Mubadalah.id – Dalam relasi pernikahan, yang harus selalu berpikir dan merujuk pada kemaslahatan yang akan kembali kepada diri masing-masing, sekaligus juga berpikir pada kemaslahatan pasangannya.
Penting untuk ditegaskan di sini bahwa prinsip keadilan hakiki meniscayakan untuk mempertimbangkan dampak aktivitas seksual yang bisa jauh berbeda yang dialami perempuan dari yang dialami laki-laki.
Alat kelamin laki-laki secara fisik berada di luar dan mengeluarkan cairan sperma yang dampaknya, secara umum, nikmat semua.
Sementara alat kelamin perempuan secara fisik berada di dalam, yang bisa saja terluka (lecet atau berdarah) ketika menerima penetrasi alat kelamin laki-laki.
Ia juga bisa berdampak pada kehamilan, yang oleh al-Qur’an digambarkan sebagai kelelahan bertumpuk (wahn ‘ala wahn), dengan turunannya. Yaitu melahirkan, nifas, dan menyusui.
Jika dampak aktivitas seksual bagi laki-laki adalah nikmat dan hanya dalam hitungan menit. Sedangkan perempuan bisa merasakan sakit dan berpotensi mendapatkan dampak kelelahan.
Kemudian rasa sakit yang dialaminya bisa dalam hitungan harian (melahirkan dan nifas paska melahirkan). Kemudian bulanan (hamil, nifas, dan menyusui), bahkan bisa tahunan (menyusui).
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan (‘addilah) dalam perspektif mubadalah menuntut laki-laki, sebagai orang yang tidak mengalami dampak tersebut di atas. Untuk mempertimbangkan pengalaman perempuan yang mengalami hal tersebut.
Dengan pertimbangan ini, laki-laki bergerak untuk menemani dan memfasilitasi agar perempuan tidak tersakiti dalam hal aktivitas seksual dan dampak turunannya (hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui).
Idealnya, keduanya bisa menikmati semua tahapan aktivitas seksual dan semua dampak turunannya. Pertimbangan ini harus mereka mulai sejak inisiasi pernikahan yang dalam teks hadis di atas sebagai al-ba’ah.
Demikianlah kerja interpretasi mubadalah untuk teks hadis anjuran menikah yang cukup populer di kalangan umat Islam. Kandungan buku ini akan memantik interpretasi mubadalah atas teks-teks hadis tentang relasi pernikahan yang sering menjadi pembicaraan masyarakat.
Seperti ungkapan menikah sebagai separuh agama, isu kafaah dalam pernikahan, mahar terbaik adalah yang termurah, wali nikah, pesta atau walimah nikah. Kemudian kewajiban nafkah keluarga, istri yang meminta cerai, dan isu-isu yang lain. []