• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

KUPI Sebagai Gerakan

Disebut sebagai gerakan kultural karena KUPI bersifat non struktural, non birokratis, organik, dan non mekanik. Juga, karena gerakan ini berakar pada kultur/tradisi, baik tradisi keindonesiaan maupun tradisi pemikiran Islam yang sudah berlangsung lama

Nur Rofiah Nur Rofiah
05/12/2022
in Publik
0
gerakan KUPI

gerakan KUPI

657
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada umumnya, sebuah kongres selalu diramaikan dengan pemilihan ketua. Bursa pencalonan sudah ramai dibicarakan jauh-jauh hari. Ketika kongres pun, ia menjadi titik klimaksnya. Gerakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tidaklah demikian.

Gerakan

KUPI adalah gerakan sosial, kultural, intelektual, dan spiritual Ulama Perempuan Indonesia untuk mewujudkan peradaban yang berkeadilan. Peradaban ini ditandai dengan mendudukkan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai manusia seutuhnya dan subjek sepenuhnya dalam sistem kehidupan.

Disebut sebagai gerakan sosial karena KUPI terdiri dari ulama perempuan (lihat catatan-1 untuk definisinya) yang bergerak di komunitas masing-masing untuk mengubah cara pandang dan praktik-praktik sosial sehari-hari, menata ulang lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dan menjadi pemimpin melalui tindakan yang bisa diteladani oleh masyarakat, demi terwujudnya peradaban yang berkeadilan. Juga, karena berbasis kesukarelaan, merupakan insiatif masyarakat, bersifat cair, dan tidak formal.

Disebut sebagai gerakan kultural karena KUPI bersifat non struktural, non birokratis, organik, dan non mekanik. Juga, karena gerakan ini berakar pada kultur/tradisi, baik tradisi keindonesiaan maupun tradisi pemikiran Islam yang sudah berlangsung lama. Tradisi mempunyai posisi unik dalam gerakan KUPI. Di satu sisi, ia saya pandang sebagai sesuatu yang penting untuk menjadi pertimbang dalam merumuskan keadilan, namun di sisi lain, ia juga kita sikapi secara kritis agar tidak zalim pada perempuan.

Saya sebut sebagai gerakan intelektual karena dalam mewujudkan peradaban yang berkeadilan, KUPI juga membangun sistem pengetahuan keislaman yang mendudukkan laki-laki dan perempuan sebagai manusia seutuhnya dan subjek sepenuhnya. Juga, karena KUPI mengembangkan tiga pendekatan, yaitu Mubadalah yang menekankan persamaan antara laki-laki dan perempuan, Ma’ruf yang menekankan konteks spesifik Indonesia, dan Keadilan Hakiki Perempuan yang mengintegrasikan pengalaman kemanusiaan khas perempuan.

Baca Juga:

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Menilik Kiprah Ulama Perempuan dalam Menguatkan Hak Penyandang Disabilitas

Doa, Mubadalah, dan Spirit Penguatan Perempuan: Catatan Reflektif dari Kuala Lumpur

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin ala KUPI

Saya sebut sebagai gerakan spiritual karena semua ikhtiyar yang KUPI lakukan berdasarkan pada keyakinan bahwa ikhtiyar mewujudkan peradaban berkeadilan adalah panggilan iman sebab iman pada Allah mesti kami buktikan dengan prilaku baik (amal shaleh) pada sesama makhluk-Nya. Juga, karena ikhtiyar ini sebagai cara untuk menjalankan amanah melekat manusia sebagai Khalifah fil Ardl yang bertugas mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya di muka bumi.

Bukan Lembaga

Sebagai sebuah gerakan, KUPI tidak melembaga sehingga tidak memiliki perangkat kelembagaan, termasuk ketua. KUPI mungkin menjadi satu-satunya kongres yang tidak memilih ketua sehingga semua pihak yang terlibat dalam kongres dapat fokus sepenuhnya pada persoalan umat yang sedang mengikhtiyarkan untuk mengatasinya secara bersama.

Fungsi kelembagaan KUPI oleh 3 lembaga inisiator KUPI-1 yaitu trio ARAFAH (Alimat, Rahima, dan Fahmina). Fungsi kelembagaan KUPI pasca kongres-1 kami serahkan ke Alimat dan akan bergilir pada lembaga lainnya.

Selain tiga lembaga di atas, terdapat beberapa lembaga yang secara intensif terlibat dalam perhelatan KUPI bahkan sejak KUPI pertama, yaitu AMAN Indonesia yang menggawangi Konferensi Internasional, baik KUPI-1 maupun KUPI-2, dan Gusdurian yang menggawangi urusan media, baik di KUPI-1 maupun KUPI-2.

Di samping itu, ada banyak sekali lembaga yang ikut mendukung penyelenggaraan KUPI, seperti IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada KUPI-1 dan UIN Walisongo Semarang. Pada KUPI-2, Rumah Kitab juga berperan penting dalam mengupayakan penerbitan ulang Majalah Gatra Edisi Khusus Ulama Perempuan yang sudah terbit saat Idul Fitri lalu.

Manusia Utuh dan Subjek Penuh

Peradaban berkeadilan yang KUPI cita-citakan mensyaratkan cara pandang atas setiap orang, termasuk perempuan, sebagai manusia seutuhnya dan subjek sepenuhnya. Manusia seutuhnya berarti bahwa setiap orang, laki-laki dan perempuan, mempunyai kesadaran dan dipandang sebagai makhluk fisik, intelektual, sekaligus spiritual. Nilai keduanya sama-sama tergantung pada semaksimal apa menggunakan akal budinya agar setiap tindakan dapat berdampak maslahat bagi diri sendiri sekaligus pihak lain.

Peradaban ini menolak cara pandang atas laki-laki hanya sebagai makhluk ekonomi, sehingga nilainya hanya tergantung pada sebanyak apa harta dia miliki. Peradaban ini juga menolak cara pandang atas perempuan hanya sebagai objek seksual sehingga nilainya hanya tergantung pada daya tarik seksualnya bagi laki-laki, atau hanya sebagai mesin reproduksi yang nilainya hanya tergantung pada kemampuannya untuk hamil dan melahirkan anak. Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki nilai dari akhlak mulianya sehingga mampu menjadi anugerah bagi diri sendiri sekaligus pihak lain, semampunya.

Subjek sepenuhnya berarti bahwa setiap orang, laki-laki dan perempuan, mempunyai kesadaran dan dipandang sebagai subjek penuh sistem kehidupan. Hal ini berarti bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama bertanggungjawab untuk mewujudkan kemaslahatan sekaligus menikmatinya, dan mencegah keburukan sekaligus melindungi, di manapun berada, baik di ruang domestik maupun publik.

Peradaban ini menolak cara pandang bahwa perempuan hanya makhluk domestik yang boleh berkutat di rumah. Juga, menolak siapa pun dipandang lebih rendah sebagai subjek sekunder, apalagi rendah sebagai objek dalam sistem kehidupan, termasuk cara pandang pada perempuan sebagai objek seksual laki-laki!

Menuju Terang

Berislam dengan penyerahan diri secara mutlak hanya pada Allah dengan tunduk pada kebaikan bersama. KUPI berikhtiyar untuk menggerakkan sistem kehidupan yang masih zalim agar lebih adil, semakin adil. Hingga seadil mungkin sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

Salah satu ikhtiyar penting KUPI sbg gerakan adalah melahirkan pengetahuan keislaman yang adil pada perempuan. Proses panjang sejak sebelum kongres hingga akhirnya kami bahas di Musyawarah Keagamaan. Sikap dan Pandangan Keagamaan KUPI kemudian menjadi basis untuk melakukan perubahan secara kultural dan advokasi secara struktural.

Sejak pra-Kongres, Jaringan KUPI mewarnai dengan pertemuan demi pertemuan untuk mendiskusikan masalah-masalah krusial perempuan. Baik sebagai isu, perspektif, maupun aktor perubahan. Setelah kami sepakati, halaqah demi halaqah kami gelar untuk membahasnya secara mendalam dengan mengundang penyintas, pendamping, ahli, dan pemerintah.

Menjelang kongres, topik-topik yang sudah cukup matang kemudian masuk dalam halaqah di 3 region: barat, tengah, dan timur. Lalu kita tutup dengan 1 halaqah nasional. Selama kongres pun kita bahas dua kali, yaitu di diskusi paralel pra-Musyawarah dan puncaknya adalah pembahasan di Musyawarah Keagamaan. Sikap dan pandangan keagamaan KUPI kami harapkan menjadi cahaya yang menyinari jaringan KUPI untuk bergerak menuju peradaban berkeadilan.

Semoga kita bisa mengambil peran untuk membuat denyut KUPI semakin terasa di mana-mana agar peradaban berkeadilan bisa semakin nyata mewujud. []

Tags: gerakanKongresKupiKUPI IIulama perempuan
Nur Rofiah

Nur Rofiah

Nur Rofi'ah adalah alumni Pesantren Seblak Jombang dan Krapyak Yogyakarta, mengikuti pendidikan tinggi jenjang S1 di UIN Suka Yogyakarta, S2 dan S3 dari Universitas Ankara-Turki. Saat ini, sehari-hari sebagai dosen Tafsir al-Qur'an di Program Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) Jakarta, di samping sebagai narasumber, fasilitator, dan penceramah isu-isu keislaman secara umum, dan isu keadilan relasi laki-laki serta perempuan secara khusus.

Terkait Posts

Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Jukir Difabel

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

6 Mei 2025
Budaya Seksisme

Budaya Seksisme: Akar Kekerasan Seksual yang Kerap Diabaikan

6 Mei 2025
Energi Terbarukan

Manusia Bukan Tuan Atas Bumi: Refleksi Penggunaan Energi Terbarukan dalam Perspektif Iman Katolik

6 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version