Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

Dari megahnya pemberitaan narasi, keberanian seorang Najwa Shihab, atau kekuatan tulisan Zen RS ada peran besar orang di belakangnya.

Obituari

Obituari

Mubadalah.id- Selasa, 20 Mei 2025 lalu dunia dikejutkan dengan kematian seorang yang tampaknya tak dekat dengan kita. Tetapi membuat tangis orang tersayang pecah. Ibrahim Sjarief Assegaf atau Baim, suami dari Najwa Shihab yang sering kita panggil mba Nana berpulang hari itu.

Tampaknya namanya tak terlalu besar seperti Mba Nana, tapi di balik nama besar Mba Nana, dia jadi seorang yang menunggu di lereng. Aku tahu ini dari sebuah obituari yang narasi bagikan dua hari setelah Baim berpulang.

Obituari dari seorang teman

Tulisan ini karya Zen RS, redaktur dan pemikir hebat di balik narasi yang kita kenal sekarang. Sebagai orang yang skeptis dan mempertanyakan fakta sebenarnya, narasi mungkin jadi media yang cocok buat kalian. Dan bisa jadi narasi adalah salah satu media yang memberitakan persoalan negara secara subjektif.

Bagiku narasi bukan media yang selalu pro, dia adalah sebuah media yang ingin menjaga subjektivitas itu. Jika memang baik akan dikabarkan dengan baik pula, begitu juga sebaliknya. Besarnya narasi tak jauh dari nama Najwa Shihab, wartawan kondang yang ternyata lulus dari jurusan hukum. Besarnya narasi juga karena peran orang hebat di baliknya. Sebut saja Zen RS, sang redaktur yang bisa membuat kita menyusuri dunia dari tulisannya.

Tulisan terakhir yang ia bagikan melalui narasi adalah sebuah obituari. Dari akun Instagramnya juga, dia bilang bahwa “Nulis obituari temen kerja itu sungguh menyakitkan”. Tapi jujur aku berterimakasih, obituari ini membawaku untuk mendoakan mendiang Baim, suami Mba Nana. Dan juga membawa ribuan orang lain mendoakannya.

Sang Penjaga Lereng

“Karpet Terakhir Baim” ini judul dari obituari yang Zen RS bagikan. Ceritanya tentang sebuah karpet di ruangan kerja yang harus diganti. Baim bilang sepertinya karpet di ruangan kerja ini perlu diganti. Ini bukan langkah taktis, cuma harus diganti saja demi kenyamanan kerja. Karpet itu pasti ada di kantor narasi. Tempat keduanya bekerja.

Zen juga bercerita tentang kisah pendakian gunung Baim. Tentang Baim yang mungkin saja hanya sampai di lereng dan tidak melanjutkan sampai puncak. Dan tentang peran besarnya juga yang tak banyak orang tahu. Dari obituari itu aku membaca, bahwa Baim adalah seorang yang akan tetap ada di sana, untuk lancar jalan orang berikutnya.

Dari megahnya pemberitaan narasi, keberanian seorang Najwa Shihab, atau kekuatan tulisan Zen RS ada peran besar orang di belakangnya. Dan Baim salah  satunya orang yang mengambil peran itu. Represi untuk media ini bukan hal baru yang kita dengar, mulai dari ancaman via online hingga ancaman langsung, pasti jadi makanan sehari-hari para kru di sana. Sempat berpikir untuk menjadi bagian dari narasi, tapi apakah aku bisa menghadapinya?

Dan sepertinya Baim berdiri di lereng itu untuk meyakinkan anak bawang seperti aku untuk melangkah. Baim menjaga jalannya agar tetap aman untuk berpijak. Dia tak sampai puncak untuk melihat keindahan, ia cukup dengar cerita keindahan nya dari mereka yang ada di puncak. Dia tetap berdiri di lereng itu, berjaga dan siap siaga selalu.

Menggemakan doa untuk sang penjaga lereng

“Kalo ada apa-apa, kan gua bisa jadi lawyernya” ucap Baim yang aku kutip dari obituari Zen RS.

Dia bukan seorang penakluk ketinggian, ataupun mengejar puncak untuk melihat keindahan. Dia tetap memilih di lereng gunung itu. Untuk mengamati, memastikan logistik dan memastikan pendakian tetap aman bagi semua anggota.

Dari obituari ini aku membaca, bahwa Baim bukan wajah dari sebuah media bernama narasi. Dia hanya penjaga, semoga penjaga itu tetap menjaga anggotanya dari surga sana. Setelah membaca obituari ini aku sedikit mengenal si penjaga. Semoga dilapangkan segala jalannya di atas sana. Dan silahkan membaca obituari ini bersama melalui akun media sosial Zen RS. []

Exit mobile version