Mubadalah.id – Berawal dari fenomena teman-teman saya yang setelah proses lamaran, mereka menjadi sering bepergian bersama, berpegangan tangan, dan bahkan melakukan hal-hal lain yang melebihi hal tersebut. Mereka beralasan bahwa sebentar lagi akan menikah, dan hal-hal semacam itu bertujuan agar mereka lebih saling mengenal. Dan sayangnya lagi, orang tua dari keduanya tidak keberatan putra-putrinya melakukan hal tersebut.
Memang, Islam sendiri membolehkan bagi laki-laki maupun perempuan yang akan menikah untuk melihat calon pasangannya. Dalam hadis yang riwayat Abu Dawud dijelaskan bahwa Nabi menyuruh bagi seseorang yang akan menikah untuk melihat calon pasangannya.
Akan tetapi, batas kebolehan melihat menurut Nabi hanya sebatas wajah dan telapan tangan bagi perempuan, yang tentunya juga didampingi oleh mahramnya. Maka, tidakkah berlebihan ketika mereka yang sudah lamaran kemudian sering berdua-duan?
Trilogi Fatwa KUPI dalam Lamaran
Melalui Fatwa KUPI yang telah terumuskan, pada dasarnya lamaran dalam perspektif KUPI memang diperbolehkan. Namun harus tetap memperhatikan batasan-batasannya agar tidak terjadi fitnah maupun penyesalan di kemudian hari.
Dalam budaya masyarakat Indonesia juga sudah masyhur, bahwa laki-laki dan perempuan yang belum menikah namun sering berduaan merupakan hal yang tidak elok kita pandang. Oleh karenanya, baik laki-laki maupun perempuan harus mampu menjaga diri sendiri demi kebaikan dan kemaslahatan. Berikut uraian mengenai trilogi KUPI dalam lamaran
Mubadalah
Proses lamaran dalam perspektif KUPI, bukan hanya laki-laki yang dapat memilih dan menentukan calon istrinya. Namun, perempuan juga memliki hak yang sama dan memiliki kebebasan dalam menentukan calon suaminya. Bukankah pernikahan merupakan ralasi kesalingan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga?
Dalam perspektif mubadalah relasi kesalingan dalam proses lamaran akan lebih memberikan maslahat, dari pada perempuan hanya menjadi objek pasif yang menerima saja keinginan laki-laki.
Bahkan, tidak menjadi masalah ketika seorang perempuan memutuskan untuk melamar dahulu calon suaminya. Dan bukankan sayyidah Khadijah juga melamar Rasulullah terlebih dahulu?
Keadilan Hakiki
Perempuan yang hanya menurut saja ketika menjadi media uji coba calon pasangannya. Tentu hal tersebut sangat merugikan diri perempuan tersebut. Kita tidak pernah tahu bagaimana pemikiran dan niat laki-laki dalam melamar perempuan. Oleh karenanya seorang perempuan harus selalu menjaga dirinya meskipun sudah dilamar oleh seorang lelaki. Jangan sampai kehormatan perempuan ternodai oleh pemikiran kotor seorang laki-laki.
Maka, akan menjadi maslahat bagi perempuan dan laki-laki yang sudah lamaran untuk tetap menjaga adab dan tingkah lakunya. Selain untuk menjaga adab di tengah masyarakat, juga sebagai cara untuk tetap menjaga harga diri masing-masing. Tentu boleh mengenal lebih dekat dengan calon pasangannya, namun harus tetap berpegang pada adab-adab yang disyari’atkan Islam serta norma sosial dalam masyarakat.
Ma’ruf
Dalam pelaksanaan hubungan pasca lamaran agar dapat menimbulkan maslahat harus tetap berpegang pada aturan-aturan Islam. Yaitu boleh melihat dan mengenal calon pasangan dengan batas-batas yang telah kita tentukan. Atau boleh dengan mengirimkan seorang saudara perempuan sebagai perantara untuk saling mengenalkan kedua pasangan. Karena Rasulullah telah secara tegas melarang laki-laki dan perempuan berduaan (berkhalwat).
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri (berkhalwat) dengan perempuan kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi, dan lain-lain)
Hubungan yang berlebihan pasca lamaran ada kekhawatiran dapat menjadi jalan bagi setan untuk menjerumuskan manusia dalam jurang perzinaan. Maka, secara pemikiran yang sehat hubungan yang berlebihan pasca lamaran tentu hal yang sulit kita terima.
Menjaga hubungan pasca lamaran dengan tetap memperhatikan adab-adab Islam dan norma menjadi hal yang patut di tengah masyarakat. Sebaliknya, hubungan yang melebihi batas tersebut kita nilai bakal merusak nama baik diri, keluarga, serta tidak patut secara sosial. []