• Login
  • Register
Jumat, 3 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Kitab Simbur Cahaya, Kearifan Lokal dari Kota Palembang

Fatmi Isrotun Nafisah Fatmi Isrotun Nafisah
08/08/2020
in Figur, Publik, Rekomendasi
0
195
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Disebuah Pulau Sumatra tepatnya Sumatra Selatan di Kota Palembang sekitar abad 16 M terdapat seorang Ratu yang dikenal aktif dan cerdas, ialah Ratu Sinuhun binti Tumenggung Manco Negoro bin Pangeran Adipati Sumedang bin Pangeran Wiro Kesumo Cirebon bin Sayyid Maulana Muhammad ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Ratu Sinuhun adalah istri dari Pangeran Sido Ing Kenayan yang bergelar Ratu Sultan Jamaluddin Amangkurat IV yang memerintahkan Palembang dari tahun (1639-1650 M). Pada masa ini Kerajaan Palembang atau biasa yang disebut Pra-kesultanan sudah Islam tetapi belum memproklamirkan sebagai Kerajaan Islam dimana para penguasanya sendiri adalah keturunan Raden Fatah dan Maulana Malik Ibrahim.

Kota Palembang sendiri merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang berdiri semenjak tahun 682 M. Leluhur Palembang menamakan Kota Palembang sebagai Pa-Lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan, sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air. Sedangkan menurut bahasa Melayu–Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi air.

Kitab Simbur Cahaya menjadi kitab karangan Ratu Sinuhun yang dikarang sekitar tahun 1630an, berisi tentang perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatra Selatan dan ajaran Islam. Sumatra Selatan sendiri sangat kaya dengan tradisi lisan yang mencakup segala hal yang berhubungan dengan sastra, sejarah, biografi, ajaran agama, ajaran moral, filsafat, eksistensi asal-muasal suatu tempat, keberadaan dan kemunculan suatu tokoh, epos hiburan dan berbagai pengetahuan serta jenis kesenian yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom).

Secara Etimologis, Simbur Cahaya berarti “Percik Sinar”. Secara makna fungsional, Simbur Cahaya dimaksudkan sebagai cahaya atau sinar yang mana sinar itu digunakan sebagai obor atau suluh untuk menerangi jalan hidup masyarakat Sumatera Selatan. Kitab Simbur Cahaya diberlakukan untuk mengatur pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Baca Juga:

Makna Hijab Menurut Para Ahli

5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Kitab ini aslinya ditulis dalam bahasa melayu dengan aksara arab kuno (huruf jawi) dan terdiri dari 5 bab yaitu Adat Bujang Gadis dan Kawin, Aturan Marga, Aturan Dusun dan Berladang, Aturan Kaum, Adat Perhukuman. Kehadiran kitab Simbur Cahaya adalah bukti konkret bahwa kearifan lokal telah dikembangkan sedemikian rupa oleh Ratu Sinuhun.

Sumatra Selatan tentu sangat beruntung, karena memiliki kearifan lokal (lokal wisdom) dari Undang-undang Simbur Cahaya. Eksistensi aturan yang sudah menjadi sistem peradatan yang kemudian dikenal dengan peradatan Simbur Cahaya tentu merupakan gagasan besar dalam bentuk aturan yang sudah dipraktikkan cukup lama di Sumatra Selatan. Naskah undang-undang Simbur Cahaya merupakan hasanah yang sangat menarik untuk dikaji secara lebih mendalam melalui kegiatan penelitian. Sumbangan berharga para leluhur untuk masyarakat berikutnya perlu dijaga dan dilestarikan generasi muda-mudi.
Sejatinya perjalanan sejarah Indonesia di berbagai wilayah tidak bisa diabaikan dari peranan wanita. Indonesia mempunyai tokoh-tokoh perempuan yang pernah memegang peranan penting dalam bidang politik dan pemerintahan pada masa lampau. Salah satunya Ratu Sinuhun, kita dapat belajar darinya, Ratu Agung yang dengan semangat memerintah kehidupan di Kota Palembang. Karyanya yang monumental patut dijadikan pembelajaran baik dari sisi kreatifitas, eksistensi, dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat.

Maka Perempuan juga harus menjadi yang terdepan dalam menulis, sebab seorang perempuan juga harus pandai, berintelektual, dan mau membaca banyak hal. Dengan membaca serta mengkaji seharusnya menjadi motivasi literasi yang luar biasa bagi perempuan. []

Fatmi Isrotun Nafisah

Fatmi Isrotun Nafisah

Terkait Posts

Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Nikah di KUA

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

2 Februari 2023
Akhlak Manusia

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

1 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Saw Menyambut Ceria Kehadiran Anak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Sahabat Perempuan Pun Pernah Mengajukan Cerai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist