• Login
  • Register
Sabtu, 12 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Dengan atau Tanpa Kehadiran Laki-laki, Perempuan Tetaplah Individu yang Berharga

Tujuan hidup perempuan, sebagai manusia, bukan untuk mengabdi pada laki-laki atau suami. Jelas tidak. Satu-satunya tempat yang pantas untuk mengabdikan diri hanyalah pada Allah Swt, yang maha kuasa atas segalanya.

Septia Annur Rizkia Septia Annur Rizkia
09/08/2021
in Personal
0
Laki-laki

Laki-laki

356
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menjadi perempuan lajang di usia yang menurut standar masyarakat sudah matang berumah tangga, tentu bukan perkara mudah. Terlebih jika teman sebaya sudah banyak yang melepas masa lajangnya. Beragam komentar pun berdatangan. Mulai dari yang hanya sekedar basa-basi hingga mengintimidasi, menjadi konsumsi bahkan makanan telinga saban harinya.

Selalu saja, sejauh apa pun pendidikan maupun prestasi perempuan, kalau belum juga memiliki pasangan hidup atau suami, dikatakan belum lengkap. Seolah-olah, goal hidup seorang perempuan adalah ketika sudah bersuami. Ditambah, perempuan masih saja diposisikan sebagai konco wingking (teman pelengkap yang posisinya di belakang) laki-laki, terutama dalam relasi pernikahan.

Semestinya, perempuan lajang maupun yang sudah menikah, mereka tetaplah individu, manusia seutuhnya, yang bertanggung jawab atas kehidupannya. Di dalam Islam sendiri, setiap manusia, nantinya akan mempertanggungjawabkan perbuatannya kelak di akhirat. Tentu, tak ada yang bisa menolong kecuali amal perbuatannya. Suami, istri, anak, orang tua, tetangga, kerabat, semua sibuk dengan dirinya masing-masing.

Selain itu, tetap, dengan atau tanpa kehadiran laki-laki, kehidupan perempuan amatlah berharga. Pun, bahagia adalah tanggung jawab masing-masing orang. Terlepas ia memiliki pasangan maupun tidak. Menggantungkan urusan kebahagiaan ke orang lain, tentu, yang namanya manusia, tak luput dari celah kesalahan. Oleh karena itu, berharap kepada sesama manusia, hanya akan berujung pada kekecewaan.

Sebab sebaik-baiknya tempat mengadu adalah pada Allah Swt, sang pemilik semesta. Serta, sebaik-baik tempat pulang adalah pada diri sendiri.

Meski patriarki yang hingga saat ini masih membelenggu seantero dunia menghendaki dan memposisikan perempuan hanya sebagai objek dari kehidupan. Yang jelas, kualitas seorang perempuan bukan dari seberapa banyak laki-laki yang tertarik dan menyukainya. Melainkan, seberapa jauh ia menjadi individu yang bermanfaat untuk diri sendiri, bahkan orang lain, dan lingkungan sekitar.

Baca Juga:

Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Mengambil istilah di balik laki-laki atau suami yang sukses, ada perempuan atau istri di belakangnya. Bukankah relasi antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan itu sebagai partner? Kalau begitu, alangkah baiknya jika, di samping kesuksesan suami maupun istri, ada pasangan yang mau  mensupport atau mendukung setiap langkah yang diambil.

Toh, tujuan hidup perempuan, sebagai manusia, bukan untuk mengabdi pada laki-laki atau suami. Jelas tidak. Satu-satunya tempat yang pantas untuk mengabdikan diri hanyalah pada Allah Swt, yang maha kuasa atas segalanya. Pun, di dalam konsep tauhid dijelaskan,  mengabdi maupun menghamba pada selain-Nya, adalah perbuatan syirik.

Dan, karena memang sedari kita mengenal dunia, kita semua dibesarkan di lingkungan yang kental dengan kultur patriarkinya. Tak heran, mengubah mindset di alam bawah sadar yang sudah terbangun sejak kita balita, bukan perkara mudah. Semua itu butuh proses.

Terlebih, patriarkilah yang membentuk perempuan agar bergantung, terutama secara finansial dengan laki-laki atau suami. Di sini, tentu saja, perjuangan perempuan dalam meraih kemandirian finansialnya, tak jarang harus menghadapi  beragam rintangan. Apalagi, perempuan kerap kali dianggap sebagai pencari nafkah tambahan. Meski sebenarnya ia tulang punggung maupun pencari nafkah utama keluarganya.

Bahkan, di sebuah forum diskusi yang saat itu diisi oleh Ibu Nur Rofi’ah, beliau sempat melontarkan pertanyaan ke para peserta yang hadir pada saat itu. Beliau bertanya, ketika ada seorang istri keluar kota, lalu ia sekamar hotel dengan seorang pengusaha. Apa yang muncul di pikiran kita (sebagai peserta)? Dengan serentak dan refleks, mayoritas para peserta mengatakan “dosa, zina, bukan mukhrim, selingkuh, dan sejenisnya”. Padahal, pengusaha yang dimaksud adalah seorang perempuan.

Sebelum dijelaskan kalau pengusaha tersebut adalah perempuan, barang tentu, kata pengusaha masih saja diidentikkan dengan gambaran sosok laki-laki. Artinya, alam bawah sadar kita masih merekam dan menangkap kalau pengusaha itu sudah pasti laki-laki.  Meski pada kenyataannya tidak demikian.

Sebenarnya, jikalau laki-laki maupun perempuan diberikan akses, kesempatan, maupun peluang yang sama dengan laki-laki, dengan tetap memperhatikan kebutuhan reproduksi perempuan, pasti, mereka akan saling mengisi. Baik di ranah publik maupun domestik. Nah, karena sama-sama sebagai hamba dan individu yang bertangung jawab atas segala yang diperbuat, ketika ada perempuan yang memutuskan tidak menikah pun, itu juga pilihan. Bukan dosa besar.

Seperti halnya Rabi’ah Al-Adawiyah, Khadijah binti Sahnum Al-Qifthi, Aisyah binti Ahmad Al-Qurthubiyah, Karimah Al-Marwaziyah, Khadijah binti Ahmad Al-Raziyah. Mereka adalah beberapa tokoh perempuan yang semasa hidupnya dihabiskan hanya untuk  thalabul ilmi dan mengabdikan dirinya pada Allah Swt. Meski begitu, siapa pun, terlepas dari para perempuan ulama tersebut, berhak atas pilihan hidupnya masing-masing. Selama itu tidak mengusik, bahkan merugikan orang lain. Wallahu a’lam []

 

Tags: Budaya PatriarkiistrikeadilanKesalinganKesetaraanLajanglaki-lakimenikahperempuanpernikahanRelasirumah tanggasuami
Septia Annur Rizkia

Septia Annur Rizkia

Biasa dipanggil Rizka. Salah satu anggota Puan Menulis, dan pekerja teks komersial.

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID