• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Melihat Perempuan dalam Karya Sastra

Sastra perempuan bisa dikatakan sebagai semua karya sastra dengan genre, jenis, dan bentuk apapun yang dibuat oleh penulis perempuan dari seluruh dunia dalam periode waktu yang tidak terbatas.

fatmi isrotun nafisah fatmi isrotun nafisah
06/05/2021
in Pernak-pernik
0
Sastra

Sastra

151
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu

Agar mereka berani melawan ketidakadilan 

Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu

Agar  mereka berani menegakkan kebenaran 

Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu

Sebab sastra akan mengubah yang pengecut menjadi pemberani

Ajarkanlah putra-putrimu sastra,

agar jiwa-jiwa mereka hidup”  

(Khalifah Umar Bin Khattab)

Mubadalah.id – Ucapan dari Sahabat Nabi Saw yaitu Khalifah Umar Bin Khattab salah satu sahabat yang tegas dan sangat pemberani sekaligus menjadi orang yang paling menentang Nabi Saw ketika belum masuk Islam. Namun sebaliknya setelah masuk agama Islam Umar Bin Khattab menjadi orang yang paling tegas dan pemberani dalam membela kebenaran dan keadilan. Dibalik sisi ketegasan dan keberanian Khalifah Umar, hatinya yang begitu lembut, jiwanya diwarnai dengan kemuliaan sehingga tidak pernah takut menyatakan setiap kebenaran kepada siapapun.

Sikap Khalifah Umar ini tidak lain tidak bukan merupakan perwujudan pengaruh sastra sebagaimana ucapan beliau bahwa dengan sastra akan menghidupkan jiwa-jiwa dan menjadi pribadi yang pemberani dalam menegakkan keadilan dan kebenaran di muka bumi.

Kenapa mesti sastra? Ada apa sebenarnya dengan sastra?

Kegiatan sastra sendiri adalah proses ijtihad yaitu melibatkan dua proses utama dalam berfikir, yakni membaca dan menulis. Membaca merupakan proses mendialektikan pemikiran dan informasi dari berbagai belahan dunia. Dengan banyak membaca akan membuka cakrawala pemikiran-pemikiran agar mampu lebih kritis dalam melihat fenomena yang tengah terjadi. demikian jika membaca dilengkapi dengan kemampuan menulis, maka keilmuan seseorang akan semakin berkembang. Dengan menulis seseorang bisa kembali berdialektika, merekontruksi dan menyebarkan pemikirannya sendiri.

Perempuan dan laki-laki tidaklah berbeda baik itu fungsi anggota tubuh, perasaan, daya serap pikiran dan hakikat kemanusiannya. Perbedaan hanya terletak pada hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin. Adapun jika laki-laki mengungguli perempuan dalam segi akal dan jasmani, bukan berarti hakekat perempuan demikian, hanya saja perempuan tidak mendapat kesempatan untuk melatih pikiran dan jasmaninya selama hidupnya. Sehingga diantara laki-laki dan perempuan tidak boleh ada perbedaan dalam kegiatan sastra. Siapapun berhak menggunakan akalnya untuk terus belajar dalam hal ini membaca dan menulis yang menjadi kegiatan sastra.

Baca Juga:

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Sastra perempuan bisa dikatakan sebagai semua karya sastra dengan genre, jenis, dan bentuk apapun yang dibuat oleh penulis perempuan dari seluruh dunia dalam periode waktu yang tidak terbatas. Kontribusi dan peran perempuan dalam dunia sastra sendiri sebenarnya sudah memiliki tradisi yang kaya dan melewati periode waktu yang sangat panjang. Menurut Miram Schneir, perempuan pertama yang mengangkat penanya untuk membela jenis kelaminnya adalah Christine De Pizan. Ia adalah seorang penulis perempuan asal Perancis-Italia yang bekerja sebagai penulis untuk bangsawan-bangsawan kerajaan sekaligus sebagai penyair dan penulis prosa.

Di Inggris pada abad ke-18, gagasan tentang feminisme sudah muncul dan menjadi pendorong utama untuk mengklarifikasikan karya yang dibuat oleh penulis perempuan sebagai bidang analisis tertentu. Penulis perempuan pada masa itu mulai menyadari bahwa kontribusi kaum perempuan di dunia sastra mulai diakui sehingga mulai bergerak, mencari tahu dan mencoba melestarikan tradisi penulisan perempuan.

Katrin Bandel dalam bukunya Sastra, Perempuan, Seks, telah melakukan analisis mendalam terhadap karya-karya yang diciptakan oleh penulis-penulis perempuan “baru” di Indonesia seperti Djenar Maesa Ayu, NH Dini, Hamidah, dan Ayu Utami bahwa secara implisit menyatakan sastra perempuan harusnya menjadi sesuatu yang tidak terlalu dirayakan bahkan diagung-agungkan oleh penikmat sastra Indonesia.

Meskipun sempat menunai perdebatan di jagat dunia sastra, namun opini Bandel dianggap hanya menjustifikasi terhadap eksistensi perkembangan sastra kontemporer yang didorong munculnya penulis-penulis muda Indonesia pada masa itu.

Kontribusi penulis perempuan sastra di Indonesia terbilang belum mendapatkan perhatian khusus sampai awal tahun 2000an. Hingga akhirnya sastra perempuan semakin semarak muncul dengan adanya penulis-penulis perempuan yang tentu saja memiliki kekhasan perempuan sebagai wajah baru. Penulis perempuan sendirilah yang juga bisa menghayati selera khalayak perempuan.

Tentu saja dengan adanya sastra perempuan turut menjadi media pemberdayaan bagi perempuan untuk terus berkarya khususnya karya sastra. Dengan menuangkan segala gagasan, pemikiran bahkan isi hati yang tak mudah disampaikan dari sekedar sebuah ucapan. Suara perempuan yang berbicara melalui karya sastra adalah wujud citra perempuan baik secara mental, spiritual dan tingkah laku keseharian perempuan yang menunjukan wajah dan ciri khas perempuan. Teruslah menulis, teruslah bersastra, agar jiwa-jiwa kita hidup! []

Tags: literasimembacamenulisPenulis PerempuanperempuanSastra
fatmi isrotun nafisah

fatmi isrotun nafisah

Fatmi Isrotun Nafisah adalah perempuan kelahiran Purbalingga, dan baru saja lulus dari Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2022

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Poligami dalam

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version