• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Cara Menjawab Salam dari Non-Muslim

Dalam pergaulan sosial, tentu saja perlu kita sadari apa yang telah ditegaskan oleh al-Qur’an, maupun fakta sosial, bahwa manusia itu tercipta berbeda-beda secara agama

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
30/09/2022
in Ayat Quran, Hadits, Hikmah, Rujukan
0
Menjawab Salam dari Non-Muslim

Menjawab Salam dari Non-Muslim

838
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam pergaulan sosial masyarakat yang plural di Indonesia, menyampaikan dan menjawab salam antar umat yang berbeda agama adalah sesuatu yang niscaya. Seorang warga yang muslim sangat mungkin berhadapan pada situasi untuk memulai atau menjawab salam dari non-muslim.

Bahkan, beberapa orang sering menghadapi hal tersebut dan biasa melakukanya. Namun, bagi banyak kalangan masih ragu dan bertanya tentang bagaimana cara menjawab salam dari non-muslim.

Ada dua pandangan dalam hal ini. Pertama yang memandang bahwa memulai dan menjawab salam adalah bagian dari doa dan ibadah. Kedua yang memandangnya sebagai bagian dari relasi dan pergaulan sosia. Yang memandang pertama ada yang melarangnya, karena doa dan ibadah hanya berlaku bagi orang yang sudah masuk Islam. Ada yang membolehkannya, selama tidak terkait dengan doa keselamatan di akhirat, hanya untuk kebaikan-kebaikan sosial di dunia saja.

Pandangan kedua yang memandangnya sebagai relasi sosial kemasyarakatan, juga ada yang melarangnya sama sekali. Dengan alasan, orang-orang yang bukan muslim dianggap tidak berhak sama sekali untuk memperoleh salam maupun jawaban salam. Anggapannya mereka orang-orang yang salah, sesat, bahkan musuh, yang tidak patut memperoleh kebaikan sama sekali dari orang Islam, baik dalam bentuk menerima salam atau jawaban salam.

Pandangan lain, karena bagian dari pergaulan sosial, maka semua yang baik untuk penguatan relasi sosial adalah baik, dan minimal dibolehkan. Dalam kaidah fiqh, hukum asal dari semua pergaulan sosial adalah boleh (al-ashlu fi al-mu’amalah al-ibahah). Karena itu, memulai dan menjawab salam adalah baik dan minimal dibolehkan.

Baca Juga:

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Aurat dalam Islam

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Noble Silence: Seni Menghormati Waktu Hening untuk Refleksi Keimanan

Salam sebagai Pergaulan Sosial

Mungkin lebih tepat memandang praktik memulai salam terhadap non-muslim dan menjawab salam darinya sebagai bagian dari pergaulan sosial, bukan ibadah ritual. Dalam pergaulan sosial, tentu saja perlu kita sadari apa yang telah ditegaskan oleh al-Qur’an, maupun fakta sosial, bahwa manusia itu tercipta berbeda-beda secara agama. Karena tercipta berbeda-beda, maka yang kita perlukan adalah bagaimana mengelola perbedaan ini. Termasuk mengenai cara menjawab dari non-muslim yang baik dan sesuai dengan ajaran sosial Islam.

Beberapa ayat al-Qur’an sudah menegaskan bahwa perbedaan agama di dunia ini adalah bagian dari keputusan Allah Swt sendiri (QS. Al-Maidah, 5: 48), untuk saling mengenal satu sama lain (QS. Al-Hujurat, 49: 13), bahkan bisa saling berlomba, antar umat yang berbeda agama, dalam mewujudkan kebaikan (QS. Al-Baqarah, 2: 148). Beberapa ayat juga menegaskan bahwa, berbuat baik terhadap umat yang berbeda agama itu tidak terlarang sama sekali (QS. Al-Mumtahanah, 60: 8).

Sebagai pergaulan sosial, Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M) mengingatkan kita tentang tetangga yang berbeda agama, yang tetap memiliki hak sebagai tetangga, yang harus kita hormati, dan kunjungi. Yakni dengan saling menjaga, dan saling menolong satu sama lain (Ihya’ Ulumuddin, juz 2, hlm. 329–333 [Kairo: Dar al-Hadits, 1994]). Pernyataan ini merujuk pada berbagai teks hadits Nabi Muhamamd Saw tentang pentingnya hak tetangga sebagai bagian dari keimanan (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 6082, 6084 dan 6088).

Teladan Nabi

Dalam berbagai catatan kita Hadits juga, Nabi Muhammad Saw berkawan dan memiliki tetangga yang berbeda agama, yang saling berkunjung dan saling mengundang untuk makan bersama (Musnad Ahmad, hadits nomor 13403 dan 14068). Dalam pergaualan ini, tentu saja: akan terjadi saling memulai atau menjawab salam. Dalam hal menjawab salam ini, Nabi Saw selalu berpesan untuk selalu lembut dan baik dalam berelasi dengan yang berbeda agama (Sahih Bukhari, hadits nomor 6093).

Teks-teks ini bercerita tentang teladan Nabi Muhammad Saw. yang mengajarkan kepada kita tentang pergaulan sosial dengan yang berbeda agama. Artinya, prinsip dasarnya adalah Islam menganjurkan pergaulan sosial yang baik dengan yang berbeda agama. Pandangan yang melarang salam dan sejenisnya hanya berlaku pada mereka yang berbeda agama yang menjadi musuh dalam peperangan.

Karena, dalam Islam, prinsip dan dasar adalah persaudaraan dan relasi yang baik antarmanusia. Terutama pada kondisi damai, atau tidak dalam peperangan, kita dituntut untuk mengembangkan lebih banyak lagi perdamaian dan kebaikan-kebaikan. Prinsip inilah yang menjadi inspirasi yang terekam dalam teladan Nabi Muhammad Saw.

Cara Menjawab Salam dari Non-Muslim

Jika prinsip pergaulan sosial yang baik dengan non-muslim, maka soal cara menjawab salam non-muslim adalah hal teknis belaka. Prinsipnya adalah segala sesuatu yang menguatkan pergaulan sosial yang baik adalah baik dan dianjurkan.

Misalnya, jika umat warga bangsa memulai dengan ucapan “Selamat Pagi”, kita bisa menjawab juga dengan “Selamat Pagi”. Begitupun jawaban untuk “Selamat Siang” dan “Selamat Malam”, atau yang lain. Atau, jika ada yang memulai dengan “Assalamu’alaikum”, bisa kita jawab dengan “Wa’alaikum salam”.

Sama halnya ketika ada yang memulai dengan bahasa daerah, atau ungkapan dari tradisi agama masing-masing, jika kita mampu: bisa menjawabnya yang sesuai dengan bahasa daerah dan tradisi tersebut. Minimal dengan ungkapan “Terimakasih”, dengan senyum yang cukup mengirim sinyal kebaikan kepada mereka, sebagai sesama warga bangsa yang bersatu dan bersaudara. Demikian ini, sesunggunya, adalah bagian dari akhlak baik yang Nabi Muhammad Saw ajarkan kepada kita. Wallahu a’lam bish-showab. []

Tags: islamkeberagamanMenjawab SalamModerasi Beragamanon muslimtoleransi
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

perempuan di ruang domestik

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

9 Mei 2025
PRT

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

9 Mei 2025
Aurat dalam Islam

Aurat dalam Islam

9 Mei 2025
Menikah adalah Separuh Agama

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

9 Mei 2025
Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

8 Mei 2025
Membaca Ayat Kesaksian Perempuan

Cara Membaca Ayat Kesaksian Perempuan Menurut Ibnu Rusyd dan Ibnu Al-Qayyim

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version