami juga, aku setidaknya dikenalkan mba Alissa dengan bank relasi, bahan bakar cinta, penghancur dan pembangun relasi, dan juga tentang parenting “menjadi orang tua hebat untuk anak-anak yang abror.”
Semua ini, dan masih banyak lagi (salah satunya banguan moderasi beragama juga dapat sentuhan mubadalah melalui bimbingan mba-yuqu ini, pernah aku tulis di FB), dari sosok, pengetahuan, kiprah, dan tindakan mba Alissa Q. Wahid yang menjadi bagian utama dari bangunan pengetahuan dan gerakan Mubadalah.
Sampai saat ini, setiap ada masalah terkait Mubadalah, aku langsung kontak dan berdiskusi, seperti paga pagi hari ini, yang akan lanjut pada malam hari nanti. HBD mba-yuqu, sanah helwah, semoga panjang dan sehat usia, terus menginspirasi dunia.
Colek Nurul Bahrul Ulum dan Dul, jika jadi bikin program “Geneologi Mubadalah”, pengetahuan dan kiprah mba Alissa Q. Wahid adalah salah satunya, dan yang intensif di lima tahun terakhir bersama mba Nyai Nur Rofiah. Di samping guru-guruku yang sebelumnya sudah memberi pondasi dan inspirasi, yang sudah aku sebut di dalam buku QM. []