• Login
  • Register
Senin, 12 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Cara Parenting Ala Gus Baha

Gus Baha: orang tua memang harus memberi kelonggaran pada anaknya, karena merekalah yang akan menjaga dan meneruskan tauhid di masa depan

Rasyida Rifa'ati Husna Rasyida Rifa'ati Husna
08/11/2024
in Keluarga, Rekomendasi
0
Parenting Ala Gus Baha

Parenting Ala Gus Baha

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada yang unik dari cara parenting ala Gus Baha dalam mendidik anak-anaknya. Setiap orang tua pasti memiliki pola yang berbeda dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Seperti ada orang tua yang cenderung ketat, ada juga yang cenderung longgar kepada anak. Pola parenting dengan memberikan kelonggaran kepada anak inilah cara yang Gus Baha pilih.

Kiai kenamaan asal Rembang ini dalam satu ceramahnya pernah menegaskan betapa pentingnya membangun hubungan yang baik antara orang tua dan anak, di samping menanamkan nilai-nilai tauhid sejak usia dini. Dalam hal ini, parenting ala Gus Baha menekankan bahwa anak-anak harus merasakan cinta dan kebaikan dari orang tua mereka, bukan dari orang lain.

Bersikap longgar kepada anak, seperti kata Gus Baha, “Kalau anak itu suka jajan, maka belikan jajan. Kalau dia suka makan enak, ya kasih makan enak. Tetapi semuanya ini demi mengawal kalimat tauhid dan kebenaran-kebenaran Islam yang (sedang) kamu tanamkan.”

Selain itu, hal tersebut tujuannya agar anak tidak merasa kecewa dengan sistem keluarganya sendiri. Bukan bermaksud memanjakan anak, dalam usia yang masih sangat dini, sangat berbahaya jika seorang anak sampai mempunyai pikiran kecewa terhadap orang tuanya.

Itu dikhawatirkan nanti akan berujung pada kekecewaan anak pada sistem Islam yang orang tua ajarkan kepadanya. Terlebih lagi ketika anak sudah bisa beribadah seperti salat dan membaca al-Qur’an, maka orang tua mesti mendukung dengan cara yang arif.

Baca Juga:

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Jangan Batasi Keinginan Anak

“Jangan sampai kamu jadi orang yang terlalu zuhud dan banyak mengekang anak. Kemudian anakmu ingin nonton tv, malah dipinjemi dari tetangga yang nggak salat. Sehingga anak ini nantinya mengidolakan keluarga yang tidak salat.”  jelas Gus Baha.

Hal ini biasa terjadi ketika anak terkekang luar biasa oleh orang tuanya. Seperti yang Gus Baha sebutkan, melarang menonton tv, tidak pernah mengijinkan anak jajan dan main, intinya selalu membatasi keinginan dan kebutuhan anak. Pada tahap seperti itu, seorang anak bisa merasa trauma dan kecewa dengan keluarganya—terutama kalau si anak mendapatkan kepuasan tersebut dari orang lain.

Gus Baha menerangkan bahwa saat anak sudah merasa kecewa dengan keluarganya, ia tidak akan mungkin mau mendengar nasehat dan perkataan dari orang tuanya sendiri. Justru omongan orang lain yang bakal lebih diperhatikan, dituruti, dan dilakukan oleh si anak. Pada akhirnya, ketika anak telah tumbuh dewasa dan nakal, itu semua bisa terjadi karena sejak kecil tak pernah mengidolakan orang tuanya yang terlalu mengekang tadi.

Rasulullah Bersikap Longgar kepada Anak-anak

Teladan dalam memberi kelonggaran atau memanjakan anak sejatinya telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Seperti dalam banyak riwayat masyhur, Rasul sangat menyayangi kedua cucunya, Sayyidina Hasan dan Husein.

Bahkan suatu ketika Sayyidina Hasan dan Husein pernah bermain-main dengan jirwan (anak anjing). Anak anjing itu lalu dibawa sampai ke kamar Rasulullah. Beliau saw. rupanya tidak melarang atau memarahi kedua cucunya. Rasul membiarkan mereka bermain-main dengan anak anjing tersebut agar cucunya senang.

Dengan demikian, bersikap longgar kepada anak menjadi kesunnahan sebagaimana Rasulullah telah melakukannya. Dalam Kitab Fath al-Muin, Gus Baha menjelaskan bahwa sunnah bagi orang tua memberi kelonggaran dan memanjakan anak, yang dalam konteks ini mumpung tahap pertumbuhan mereka belum sampai pada kondisi mukallaf (sudah dikenai hukum).

Ketika membahas tentang pentingnya bersikap longgar kepada anak, Gus Baha juga mengambil dalil dari pernyataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib,

الإِنْسَانُ عَبْدُ الإِحْسَانِ

“Manusia adalah hamba kebaikan”

Penjelasan Imam Al-Ghazali

Imam al-Ghazali memberikan penjelasan tentang pernyataan Sayyidina Ali tersebut, tepatnya dalam pembahasan al-mahabbah wa asy-syauq wa al-uns wa ar-ridha.

Beliau menguraikan bahwa, dengan adanya kebaikan yang didapatkan, seseorang akan cenderung mencintai orang yang dianggap berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang ia anggap berbuat buruk.

Ketika orang tua bersikap baik, memanjakan, dan tidak mengekang anaknya. Anak tersebut pasti akan simpati, mengindahkan, serta berlaku baik pula pada orang tuanya.

Memanjakan Anak, Demi Mengawal Kalimat Tauhid dalam Jiwanya

Jadi, penting bagi orang tua untuk memberikan akses kebahagiaan yang patut anak dapatkan selama kebahagiaan itu tidak menyalahi aturan Islam. Apabila kita tinjau kembali, sejatinya tidak ada orang yang lebih pantas untuk direpotkan oleh anak, daripada orang tuanya sendiri.

Di samping itu, menurut Gus Baha orang tua memang harus memberi kelonggaran atau memanjakan anaknya karena merekalah yang akan menjaga dan meneruskan tauhid di masa depan.Tidak heran jika beberapa kisah keluarga dalam Alquran selalu terfokus pada pola parenting tersebut. Memanjakan anak agar menjadi generasi penerus dan penjaga tauhid di masa depan.

“Dalam kitab Mizan al-Kubra, di antara adab para nabi ialah memuliakan anak. Karena anaklah yang kelak lebih panjang waktunya untuk membawa tauhid. Kalau kalian lihat cerita-cerita di Alquran, hubungan antara ayah dengan anaknya ini sangat luar biasa.” pungkas Gus Baha. Wallah a’lam bis-shawwab. []

Tags: Hak anakkeluargaParenting Ala Gus BahaRelasitauhid
Rasyida Rifa'ati Husna

Rasyida Rifa'ati Husna

Terkait Posts

Umat Buddha

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

12 Mei 2025
Pekerja Rumah Tangga

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Neng Dara Affiah

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

10 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Paus Leo XIV

    Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha
  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha
  • Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan
  • Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version