Mubadalah.id – Sibling rivalry atau membandingkan antara kakak dan adik adalah sebuah fenomena yang sangat sering kita jumpai. Tidak jarang sebuah pola asuh yang mendewakan salah satunya menjadi boomerang bagi yang lain.
Sibling rivalry dapat membentuk dampak negatif pada perkembangan citra diri. Tiap anak terlahir dengan potensinya masing-masing, ada yang berbakat di bidang seni tapi tidak jago di eksak. Ada juga yang jago eksak, tapi tidak bisa di bidang seni.
Lalu ada yang berbakat di bidang menulis, tapi tidak berbakat di public speaking. Ada yang menjadi ratu di panggung, tapi tidak berbakat belajar di kelas dengan baik. Itulah yang menjadikan tiap anak memiliki keunikannya sendiri. Sebagai orang tua, seharusnya kita paham akan hal itu. Bukan lantas menyamaratakan dengan bakat anak yang lainnya.
Lingkungan sekitar kita menjadi saksi bisu terjadinya persaingan antar saudara dalam diam. Adik yang iri pada kakaknya, atau kakak yang iri pada adiknya. Namun, orang-orang seakan menganggap hal tersebut adalah sebuah hal yang lumrah terjadi antar saudara. Ibu yang membanggakan prestasi sang kakak, dan ayah yang sibuk menempa adik untuk “sama” dengan kakaknya.
Fenomena Sibling Rivalry dan Dampaknya
Fenomena ini mengingatkan saya pada scene serial Drakor yang baru saja saya tamatkan seminggu yang lalu, Our Unwritten Seoul. Dalam drakor ini menceritakan dua saudara kembar yang memiliki bakat dan potensi yang amat sangat bertolak belakang.
Sang kakak amat sangat mahir dalam pelajaran sekolah, juara kelas, masuk universitas impian hingga menjadi mbak-mbak kantoran di salah satu perusahaan ternama. Sedangkan, sang adik tidak berbakat dalam belajar. Ia hanya punya fisik yang kuat, hingga dia menyadari bahwa ia berbakat di bidang olahraga.
Namun, cedera harus merenggut cita-citanya untuk kuliah. Dan ia berakhir dengan mengurung diri menghabiskan masa remajanya hingga akhirnya bekerja serabutan di kampung halamannya. What an ironi!
Fenomena sibling rivalvy dalam drakor ini didukung oleh pola asuh sang ibu yang sangat mendewakan sang kakak setelah adiknya cedera dan kehilangan kesempatan kuliahnya. Sang ibu menjadi sosok yang overprotective pada sang adik. Melarangnya untuk bekerja jauh dari rumah karena alasan cedera yang ia alami. Bahkan tidak memberinya kesempatan untuk mencoba belajar meskipun otaknya tidak sepintar sang kakak.
Sedangkan, sang kakak mendapat perlakuan sangat berbeda. Ia selalu dielu-elukan ke rekan kerja sang ibu. Menjadi kebanggaan di sana-sini. Betapa pintarnya sang kakak hingga menjadi mbak-mbak kantoran di perusahaan besar.
Sebenarnya hal seperti ini sangat sering kita jumpai di sekitar kita. Sibling rivalvy membentuk stigma negatif pada diri sendiri, seperti tidak percaya diri, meyakini bahwa ia selalu salah, trouble maker, bahkan bukan hanya insecure yang dihasilkan tapi juga stress yang berlebihan. Anak bisa menganggap diri dia tidak berharga, selalu kurang, tidak kompeten, dan yang paling parah adalah menganggap saudaranya sebagai seorang rival yang merebut tempatnya.
“Banyak Anak, Banyak Rejeki” Tidak Relevan Bagi Mereka yang Tidak Melek Parenting
Sibling rivalry lebih sering dialami antara saudara kandung yang jarak usianya lebih dekat, misalnya hanya berjarak 1–2 tahun. Hal ini umum terjadi karena anak-anak pasti tidak mau berbagi kasih sayang dengan orang lain.
Di Indonesia mempunyai anak lebih dari satu merupakan hal yang umum. Masyarakat Indonesia menganggap bahwa anak merupakan sumber kebahagiaan. Bahkan di beberapa daerah ada anggapan “banyak anak banyak rejeki”. Ketika orang tua memutuskan untuk memiliki lebih dari satu anak, maka ada kehadiran sibling dalam kehidupan anak pertama.
Faktor keluarga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan anak, apabila hubungan antar sibling baik maka hubungan keluargapun akan cenderung baik pula. Sebaliknya bila hubungan antar sibling kurang baik, itu akan mengganggu hubungan sosial dan pribadi anggota keluarga lainnya.
Inilah mengapa mengatur jarak kelahiran anak pertama dengan anak kedua, anak kedua dengan anak ketiga dan seterusnya menjadi sangat penting. Selain karena faktor pola asuh, faktor jarak usia anak juga sangat mempengaruhi terjadinya sibling rivalry.
Misalnya pada anak usia 3 tahun yang masih suka bermanja-manja dan mencari perhatian orang tuanya tiba-tiba harus punya adik dan diberatkan dengan kewajiban memahami waktu orang tuanya yang harus terbagi.
Kalimat “Banyak anak banyak rejeki” tidak akan pernah relevan bagi mereka yang tidak paham akan ilmu parenting. Bagi anak, banyak saudara bisa menjadi sebuah neraka tersendiri. Mulai takut dibanding-bandingkan, takut merasa terkucilkan, kehilangan perhatian, bahkan saingan dengan saudaranya.
Peran Ekonomi dan Kakak Pertama dalam Fenomena Silbing Rivalry
Dalam dunia rumah tangga, ekonomi adalah faktor pendukung berjalannya rumah tangga dengan baik. Tidak sedikit rumah tangga yang ekonominya menjadi perenggut masa-masa menyenangkan bagi seorang anak.
Banyak sosok kakak yang merangkap tugas orang tua, mencari nafkah untuk ikut membantu perekonomian keluarga atau membantu menyekolahkan adik-adiknya. Juga banyak sosok adik yang siap mengalah demi kakaknya yang dianggap lebih bisa mengangkat derajat orang tua dengan lanjut berkuliah di luar kota.
Fenomena sibling rivalry akan menjadi sangat berat bagi mereka yang bersaudara dengan umur yang tak jauh jaraknya. Apalagi jika ditambah faktor ekonomi yang mengharuskan salah satu atau bahkan keduanya mengalah.
Misal pada kasus mengalahnya sang kakak untuk kuliah di kampus impian dan memilih untuk berkuliah di dalam kota bersama adiknya, demi menekan biaya kuliah dan living cost . Atau pada kasus-kasus kakak yang merelakan pendidikannya demi adik-adiknya sekolah.
Peran Orang Tua untuk Menanggulangi Fenomena Sibling Rivalry
Permasalahan yang sering terjadi dalam sibling rivalry adalah kurangnya waktu dan perhatian yang dimiliki oleh suatu keluarga. Seorang kakak yang iri terhadap adiknya menganggap adik sebagai penyebab hilangnya kasih sayang dan perhatian yang selama ini menjadi miliknya seorang.
Bagi anak-anak yang menjadi bahan yang diperebutkan adalah waktu, perhatian, cinta, dan penerimaan yang orang tua berikan kepada setiap anak. Dengan demikian tentunya pola asuh yang benar dari orangtua, mempunyai peranan yang penting dalam sibling rivalry.
Oleh karenanya, pengetahuan orang tua tentang sibling rivalry merupakan hal yang sangat penting terutama dalam hal pencegahan dan cara penanganan yang tepat. Selain itu, menikah dengan mempertimbangkan dan menghitung jarak kelahiran antar anak sangatlah penting untuk kita lakukan. Setidaknya sang kakak bisa menerima kelahiran adiknya dengan pola pikir yang sudah sedikit lebih dewasa.
Sibling rivalry memang hal yang lumrah terjadi, namun jika telat untuk terselesaikan rasa persaingan ini akan terus terbawa hingga dewasa. Sehingga akan menjadi masalah bagi kedua saudara yang harusnya saling ada satu sama lain. Saudara kandung terlahir untuk saling menemani, bukan menyaingi. Maka, orang tua yang baik tidak akan menciptakan persaingan sengit antara dua buah hati. []