Mubadalah.id – Bagaimana Islam melihat peran musyawarah dalam keluarga?
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا نَافِعُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ، ” أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ لَا تَسْمَعُ شَيْئًا لَا تَعْرِفُهُ إِلَّا رَاجَعَتْ فِيهِ حَتَّى تَعْرِفَهُ، وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى:ف فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًاق، قَالَتْ، فَقَالَ: إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ، وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ ”
Artinya : “Diriwayatkan dari Sa’id bin Abi Maryam berkata bahwasannya dia mendapatkan kabar dari Nafi’, yang berkata : diriwayatkan dari Abi Mulaikah, berkata bahwa Aisyah ra, istri Nabi saw, ketika mendengar apapun yang tidak dikenalnya, akan selalu bertanya memastikan agar memahaminya dengan benar, ketika Nabi saw bersabda : “Barangsiapa yang dihisab sekecil apapun, maka dia pasti diazab.” Aisyah ra bertanya meminta penjelasan : ”Bukankah Allah swt berfirman bahwa orang mukmin juga akan dihisab dengan hisab yang ringan?.” Nabi saw menimpalinya : “Itu hanya perjumpaan saja, tetapi barangsiapa yang diceburkan untuk sebuah perhitungan, ia pasti binasa.” ( HR.Bukhori )
Dari hadis Ibn Abi Mulaikah ini, kita melihat tradisi belajar yang baik antara Aisyah ra dengan suami sekaligus gurunya sendiri yakni Nabi Muhammad saw. Dari sini kita bisa melihat suatu pembelajaran jika kita bisa mengajukan pertanyaan yang kritis. Artiya setiap penjelasan-penjelasan dari seorang guru masih sangat bisa untuk dipertanyakan bahkan dikritisi sekalipun.
Dalam kasus ini Aisyah ra mengajukan pertanyaan dengan dilandasi Al-qur’an. Lalu kemudian apa yang dilakukan Nabi saw?, beliau meluruskan pernyataannya di atas agar tidak dipahami oleh muridnya sebagai pernyataan yang bertentangan dengan Al-qur’an.
Dari hadis tersebut kita bisa menggambarkan mengenai hubungan suami istri yang tentunya saling terbuka untuk selalu bertanya maupun ditanya, menjelaskan penjelasannya agar dapat dipahami oleh yang mendengarkan serta menerima kritikan atau masukan, tentunya semua ini dilandaskan pada prinsip ajaran agama untuk kebaikan keluarga.
Dalam perspektif ini istri mendapatkan hak untuk menyuarakan pendapatnya, istri juga berhak untuk mengkritik apa yang dipandang agak meleceng dari pemikiranya demi kebaikan dan kemaslahatan keluarga. Jika demikian suami seharusnya jangan merasa tersinggung, jangan mudah marah, seharusnya berterimakasihlah kepada istri yang meluruskan pernyataan suami yang itu juga demi kebaikan bersama.
Anggap sebagai saling mengingatkan atau sebgai media komunikasi, atau wadah untuk sama-sama belajar. Dari musyawarah ini kita dapat mengambil manfaat atau kebaikan misalnya berlatih komunikasi yang sehat dalam rumah tangga, membiasakan suami, istri dan anak-anak menyampaikan pendapat di depan pihak lain. Jangan sampai ada anggota keluarga memiliki pendapat atau keinginan namun tidak berani mengungkapkan, mengasah kemampuan verbal pada seluruh anggota keluarga, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Maka, mari biasakan untuk saling terbuka dan bermusyawarahlah bersama keluarga kita. Jika perlu libatkan anak-anak dalam musyawarah untuk berbagai urusan keluarga. Mungkin anda merasa tidak memerlukan pendapat mereka, namun musyawarah mempunyai makna agar melatih serta membiasakan anak-anak untuk mengambil keputusan dengan mekanisme yang tepat.
Biarkan mereka mendapatkan sarana untuk menumbuhkembangkan berbagai potensi positif yang Allah berikan, melalui tradisi keterbukaan dan musyawarah keluarga. Maka dari itu mengembangkan tradisi keterbukaan dan musyawarah dalam kehidupan keluarga, musyawarah merupakan media komuikasi untuk saling memahami satu sama lain.[]