Mubadalah.id – Gak cuma air, banjir juga bisa dalam bentuk informasi. Meluap kemana-mana, membanjiri semua kalangan. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.
Ada apa dengan dunia medsos (media sosial) saat ini? Mungkin semacam itu pertanyaan yang sedang ramai di kalangan gen Z. Gambarannya seperti angin ribut yang tertiup ke berbagai arah. Belum selesai informasi satu sudah muncul lagi informasi yang lainnya. Begitu terus polanya.
Informasi yang masih hangat
Belum lama ini, jagat maya heboh dengan pernyataan BMKG mengenai gempa Megatrust. Gempa besar yang berpotensi tsunami melewati beberapa titik di Indonesia. Dengan Tingkat magnitude yang sangat besar, yaitu mencapai angka sembilan. Informasi tersebut sangat penting bagi Masyarakat, namun jumlah informasi yang berseliweran tanpa tujuan edukasi hanya akan menambah kepanikan.
Selaras dengan maqolah Ibnu Sina yang berbunyi “Kepanikan adalah separuh penyakit”. Informasi yang liar seringkali berujung pada kepanikan. Rasa panik itulah yang dapat memicu seseorang untuk stres (penyakit). Maka, alangkah baiknya jika kita bijak dalam berbagi informasi tentang potensi bencana alam. Misalnya dengan menyertakan langkah-langkah pertama dan utama saat situasi tersebut terjadi.
Belum tuntas edukasi mengenai bencana alam, muncul lagi informasi perselingkuhan dari kalangan selebgram dan atlet nasional. Masyarakat langsung ramai menanggapi seakan-akan paling berhak untuk berkomentar atas informasi tersebut. Tidak jarang, komentar buruk terlontarkan dari mulut netizen melalui jari jemarinya.
Lagi-lagi informasi panas lainnya ikut mencuat. Yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia dalam pencalonan kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota. Tagar Kawal MK hingga peringatan darurat dengan gambar Pancasila dan background warna biru membanjiri berbagai platform media sosial.
Itu semua hanya sekilas, tentunya ke depan bakal banyak informasi yang bermunculan hingga menumpuk informasi yang seharusnya penting. Lalu apa yang perlu kita lakukan? Berikut tiga cara yang bisa menjadi alternatif dalam menghadapi fenomena banjir informasi.
Jangan terbawa arus informasi
Jadi teringat maqalahnya Kanjeng Sunan Kalijaga “Ngeli ananging ora keli” yang artinya “Mengikuti arus tetapi tidak terbawa arus”. Menolak informasi sangat tidak mungkin di era digitalisasi seperti ini. Tapi memilih untuk tidak terbawa arus masih sangat mungkin kita lakukan.
Saring sebelum sharing. Pahami dan cross check terlebih dahulu informasi yang kita dapat. Jangan latah, informasi yang belum dipastikan kebenarannya tidak layak untuk diteruskan ke berbagai grup chat maupun status media sosial.
Sekali lagi, bijaklah dalam bersosial media karena dunia digital memiliki etika dalam menggunakannya. Jangan sampai kita menjadi santapan empuk bagi segelitir orang maupun kelompok yang berkempentingan di balik semua itu untuk meyakini opini mereka.
Tanggapi informasi seperlunya untuk meng-counter arus informasi liar
Sebagai generasi Z, kita juga punya andil dalam meng-counter berbagai informasi di media sosial. Tentunya tidak asal menanggapi, namun sudah mempelajari isu terkait melalui pencarian dan perbandingan informasi dari sumber yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam menanggapi informasi jangan hanya mencari popularitas semata. Melainkan harus memiliki tujuan yang baik untuk meredakan gejolak informasi serta mencegah perpecahan. Tanggapi seperlunya saja sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jangan sampai apa yang kita bicarakan justru menjadi fitnah karena tidak berpijak pada kebenaran.
Bahkan jika memang tidak tahu, diam lebih bijak daripada bicara omong kosong. Seperti riwayat Ibnu Jauzi mengenai seorang laki-laki yang bertanya kepada Imam Malik bin Anas.
وعن ابن مهدي قال: سأل رجل مالك عن مسألة؟ فقال: لا أحسنها
Diriwayaktkan oleh Ibnu Mahdi berkata: “Seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik tentang suatu masalah”. Imam Malik menjawab “la unsiha (aku tidak mengerti masalah itu dengan baik) …”
Fokus terhadap apa yang sedang kita usahakan
Jangan terbuai dengan informasi yang sedang viral, secukupnya saja. Tetaplah fokus terhadap hal apa yang sedang kita kerjakan. Seorang pelajar harus kembali lagi belajar. Seorang pekerja harus melanjutkan pekerjaannya, dan lain sebagainya.
Semoga dengan fokus yang senantiasa kita rawat dapat menuntun kita pada tujuan. Apapun hal baik yang sedang kita usahakan semoga bisa memberikan manfaat dan maslahat bagi masyarakat sekitar. []