• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perilaku Konsumtif Menjelang Lebaran, Haram?

Dalam Islam, sikap berlebih-lebihan atau konsumtif disebut ghuluw dan diharamkan oleh syariat.

Ayu Bejoo Ayu Bejoo
18/03/2025
in Personal
0
Perilaku Konsumtif

Perilaku Konsumtif

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Warga Indonesia sudah terkenal dengan masyarakat yang mudah mengikuti tren, dan tidak ingin merasa ketinggalan. Meski keuangan masyarakat Indonesia termasuk rendah. Namun, jika memasuki bulan Ramadan dan mendekati lebaran. Perilaku konsumtif masyarakat akan keluar. Segala upaya akan dilakukan demi menjaga hormat dari tetangga dan keluarga.

Ekonomi Merosot, Belanja Tetap Lanjut

Perilaku konsumtif adalah perilaku atau gaya hidup individu yang suka membelanjakan uangnya tanpa pertimbangan yang matang. Terlebih di dunia yang penuh digital seperti saat ini. Di mana belanja apa pun bisa di mana saja, kapan saja, dan dari mana pun. Teknologi mempermudah kehidupan manusia, tapi juga dapat menjadi boomerang tersendiri bagi yang terlena.

Dalam ekonomi yang serba seret. Sebagai masyarakat konsumen, masyarakat Indonesia kadang kala kalut dalam berbelanja berlebihan. Apalagi e-commerce saat ini membuat banyak orang tergiur dengan memberikan harga murah, ongkir gratis. Dan segala daya upaya dalam menggaet target pasar.

Dampak Negatif Perilaku Konsumtif

Mengutip dari DJKN Kemenkeu, terdapat beberapa kerugian dari perilaku konsumtif. Salah satunya ialah; pengeluaran yang membludak, padahal untuk barang yang tidak penting. Nafsu belanja yang sulit untuk dikontrol. Perilaku boros dan hedonisme yang mengikat. Adanya kecemburuan sosial lantaran melihat melihat gaya hidup dan barang milik orang lain. Sehingga memanipulasi diri sendiri untuk menginginkan hal yang sama.

Tidak hanya itu, perilaku konsumtif juga cenderung mengurangi kesempatan bagi individu untuk menabung. Sehingga tidak mampu untuk menyiapkan kebutuhan mendatang, dan tidak memiliki dana darurat. Menjadikan kabur antara mana keinginan, mana kebutuhan.

Baca Juga:

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

Seluruh Ulama Fikih Sepakat Kemaslahatan Umum Jadi Basis Utama Hukum Islam (Syari’ah)

Lebaran dan Momen Kebahagiaan, Benarkah untuk Semua Orang?

Derita Korban PHK dan Makna Puasa Bagi Rakyat Jelata

Lebaran Tidak Harus Baju Baru

Belanja yang berlebihan di bulan Ramadan dan menjelang lebaran seperti sudah menjadi tradisi. Perilaku konsumtif yang berlebihan pun menjadi tombak tersendiri. Bagaimana sikap sebagian masyarakat sudah terpatri di pikiran. Bahwasanya, lebaran segala hal haruslah baru. Baju baru, sepatu baru. Kue terpajang di rumah. Rumah yang harus terhias dengan cantik dan berwarna.

Segala hal yang bersifat sekunder menjadi sebuah keharusan dan membentuk kewajiban. Sehingga apabila tidak ada uang saat itu, menjadi dorongan untuk meminjam. Karena doktrin dalam pikiran masyarakat adalah, utang bisa dibayar besok. Namun, rasa malu atas ketiadaan hal baru menjelang lebaran adalah hal yang tak bisa tertanggungkan.

Hukum Berlebihan dalam Islam

Dalam Islam, sikap berlebih-lebihan atau konsumtif disebut ghuluw dan diharamkan oleh syariat. Sikap ghuluw tidak akan membawa kebaikan bagi pelakunya. Allah Swt. saja tidak menyukai orang-orang yang bersikap berlebihan dalam segala hal. Termasuk berbelanja melebihi kebutuhan.

Allah Swt. menegaskan dalam surat Al-A’raf, ayat 31, “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Juga dalam surat Al-Furqan, ayat 67, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”

Perilaku Konsumtif yang Bersifat Haram

Apakah perilaku konsumtif yang hampir menjamah masyarakat Indonesia ini bersifat haram? Jika perilaku konsumtif terbatas pada hal-hal yang wajar, tentu saja tidak haram dan boleh dalam syariat.

Namun, jika perilaku konsumtif membawa mudharat yang lebih besar bagi pelakunya, maka haram. Seperti, akibat perilaku konsumtif pelaku terjerat utang yang besar, menekan mental pelaku, dan jatuh pada pilihan untuk mengakhiri hidup. Tentu saja, perilaku berlebihan menjadi haram hukumnya. Karena membawa bencana yang nyata.

  “Sebaik-baik urusan ialah yang dilakukan dengan biasa-biasa atau sedang-sedang saja, sekali pun itu sedikit.”

Gimana sallingers, masih tertarik buat check out baju baru? Boleh, asal jangan banyak-banyak ya! []

Tags: BelanjaekonomiHalalharamHukum IslamLebaran 2025PemborosanPerilaku Konsumtif
Ayu Bejoo

Ayu Bejoo

Pegiat Literasi & Aktivis Gender

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Marital Rape

    Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital
  • Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID