Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa berdoa adalah hubungan timbal balik antara seorang hamba dengan Tuhannya. Sehingga sejauh mana kualitas terkabulnya doa seorang hamba tolak ukurnya adalah sejauh mana
kualitas doa tersebut.
Prinsip awalnya berangkat dari Hadits Qudsi yang sudah saya singgung di awal. Bahwa Allah sesuai dengan prasangka hambanya atau dalam istilah lain kita mengenal aksi – reaksi. Seberapa besar aksi yang diberikan maka sebesar itu pula reaksi yang akan kita terima. Demikian juga dalam berdoa.
Dalam hal ini ada beberapa kunci dalam berdoa. Yang tentunya nanti akan berujung pada prinsip kesalingan antara hamba dan Tuhannya terkait doa itu sendiri.
Pertama, Yakin. Syarat mutlak seseorang yang berdoa itu harus yakin. Karena jika sedikit saja ada keraguan atau sudah tidak yakin dalam berdoa tersebut. Maka sesungguhnya seketika itu juga doanya sudah tidak berfaedah.
Karena bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan permintaan seseorang yang padahal orang itu sendiri sudah tidak yakin dari awal. Entah itu tidak yakin akan dirinya sendiri yang mungkin merasa tidak pantas untuk meminta, atau tidak yakin atas doa / permintaan yang diajukan, atau bahkan ia tidak yakin kepada siapa ia meminta / berdoa.
Namun berbeda jika seseorang yang berdoa itu mempunyai keyakinan yang kuat dan tinggi. Semustahil apapun doa yang ia serukan yang secara akal pikiran doanya itu sulit untuk diwujudkan.
Tetapi ia yakin bahwa ia berdoa kepada Dzat yang tidak pernah tidur, maha mendengar, dan tidak pernah mengingkari janji. Maka karena keyakinannya itulah Allah akan mengabulkan doa hamba tersebut.
Sehingga keyakinan seseorang dalam berdoa itu menjadi kunci mutlak. Sejauh mana ia yakin dalam berdoa maka sejauh itu pula kemungkinan doanya akan dikabulkan Allah.
Kedua, Istiqomah. Istiqomah itu artinya terus menerus dalam ketetapan ruang waktu yang sama. Maksudnya, seseorang itu harus terus menerus berdoa dengan aturan yang tetap baik kuantitas maupun kualitas.
Misalkan, seseorang itu setiap hari akan selalu berdoa ketika usai sholat fardhu. Maka ia harus Istiqomah melakukannya. Setiap setelah sholat fardhu ia senantiasa berdoa. Mengapa harus demikian?.
Karena mungkin saja Allah sedang menguji kesungguhan kita dalam berdoa atau Allah sangat mencintai rintihan doa-doa kita sehingga tidak segera mengabulkan doa tersebut karena masih rindu dengan rintihan doa-doa kita. Juga karena kita tidak pernah tahu, pada rintihan yang mana Allah mengabulkan doa kita.
Maksudnya, jika seseorang tidak bisa istiqomah dalam berdoa maka mungkin saja Allah tidak mengabulkan doa kita. Karena dianggapnya kita hanya sedang main-main atau tidak serius dalam berdoa.
Seorang hamba yang berdoa itu seperti seorang anak kecil yang merengek minta sesuatu kepada orang tuanya. Maka jika anak itu hanya merengek sekali dua kali orang tua tidak akan memenuhi permintaan itu.
Berbeda kalau anak itu selalu “Istiqomah” merengek setiap hari selama permintaan itu belum dipenuhi maka orang tua itu akan memenuhi permintaan sang anak. Karena ia tahu berarti sang anak sungguh-sungguh menginginkan hal tersebut.
Ketiga adalah Husnudzon. Ini kunci utama dan permasalahan intinya yang seringkali terjadi pada seseorang yang berdoa kepada Allah.
Selama ini kita seringkali merasa bahwa doa kita seakan tidak dikabulkan Allah, tidak sesuai keinginan & harapan kita, bahkan seringkali kita dibuat bingung akan doa yang sangat berjauhan dengan realita yang disuguhkan Allah. Yang pada akhirnya, pada diri kita akan muncul sifat Suudzon kepada Allah. Na’udzubillah.
Padahal, hal itulah penyebab utama dari doa-doa kita yang tidak dikabulkan Allah. Suudzon atau berburuk sangka kepada Allah dalam berdoa.
Makanya, ini sesungguhnya yang harus kita tumbuhkan dan sering dilatih. Yakni sifat Husnudzon kepada Allah dalam hal apapun termasuk dalam berdoa.
Lebih dari itu, sesungguhnya tidak ada doa yang tidak dikabulkan Allah. Hanya saja, kita yang tidak paham dalam wujud apa doa itu dikabulkan atau dalam ruang waktu yang mana Allah mengabulkan doa tersebut.
Terakhir, jangan pernah berhenti berharap dan berdoa. Karena doa adalah senjata orang mu’min. Teruslah berdoa karena kita tahu doa itu ibarat anak panah yang melesat dari busurnya.
Cepat atau lambat. Tepat atau tidak tepat. Sedikit atau banyak. Doa itu pada akhirnya akan sampai pada objeknya. Dan jadikanlah Allah sebagai objek dari segala doa-doa kita.[]