• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Baik Anak Laki-laki maupun Perempuan Adalah Sama-sama Karunia Tuhan

Nabi Muhammad SAW termasuk orang yang sangat bangga, dan bahagia dikaruniakan anak perempuan oleh Tuhan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
17/11/2021
in Film
0
baby blues

baby blues

283
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“…bagaimana bisa seorang pangeran diakui kalau lahir bersamaan dengan anak perempuan.”

Mubadalah.id – Demikian perkataan raja yang mengawali jalan cerita Drakor The King’s Affection. Perkataan yang terlalu menyimbolisasikan perempuan sebagai sebuah “kelemahan hidup”. Si raja mungkin lupa kalau dirinya sendiri (yang merasa utusan langit) juga lahir dari seorang perempuan.

The King’s Affection berarti Kasih Sayang Raja. Drakor tersebut tayang perdana pada 11 Oktober 2021. Ceritanya ingin menggugat kasih sayang raja yang hanya mengutamakan cucu (anak) laki-laki dan tidak dengan cucu (anak) perempuan. Bahkan, sebagaimana pada pernyataan yang telah dikutip di awal, seakan bayi kembaran perempuan merupakan aib bagi kembaran laki-laki.

Tidak ingin bayi perempuan sebab dipandang sebagai aib, sehingga keputusannya adalah: “Anak yang dilahirkan dalam istana malam ini hanyalah putra sulung Putra Mahkota. Tidak akan ada yang tahu bahwa dia anak kembar. Jadi, tak perlu khawatir yang Mulia (Raja),” ucap Tuan Sangheon yang merupakan salah seorang menteri dan termasuk kakek si kembar dari jalur putri mahkota (ibu).

Usulan tersebut disetujui oleh raja. Dan ironisnya, putra mahkota yang adalah ayah dari bayi itu hanya mengiyakan keputusan tersebut, dan memilih untuk membunuh anak perempuannya. “Bila tidak bermanfaat dalam kerajaan ini, dia pantas dibuang,” kata Putra Mahkota.

Hm, anak masih kecil, tapi sudah di-judge tidak akan bermanfaat. Itu namanya toxic-parent. Karena ingin mempertahankan status sebagai putra mahkota lantas tidak ingin mengakui putrinya. Di kemudian hari (pada episode 10), putra mahkota yang waktu itu sudah menjadi raja menyatakan bahwa menyesali sikapnya yang tidak mampu melindungi keluarga.

Baca Juga:

Surat yang Kukirim pada Malam

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Kondisi patriarki sampai membunuh bayi perempuan bukan semata hoax dalam drama, melainkan adalah tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi. Toxic-parent juga bukan sekadar cerita drama, namun banyak terjadi di alam nyata.

Sejarah mencatat satu tragedi kejahiliaan (di masa sebelum Islam) ada masyarakat yang memandang kalau bayi perempuan merupakan aib, karena itu orang tuanya tak segan-segan membunuh mereka. Sikap tak manusiawi ini diabadikan oleh Tuhan dalam surah at-Takwir ayat 8-9: “Dan apabila anak-anak perempuan yang dikubur hidup-hidup telah diperiksa, lantaran dosa apa sehingga dia dibunuh.”

Setiap orang yang berakal sehat pasti sadar kalau perbuatan demikian tidaklah manusiawi. “Dengan terlahir sebagai perempuan itu bukan alasan yang pantas untuk mati,” kata Putri Mahkota dalam Drakor The King’s Affection.

Saat ini, budaya membunuh anak perempuan memang sudah tidak ada, namun kenyataannya banyak yang masih menganggap bahwa anak laki-laki lebih spesial ketimbang perempuan. Padahal, baik bayi perempuan maupun laki-laki adalah sama-sama karunia Tuhan. Meski dalam budayanya anak laki-laki yang bakal melanjutkan garis marga keluarga, namun itu tidak lantas berarti menjadikan anak laki-laki lebih spesial. Gender (jenis kelamin) bukan penentu kemuliaan seseorang.

Kurang mensyukuri anak hanya karena dia perempuan (bagi umat muslim) sangat bertentangan dengan spirit kesunnahan. Sebab, Nabi Muhammad SAW sendiri sangat bangga dan menyayangi anak-anak perempuannya. Dalam tafsir al-Azhar, Buya Hamka menceritakan sebuah riwayat di mana Nabi Muhammad SAW menggendong anak perempuannya yang masih kecil dengan begitu bangga.

Ada yang bertanya bagaimana perasaan beliau. Nabi SAW menjawab: “Dia adalah kembang yang wangi, kita cium dia. Dikaruniakan Allah kepada keluarganya.” Nabi Muhammad SAW termasuk orang yang sangat bangga dan bahagia dikaruniakan anak perempuan oleh Tuhan.

Setiap anak adalah spesial, entah itu laki-laki maupun perempuan. Tuhan tidak membedakan keistimewaan manusia hanya dari sisi biologis, melainkan dari ketakwaan. Laki-laki maupun perempuan memiliki kelebihannya masing-masing, dan punya peluang yang sama untuk menjadi manusia yang baik. []

Tags: anakAnak Perempuankeluargaorang tuaparentingReview Film
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Squid Game

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

3 Juli 2025
Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID