• Login
  • Register
Kamis, 23 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Aurat dalam Kitab Safinah: Belajar dari Kearifan para Ulama dan Guru-guru di Kampung

Badriyah Fayumi Badriyah Fayumi
22/01/2020
in Publik
0
kitab, safinah
1.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tiba-tiba aku membayangkan, bagaimana ya seandainya penulis kitab Safinatunnajah (kitab fiqih dasar yang sangat populer di Indonesia) menyampaikan ijtihadnya tentang batas aurat yang ada di kitab ini di zaman sekarang, di ruang publik, lalu diviralkan melalui medsos?

Di kitab itu, penulis, Syaikh Salim bin Samir al Hadrami menjelaskan 4 macam aurat di sub bab Syarat-syarat Shalat:

Pertama, aurat laki-laki secara mutlak (yang merdeka maupun budak, di dalam shalat maupun di luar shalat) dan aurat “al-amat” (budak perempuan) di dalam shalat. Aurat keduanya sama, yakni antara pusar dan dengkul. Itu artinya “al-amat” boleh sholat dengan kepala, leher dan betis terbuka.

Kedua, aurat perempuan merdeka di dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Kalau ini sih dijalankan di mana-mana.

Ketiga, aurat perempuan merdeka dan budak perempuan di luar shalat di hadapan laki-laki ajnabi (non mahram) adalah seluruh tubuh. Itu artinya pakai cadar.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Baca Juga:

Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir

Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Keempat, aurat perempuan merdeka dan budak perempuan di luar shalat di hadapan laki-laki mahramnya dan sesama perempuan adalah antara pusar dan dengkul. Ini berarti kepala, leher, betis bahkan dada boleh terlihat.

Penjelasan ini sudah ada dan dipelajari ratusan tahun di pesantren-pesantren, madrasah-madrasah dan majelis-majelis taklim di Indonesia. Belum pernah terdengar kehebohan atau tuduhan yang tidak-tidak atas kitab ini.

Paling banter guru yang mengajar kitab ini menyampaikan pendapatnya, “perlu diketahui, ini hasil ijtihad ulama beberapa abad silam. Tidak semua bisa dan tepat diterapkan saat ini.”

Untuk ketentuan pertama, budak perempuan sudah tidak ada. Semua manusia sudah merdeka. Maka saat ini tidak perlu ada pembedaan yang merdeka dan budak. Ini untuk pengetahuan bersama dan bukti bahwa pandangan tentang batasan aurat dalam fikih itu sangat dipengaruhi oleh konteks sosial yang ada saat ijtihad itu keluar.

Untuk ketentuan ketiga, tentang aurat perempuan di luar shalat, di Indonesia ini kita juga tidak perlu pakai cadar yg menutup wajah. Kita bisa merujuk pendapat lain yang kita anggap lebih tepat dan maslahah.

Nah untuk ketentuan keempat, yakni saat bersama dengan sesama perempuan atau laki-laki mahram kita juga sebaiknya tidak membuka dada dan hanya menutup antara pusar dan dengkul. Kurang patut dan kurang sopan. Dalam bertindak kita tidak cukup hanya menerapkan fikih, tapi juga perlu mengedepankan adab.

Alhasil, meski dari 3 pendapat ini yang kita pakai hanya satu, yaitu ketentuan yang ketiga, kita tetap menghargai empat ketentuan yang disampaikan muallif (penulis kitab) karena itulah hasil ijtihad sesuai konteks sosialnya saat itu. Boleh tidak diikuti tapi tidak usah menghujatnya.

Jangan pula karena tidak sependapat dalam satu hal lantas menolak orangnya, semua pemikiran dan karyanya. Kita akan tetap pelajari kitab ini karena banyak sekali hal penting dan mendasar yang bisa kita jadikan pedoman.

Bab aurat ini adalah contoh perbedaan ijtihad dalam soal furu’iyyah (cabang). “Jangan jadi pemantik dosa karena tidak setuju lalu menebar hujatan dan merasa paling benar. Paham?” Begitulah pertanyaan retoris sang guru di akhir penjelasannya. Dan saat menutup pengajiannya, sang guru pun tak lupa mengajak murid-muridnya, “yuk kita bacakan al-Fatihah kepada muallif, semoga Allah merahmati beliau dan semoga ilmu kita bermanfaat.”

Begitulah biasanya para ulama (laki-laki dan perempuan) dan guru-guru di kampung menjelaskan dan menyikapi hasil ijtihad yang berbeda secara bijaksana. Dengan kedalaman ilmu dan ketawadhuan diri, mereka tidak pernah mencap sesat atau menghujat karena menyadari itu hasil ijtihad.

Para ulama dan guru-guru kampung itu juga paham adab ikhtilaf (berbeda pendapat), sehingga jika ada pendapat seorang ulama tentang satu hal yang ia tidak setuju, ia hanya tidak ambil pendapat yang tidak disetujui saja, tanpa menghujat orangnya dan tetap obyektif melihat karya dan pendapat-pendapat ulama itu dalam hal-hal lainnya.

Tiba-tiba aku rindu dengan suasana keilmuan yang penuh kearifan dari para ulama dan guru-guru yang demikian. Juga para murid dan pembelajar yang menerapkan akhlakul karimah saat menyikapi perbedaan pendapat (khilafiyah). Masih bisakah kini kita berbeda pendapat dengan penuh kearifan dan adab?[]

Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi

Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi

Terkait Posts

Perayaan Nyepi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

22 Maret 2023
Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Kekerasan Simbolik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perayaan Nyepi

    Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist