Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Umar Ridha Kahalah, seorang penulis biografi para ulama perempuan Islam dan Arab dalam lima jilid tebal, berjudul: “A’lam al-Nisa fi Alamay al “Arab wa al Islam”. Dalam pengatarnya atas buku ini ia mengatakan:
“Aku sudah bekerja keras, sejauh kemampuanku, untuk menggali dan meneliti sejumlah besar tokoh-tokoh perempuan.
Nama mereka di dunia Arab dan Islam terpatri abadi memberikan inspirasi dan pengaruh yang sangat menonjol dalam dunia ilmu pengetahuan dan peradaban.
Mereka adalah cendekiawan dalam sastra, seni, politik, pemegang otoritas publik dan budaya, teladan dalam moral, kejujuran, kebaikan, kebersahajaan, ketekunan dalam ibadah dan lain-lain.”
Ironisnya, sejarah kaum muslimin sesudah itu, kembali memasung perempuan dalam kerangkeng-kerangken domestik (rumah). Aktivitas intelektual dibatasi dan kerja sosial politik dipasung.
Perempuan – perempuan ulama Islam terlupakan hingga tenggelam dalam timbunan pergumulan sejarah laki-laki. (Baca juga: Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim)
Konon, atas nama kasih sayang, perlindungan, dan penghormatan terhadap perempuan, sistem sosial patriarkhis kembali terbangun.
Sangat mencengkeram dan mendominasi struktur-struktur sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan manusia.
Tindakan itu mereka lakukan dengan alasan agar perempuan tidak menjadi sumber fitnah (kekacauan sosial). Dari titik inilah kemudian, kebudayaan Islam mengalami stagnasi hingga degradasi yang panjang.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.