Mubadalah.id – Jihad sering kali disalahpahami hanya sebagai peperangan bersenjata. Padahal, secara harfiah jihad berarti kesungguhan, upaya maksimal, kepayahan, dan usaha yang sangat melelahkan. Dari kata inilah lahir kosa kata ijtihad, yang lebih berkonotasi pada kerja keras intelektual yang melelahkan.
Dalam tradisi tasawuf, istilah “mujahadah” justru merujuk pada usaha spiritual yang intens. Sementara orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan sungguh-sungguh disebut mujahidin.
Dalam terminologi Islam, sebagaimana KH. Husein Muhammad jelaskan dalam bukunya Spiritualitas Kemanusiaan Perspektif Islam Pesantren jihad berarti perjuangan total, mengerahkan seluruh potensi manusia demi meraih tujuan luhur.
Tujuan itu tak lain adalah tegaknya kebenaran, kebaikan, keadilan, kemuliaan, kesalehan, dan kedamaian. Al-Qur’an sendiri berulang kali menegaskan bahwa inti perjuangan orang-orang beriman adalah amar makruf nahi munkar.
Menariknya, perintah ini tidak hanya untuk laki-laki, tetapi juga kepada perempuan. Namun sayang, pandangan patriarki selama ini kerap mempersempit ruang jihad kaum perempuan hanya di ranah domestik.
Padahal, konsep tauhid yang membebaskan membuka peluang seluas-luasnya bagi perempuan untuk berjihad dalam berbagai lini kehidupan, mulai dari sosial, ekonomi, politik, hingga kebudayaan.
Di sinilah makna jihad menemukan relevansinya yang hakiki yaitu membangun kehidupan tanpa diskriminasi, menegakkan keadilan, menghapus segala bentuk kezhaliman dan kekerasan. Serta mewujudkan kesalehan budaya sembari menahan keserakahan nafsu manusia.
Nabi Muhammad Saw sendiri mengingatkan kita akan jihad akbar, yaitu perjuangan besar melawan hawa nafsu. Nabi Saw bersabda: “Raja’na min al-jihad al-ashghar ila al-jihad al-akbar” (kita kembali dari perjuangan kecil, yakni perang, menuju perjuangan besar, yakni melawan diri sendiri).
Karena itu, sudah semestinya perempuan juga kita lihat sebagai manusia utuh dengan seluruh potensi intelektual, spiritual, dan moral yang setara dengan laki-laki. []