• Login
  • Register
Selasa, 24 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Dampak Perubahan Pengelolaan Hutan Ciremai, Masyarakat Desa Cisantana Mulai Kekurangan Sumber Air

Sawahnya kini sering kekeringan, padahal sebelumnya jarang terjadi. Bahkan untuk menanam padi pun menjadi sulit. “Kami hidup di dekat sumber air, tetapi mengapa masih mengalami kesulitan seperti ini?” keluhnya.

Muflihah Muflihah
20/01/2025
in Personal
0
Desa Cisantana

Desa Cisantana

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada akhir bulan Agustus, aku dan temanku mengikuti kegiatan Sekolah Riset Ekologi (SRE) yang diselenggarakan di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) selama tiga belas hari. Enam hari berlangsung di ISIF dan tujuh hari sisanya dilakukan di lokasi riset. Aku memilih Desa Cisantana, Kuningan, Jawa Barat, sebagai tempat risetku.

Selama kegiatan, banyak pengalaman dan pembelajaran yang kudapatkan. Namun, yang paling membekas adalah ketika pemateri mengatakan, “Setiap pergerakan manusia pasti berdampak pada perubahan alam, dan setiap perubahan alam pasti berdampak pada manusia.”

Hal ini terasa sangat relevan selama riset di Desa Cisantana. Banyak cerita dari masyarakat setempat yang menunjukkan dampak perubahan tersebut, terutama sejak keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004 diterbitkan.

Keputusan ini mengubah pengelolaan kelompok hutan Gunung Ciremai seluas ±15.500 hektar di Kabupaten Kuningan dan Majalengka menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Desa Cisantana termasuk dalam wilayah ini.

Sebelumnya, masyarakat Desa Cisantana mayoritas bekerja sebagai petani yang menggarap lahan di lereng Gunung Ciremai. Mereka juga memanfaatkan sumber daya alam hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti mengambil air, mengelola lahan hutan sebagai pertanian, dan memanfaatkan hasil hutan lainnya.

Baca Juga:

Bagaimana Sikap Masyarakat Jika Terjadi KDRT?

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Pentingnya Membangun Kesadaran Inklusivitas di Tengah Masyarakat yang Beragam

Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

Namun, pada tahun 2004, perubahan besar terjadi. Setelah keputusan menteri kehutanan diterapkan, masyarakat dilarang mengelola lahan hutan, bahkan sekadar mengambil kayu pun tidak diperbolehkan.

Beralih Profesi

Keputusan ini memaksa banyak petani di Desa Cisantana untuk beralih profesi. Masyarakat Dusun Palutungan, yang berbatasan langsung dengan wilayah TNGC, mengalami perubahan signifikan. Profesi mereka yang semula sebagai petani kini berubah menjadi peternak, pengelola wisata alam, pengemudi ojek, perantau, atau bahkan pengangguran.

Dari situ pula muncul masalah baru, karena Desa Cisantana, yang berada di lereng Gunung Ciremai pada ketinggian 700–1.200 meter di atas permukaan laut, memiliki hawa sejuk dan pemandangan indah. Justru berkembang menjadi wisata dan kafe. Hal ini pasti akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat bawah Dusun Cisantana.

Para petani di Dusun Cisantana kini mengalami kesulitan air karena harus bergantian dengan Dusun Palutungan dan tempat-tempat wisata. Sawah-sawah mengalami kekeringan, bahkan tanahnya retak dan tidak bisa ditanami. Biasanya, petani menghabiskan sore hingga malam hari di sawah untuk menampung air dan menyirami tanaman mereka.

Ibu Anas, seorang petani sekaligus peternak di sana, merasa bingung dan prihatin. Sawahnya kini sering kekeringan, padahal sebelumnya jarang terjadi. Bahkan untuk menanam padi pun menjadi sulit. “Kami hidup di dekat sumber air, tetapi mengapa masih mengalami kesulitan seperti ini?” keluhnya.

Kesulitan Akses Sumber Air

Bahkan kondisi ini akan berdampak lebih besar pada perempuan dan kebutuhan hidup keluarga. Termasuk ketersediaan air untuk memasak, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Ketika akses air sulit, maka keluarga tersebut harus meluangkan waktu dan tenaga ekstra untuk mencari sumber air alternatif, mengurangi waktu mereka untuk beristirahat atau melakukan aktivitas lain.

Selama tujuh hari riset, aku mencoba memposisikan diri sebagai warga di sana. Sebagai perempuan yang sedang mengalami menstruasi, aku merasakan betapa pentingnya air bagi kesehatan reproduksi.

Sehingga saat kekurangan air dapat memicu gangguan kesehatan kita. Karena perempuan membutuhkan air bersih untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh, terutama pada masa-masa reproduksi.

Maka dari itu kita sebagai makhluk hidup sebisa mungkin harus menjaga sumber daya alam, mencegah bencana, dan menciptakan generasi masa depan dengan lingkungan yang sehat. Salah satu caranya adalah memastikan ketersediaan sumber air.

Selain itu, penting untuk melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya air, karena perempuan dan air adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. []

Tags: dampakDesa CisantanaHutan CiremaiKekuranganmasyarakatMulaiPengelolaanPerubahanSumber Air
Muflihah

Muflihah

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Bias Kultural

Bias Kultural dalam Duka: Laki-Laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

24 Juni 2025
Mau Menikah

Bukan Tak Mau Menikah, Tapi Realitas yang Tak Ramah

24 Juni 2025
Spiritual Awakening

Spiritual Awakening : Kisah Maia dan Maya untuk Bangkit dari Keterpurukan

23 Juni 2025
Teman Disabilitas

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

21 Juni 2025
Jangan Bermindset Korban

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

21 Juni 2025
Lelaki Patriarki

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

19 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bias Kultural

    Bias Kultural dalam Duka: Laki-Laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Dalil Lemah di Balik Khitan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingkah Melabeli Wahabi Lingkungan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Tak Mau Menikah, Tapi Realitas yang Tak Ramah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Francisca Christy: Ancaman Kekerasan di Era Digital itu Nyata !!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berbagi dan Selfie: Mengkaji Etika Berbagi di Tengah Dunia Digital
  • Kasus Francisca Christy: Ancaman Kekerasan di Era Digital itu Nyata !!!
  • Bias Kultural dalam Duka: Laki-Laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi
  • Membongkar Dalil Lemah di Balik Khitan Perempuan
  • Bukan Tak Mau Menikah, Tapi Realitas yang Tak Ramah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID