Mubadalah.id – Setelah melakukan upaya untuk menjalani pola makan baru dengan mengkonsumsi real food dan menerapkan intermiten fasting, ternyata aku menemukan makna laku tasawuf yang melampaui dari sekadar pola makan real food.
Perjalanan memilih untuk mengubah pola makan sebenernya berlatar belakang karena merasa badan mulai kurang nyaman jika saya ajak beraktivitas seharian. Sehingga tergerak untuk melakukan perbaikan pola makan. Soal efeknya kurus atau turun berat badan, ya berharap sih. Cuma itu tidak terlalu fokus untuk menjadi tujuan. Terpenting hidup sehat.
Setelah beberapa waktu menjalani rutinitas tersebut, hari-hari makin mudah dan simple. Hal yang paling terasa adalah ketika makan dengan sesuatu yang hanya diproses dengan sangat sederhana, yakni direbus. Tidak bisa kita pungkiri bahwa makan sesuatu yang direbus bagi pemula atau yang tidak bisa tentu tidak enak. Lidah terasa aneh. Bahkan, pengen muntah. Itu terjadi padaku.
Ternyata saat kita terus berusaha melakukan sugesti positif pada diri sendiri dan kondisi perut yang lapar karena setelah berpuasa, akhirnya semua bisa lahap dan masuk. Lama-lama semua makanan dengan teknik pengolahan saya rebus menjadi sesuatu yang tidak aneh di lidah. Makin kesini pula, menemukan titik “enaknya” makanan yang saya olah dengan direbus itu di mana letaknya.
Kebiasaan tersebut juga akhirnya membawa tubuh ini beradaptasi dan menerima sesuatu yang sebelumnya tidak diterima oleh tubuh. Beberapa waktu lalu, sebelum membiasakan pola ini, ada beberapa makanan yang tidak bisa saya konsumsi karena rasanya aneh. Namun setelah mengikuti pola ini, ternyata akhirnya bisa menikmati dengan lebih baik dan merasakan enak. Memang hal ini menjadi sesuatu yang perlu kita syukuri.
Menerapkan Pola Makan Real Food
Tidak hanya berhenti di situ, kebiasaan pola ini juga mengantarkan pada ketidakkhawatiran atas sesuatu yang kita konsumsi. Artinya, di tengah maraknya diversifikasi makanan, tubuh yang terbiasa dengan makanan yang sederhana dengan direbus (misalnya) ternyata membawa diri ini untuk menikmati makanan yang tersedia saja.
Kita tidak lagi memiliki keinginan untuk berbelanja ke pusat jajanan yang terjual berjejer di pasar, misalnya. Merasa tidak perlu lagi menyajikan berbagai makanan di meja hingga penuh. Cukup makan dengan sesuatu yang ada dengan secukupnya. Keinginan tidak lagi membucah dan lidah mulai menerima apapun yang tersedia. Intinya, makin simple.
Hal yang sudah tersampaikan menjadi sesuatu yang membawa diri akhirnya berefleksi lebih panjang. Menemukan makna dan berusaha menceritakan dalam tulisan sederhana ini. Menerapkan pola makan real food dan intermiten fasting mungkin bisa kita kategorikan sebagai bentuk hidup minimalis.
Karena pola ini membawa individu untuk mengkonsumsi sesuatu yang low proses dan secukupnya. lebih panjang lagi, latihan mengatur pola makan baru dengan cara tersebut juga membentuk mindset baru terhadap kehidupan sehari-hari.
Hidup semakin senang dengan gaya minimalis. Tidak lagi menggunakan standar umum untuk menjalankan hidup sehari-hari. Misalnya, sebagai warga Indonesia, sehari tidak makan nasi juga sama saja terasa kenyang. Patah sudah semua alibi “aku tidak kenyang jika belum makan nasi”.
Selain itu, perihal membeli sesuatu juga sangat minimalis. Tidak lagi repot harus membeli dan menyimpan barang terlalu banyak. Semua yang di konsumsi menjadi secukupnya.
Laku Tasawuf
Lebih mendalam lagi, semua yang baru berkaitan dengan pola makan menjadi bagian dari laku tasawuf. Lantaran makanan yang sehat dengan low proses dan tidak terlalu banyak memasukan makanan, akhirnya menjadikan badan sehat dan nyaman untuk beraktivitas termasuk beribadah kepada Tuhan.
Terlebih lagi, perasaan tentang rasa cukup untuk mengkonsumsi sesuatu yang tersedia dan tidak ingin mengkonsumsi makanan yang macem-macam menjadi sikap bijak dan bagian dari bentuk pengendalian nafsu.
Menekan keinginan untuk rakus, berlebihan dan memuaskan diri dengan makanan akhirnya perlahan hilang. Kesadaran tumbuh akan pentingnya mengkonsumsi sesuatu yang bermanfaat bagi tubuh secukupnya, nah ini yang menjadi nilai dari tasawuf dalam laku pola makan baru yang saya jalani.
Tulisan ini bukan berarti ingin menggeralisasi sesuatu menjadi sebuah laku tasawuf. Namun, tasawuf merupakan laku yang mengantarkan subjek lebih dekat dengan Tuhan melalui relasi yang sifatnya duniawi secara bijak.
Melalui refleksi ini juga penulis ingin mengajak pembaca untuk memahami bahwa laku tasawuf tidak melulu ibadah mahdzah yang seringkali selama ini masyarakat pahami. Mungkin, bentuk laku lain sederhana seperti bekerja untuk kepentingan keluarga juga bagian dari laku tasawuf.
Kita perlu menjadikan banyak laku sehari-hari menjadi bagian dari bentuk ibadah yang selanjutnya bisa dipahami sebagai laku tasawuf. Pola makan yang sehat dan secukupnya juga mengandung kesadaran penuh atas perilaku yang kita kerjakan.
Pelibatan kesadaran dalam setiap tindakan yang kita miliki menjadi sangat penting dan memiliki peran mendalam dalam tindakan yang kita kerjakan. Artinya bahwa, individu untuk mampu memaknai atas setiap laku yang kita kerjakan adalah sebuah konsekuensi logis dari pelibatan kesadaran dalam setiap laku dan dari sanalah kebijakan juga akan lahir. []