• Login
  • Register
Kamis, 30 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bagaimanakah Menjadi Muslim Modern di Indonesia?

Siti Nur Amanah Siti Nur Amanah
05/05/2020
in Personal
0
(sumber foto pexels.com)

(sumber foto pexels.com)

19
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tulisan ini terinspirasi dari tulisan Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Dengan judul “Perempuan Muslim Modern: Bisakah tetap 100% Indonesia Lahir Bathin?” Di Indonesia semdiri, yang notabennya mayoritas penduduknya beragama Islam, dewasa ini kita seolah-olah dihadapkan pada kecenderungan dua budaya yaitu yang kearab-araban dan kebarat-baratan.

Hal tersebut bisa dilihat dari gaya berpakaian dan berbicara dimana muslim yang kecenderungan kearab-araban akan mengenakan pakaian layaknya orang arab pun dalam berbicara mereka gemar menggunakan panggilan akhi dan ukhti.

Bahkan lagu-lagu berbahasa arab kerap diperlakukan sebagai lagu islami meskipun berisi roman picisan. Karena mereka menganggap budaya arab merupakan gaya hidup islami yang memiliki nilai religius sehingga mereka harus bersikap, berpenampilan, dan berfikir seperti orang Arab.

Sedangkan mereka yang mempunyai kecenderuangan budaya kebarat-baratan akan berpenampilan, berbicara, dan bersikap seperti orang barat. Mereka menganggap budaya barat seperti rambut dicat pirang, cara berpakaian, dan gaya pergaulan dihayati sebagai sesuatu yang modern sehingga layak menjadi acuan biar dikatakan tidak ketinggalan zaman.

Kecenderungan dua budaya tersebut jika ditelan mentah-mentah tentu saja akan meleburkan identitas keIndonesiaan yang dimilikinya dan melahirkan krisis identitas karena keduanya mencabut dari tradisi asal.

Baca Juga:

Masa Tua adalah Masa Menua Bersama Pasangan

Bacaan Doa Ketika Melempar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah

Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim

Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati

Lantas bagaimana menjadi muslim Indonesia Modern? Apakah harus mengikuti budaya orang Arab atau mengikuti budaya orang Barat? Demikian juga dalam hal panggilan, Apakah perlu kita menggunakan panggilan akhi dan ukhti untuk kecenderungan kearab-araban atau bro / brother dan sis / sister untuk kecenderungan kebarat-baratan hanya untuk dikatakan religious atau modern?

Padahal di Indonesia sendiri seperti yang kita ketahui banyak sekali panggilan senada dengan hal tersebut, Mbak – Mas, atau Teteh – Aa, dan masih banyak lagi panggilan lainnya.

Untuk menjadi modern atau disebut muslim Indonesia modern seperti yang dikatakan oleh Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm, kita tidak perlu jadi orang modern yang harus berpenampilan, berfikir, dan bersikap seperti orang Barat. Karena muslim Indonesia bukanlah orang Arab maupun Barat.

Dalam al-Hujurat/49:13, Allah menyuruh umat manusia untuk menghormati perbedaan jenis kelamin, suku, dan bangsa dengan cara saling mengenali (ta’aruf). Ayat tersebut juga menegaskan bahwa Allah tidak mengistimewakan jenis kelamin, suku, dan bangsa apa pun karena semuanya sama di mata Allah.

Sebab yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaan. Sehingga sudah seharusnya Ayat di atas menjadi dasar kita dalam merumuskan bahwa jati diri seorang Muslim adalah ketaqwaan yakni konsistensi kita untuk beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan (amal shaleh) pada seluruh makhluk-Nya dengan selalu menjalankan perintah-Nya dan tentu saja menjauhi segala larangan-Nya serta menyanyangi semua mahluk ciptaan-Nya tanpa terkecuali.

Jadi, menjadi muslim Indonesia modern tidak perlu menjadi orang lain dengan meniru budaya Arab ataupun budaya Barat sehingga kehilangan jati diri, jati diri sebagai warga Indoensia. Cukup meningkatkan ketaqwaan kita. Karena muslim Indonesia bukanlah orang yang tinggal di Arab maupun Barat sehingga kita tidak perlu tunduk mutlak atau sebaliknya anti pati pada budaya tertentu (saklek).

Bukankah di Indonesia juga kita mengenal adat ketimuran, sopan santun, dan adat-istiadat lainnya yang tentu saja sejalan dengan ajaran Islam? Kita hanya perlu membuka diri pada hal-hal baik dan tentu saja tetap waspada pada hal-hal buruk dari budaya yang masuk.

Tidak semua budaya bisa cocok dan sesuai jika diterapkan di Indonesia. Meminjam kata-kata Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm, “menggunakan kemampuan panca indra, hati, dan akal secara bertanggungjawab”. Untuk menyaring semua budaya luar dengan tujuan memelihara hubungan baik dengan Allah sebagai sang pencipta, dan juga memelihara hubungan baik dengan semua makhluk-Nya sebagai pemimpin di muka bumi. Wallahu A’lam. []

Siti Nur Amanah

Siti Nur Amanah

Penulis adalah lulusan S1 IKIP PGRI Semarang tahun 2011, lulusan S2 Universitas Negeri Semarang tahun 2014, menjadi dosen Program Studi Ekonomi Syariah IAI Cirebon dan Pegiat Literasi IAI Cirebon.  Menulis buku Moderasi Islam di Era Disrupsi dalam Pandangan Pendidikan Islam dan Ekonomi Syariah (Sebuah antologi essay dari para cendikiawan Islam Jawa Barat dan Banten) tahun 2018.

Terkait Posts

Perempuan yang tidak sempurna

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

29 Juni 2022
Dampak Negatif Skincare

Dampak Negatif Skincare terhadap Ekosistem Bumi

28 Juni 2022
Kesetaraan Gender

Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

27 Juni 2022
Muslimah Sejati

Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

27 Juni 2022
Kecantikan Perempuan

Kecantikan Perempuan dan Luka-Luka yang Dibawanya

26 Juni 2022
Budaya Patriarki

Perlawanan Perempuan terhadap Narasi Budaya Patriarki

25 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • istri taat suami tidak kunjungi ayah yang sakit

    Kisah Istri Taat Suami tidak Kunjungi Ayah yang Sakit sampai Wafat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih Haji Perempuan: Sebuah Pengalaman Pribadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Relasi Gender Melalui Kacamata Budaya Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Masa Tua adalah Masa Menua Bersama Pasangan
  • Bacaan Doa Ketika Melempar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah
  • Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim
  • Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist