Mubadalah.id – Lucu sih, jika suatu hari nanti setiap kamu masuk ke mall, kamu wajib beli sesuatu, alias kamu enggak akan bisa lagi cuci mata setiap akhir pekan tiba. Inilah yang menjadi permasalahan bagi pemerintah, mempermasalahkan fenomena Rojali yang sedang terjadi pada kehidupan masyarakat saat ini.
Fenomena Rojali ialah rombongan jarang beli, julukan ini tertuju pada aktivitas masyarakat saat ini yang senang menghabiskan waktu ke pusat perbelanjaan khususnya mall-mall besar, tetapi tidak berbelanja sama sekali. Jadi hanya datang, melihat-lihat, berkeliling, berfoto-foto, dan pulang setelahnya. Tanpa ada aktivitas transaksi pembelian.
Fenomena Rojali dan Rohana yang Mengusik Ekonomi
Bersamaan dengan fenomena Rojali, terdapat juga Rohana, alias rombongan hanya nanya. Tentu saja Rojali dan Rohana adalah sebuah akronim yang pemerintah nobatkan pada masyarakat saat ini. Perilaku seperti ini tentu saja memunculkan perspektif bahwa ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
Sebagaimana kita ketahui, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan memang menjadi pilihan hiburan, baik bagi masyarakat kelas atas, menengah, hingga masyarakat ekonomi ke bawah.
Pilihan untuk tidak berbelanja di pusat perbelanjaan saat ini bisa saja efek dari pendapatan masyarakat yang rendah. Terlebih belanja online lebih menawarkan harga yang lebih murah dan terjangkau. Jadi maklum juga, sih. Jika masyarakat berubah jadi Rohana, alias ke mall cuma nanya-nanya. Belinya nanti saja di rumah. Ke mall tujuannya survei saja, kali ya.
Masyarakat Lebih Melek Mengatur Keuangan
Fenomena Rojali ini juga terjadi karena masyarakat saat ini lebih awas tentang keuangan. Saat ini, masyarakat lebih mudah menerima edukasi tentang keuangan, sehingga pemasukan dan pengeluaran lebih teratur dan terstruktur. Masyarakat saat ini, lebih banyak yang membanding-bandingkan. Ah, daripada makan di mall, mending makannya nanti saja di rumah, atau makan mi ayam di pinggir jalan, bisa hemat lebih banyak.
Menurut ekonom dari Center of Economic and Law Studies, Nailul Huda berpendapat, “Hiburan paling murah saat ini ya jalan-jalan ke mall tanpa membeli. Kalau pun mau beli, biasanya mereka akan cari harga yang lebih murah lewat platform daring”.
Sementara menteri perdagangan, Budi Santoso mengatakan ialah sebuah kewajaran jika fenomena Rojali dan Rohana ini terjadi, bahkan ini merupakan sebuah kebiasaan lama, bukan hanya dampak ekonomi masyarakat saat ini. “Kan kita bebas, mau beli di online maupun offline, dari dulu sudah begitu, banyak konsumen yang datang ke mall buat ngecek kualitas barang sebelum membeli secara daring”.
Perilaku Ekonomi dalam Kaca Mata Islam
Sementara jika kita merujuk dalam agama Islam, tentu saja perilaku ekonomi seperti ini, sudah sesuai dengan nilai-nilai agama. Yaitu, bertanggung jawab secara sosial, konsumsi tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak sosial, belanja juga harus dengan penuh pertimbangan, sesuaikan dengan ekonomi. Jika merasa tidak mampu, jangan sampai harus berutang kepada orang lain, hanya karena malu tidak mampu membeli.
Rojali, Sebuah Privilege Kaum Bawah
Jalan-jalan ke pusat perbelanjaan tanpa membeli juga menjadi sebuah privilege bagi masyarakat ekonomi ke bawah. Tidak semua orang bisa ke mall setiap hari atau setiap akhir pekan. Ada masyarakat yang hanya pernah mengunjungi mall cuma sekali atau tidak pernah sama sekali, karena keterbatasan ekonomi, juga jarak yang tidak memadai.
Sehingga, menjadi sebuah kewajaran. Jika dalam setahun sekali, mereka ingin cuci mata dengan liburan ke mall. Terlebih jika dapat membawa anak-anak bermain di pusat permainan.
Intinya, kita tidak boleh menilai perilaku orang lain secara berlebihan. Meski bagi kita hal biasa pergi dan makan di mall. Namun, ada sebagian dari kita yang melihat mall adalah sebuah tempat liburan yang telah lama menjadi impian. []