• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Membangun Cinta Dewasa dalam Film “Jatuh Cinta Seperti di Film-film”

Film ini mengajarkan bahwa seseorang tidak perlu "jatuh" dalam cinta, melainkan bangkit dan tumbuh melalui cinta

rahmaditta_kw rahmaditta_kw
16/12/2023
in Film, Rekomendasi
0
Cinta Dewasa

Cinta Dewasa

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id- 30 November 2023 lalu, telah rilis film genre Romance Komedi dengan judul “Jatuh Cinta Seperti di Film-Film”. Yandi Laurens adalah sosok sutradara dalam film ini, seorang sutradara kenamaan Indonesia yang telah sukses  menghasilkan karya-karya spektakuler.

Keberhasilan film tidak luput juga karna kerja keras dan kualitas  acting dari para aktor dan aktris kondang, seperti Nirina Zubir, Agus Ringgo, Nirina Zubir, Alex Abbad, Sheila Dara, Dion Wiyoko dan Julie Estelle.

Film ini mengusung konsep 80% hitam putih. Melaui Tone warna hitam putih, justru dapat meningkatkan estetika dalam memaknai film “Jatuh Cinta seperti di Film-Film” secara khusyu’.

Menurut saya film ini sangat renyah dan mampu menggugah cakrawala kita mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki dalam memaknai cinta.

Spill Alur Cerita Jatuh Cinta Seperti di Film-film

Film ini menceritakan tentang kehidupan percintaan seorang penulis Novel bernama Bagus (Agus Ringgo). Takdir telah mempertemukan Bagus dan Hana (Nirina Zubir) dengan begitu manis. Tepatnya di pusat perbelanjaan.

Baca Juga:

Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Setelah sekian lama terpisah oleh jarak dan waktu, serta keduanya fokus menjalani kehidupan masing-masing, mereka dipertemukan kembali oleh takdir.

Kedua insan tersebut memutuskan untuk menepi dan dan saling berbagi cerita ringan mengenang masa muda. Ternyata perbincangan renyah ini membawa kesadaran bagi Bagus, bahwa cinta semasa SMA nya belumlah selesai.

Dalam suatu moment, Hana berpendapat bahwa romansa manis hanya dimiliki orang anak usia muda. “Menurut gue cinta yang manis-manis itu cuma milik anak muda. Karena di seumuran kita gini kayaknya udah ga masuk akal deh yang namanya: “Jatuh Cinta Seperti di Film-Film”.

Bagus yang mendengarnya tertengun dan menangkap sinyal AHA moment. Pada saat itu juga Bagus medapatkan ide film based on true love story diriya dan Hana, dengan judul “Jatuh Cinta Seperti di Film-film”. Serangkaian kata yang telah diucapkan Hana sebelumnya.

Perbedaan Persepsi Cinta antara Perempuan dan Laki-laki

Dalam karya Film ini kita dapat melihat bahwa perbedaan persepsi cinta antara perempuan dan laki-laki berbeda 180 derajat.

Perempuan mengawali cinta dengan sebuah “deklarasi, klaim ungkapan”. Saya kira pemikiran ini tidak hanya pandangan Hana. Tapi memang begitulah kognitif perempuan bekerja mengarungi kehidupan romansa. Apalagi di awal memulai hubungan.

Tanpa ada klaim dari laki-laki, agaknya banyak perempuan yang denial menerima signal cinta laki-laki. Perempuan menganggap bahwa kebaikan dan ketulusan laki-laki adalah basic skill dalam menjalani hidup dengan sesama manusia (hamlum-minannas).

Berbanding terbalik dengan persepsi laki-laki. Melalui Film ini kita dapat melihat, bahwa pada umumnya laki-laki sulit mengungkapkan perasaannya melalui serangkain kata. Ia cenderung memiliki love language “act of service”. Yang mana ia menerjemahkan rasa cintanya dengan perbuatan, seperti menjadi pendengar baik, selalu berada di sisi perempuan dan siap sedia ketika perempuannya membutuhkan bantuan.

Dengan demikian perbedaan persepsi dalam memaknai cinta antara laki-laki dan perempuan kerap kali membawa konflik dalam sebuah relationships. Maka, point penting setelah kita menyadari perebedaan secara kognitif tersebut adalah, memberikan ruang toleransi. Maksudnya adalah mencari titik temu dan menyadari system believe pasangan dan mengelaborasikannya.

Falling in Love atau Standing In Love?

Belajar dari Erich Fromm seorang filosof eksistensial, ia menyumbangkan pemikiran tentang cinta dengan begitu bijaksana.

“Aku ingin orang yang kucintai bertumbuh dan berkembang demi dirinya sendiri, dan dan dalam caranya sendiri, dan bukan agar bisa melayaniku”. Menjadi satu kutipan Erich Fromm yang amat romantis.

Makna  kata “jatuh” membawa seseorang menjadi hanyut tak terkendali.  Sehingga hal ini meyebabkan yang lebih superior menguasai yang lebih inferior. Hilang sudah identitas diri si inferior. Maka timbullah istilah “Budak Cinta” bagi si inferior.

Sebagaimana lirik lagu Perancis : “I’amour est I’enfant de la liberate” yang artinya cinta adalah anak kebebasan, bukan anak kekuasaan.

Berbeda dengan kualitas cinta yang memiliki kerangka teoritis “Standing In Love” atau berada dalam Cinta. Hal ini memiliki makna bahwa dua sepasang insan yang menyatu dan eksis atas dirinya sendiri.

Sehingga action yang ia memiliki ialah keinginan untuk memberi dan tidak merasa berkorban atas pemberiannya. Karena basisnya adalah cinta kasih bukan egosentris.

Membangun Cinta Dewasa

Menurut Erich Fromm, dalam bukunya yang berjudul “The Art of Loving”, cinta dewasa adalah penyatuan dalam keadaan menjaga keutuhan diri, individualitas diri. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri; yang memiliki arti cinta membawa  kekuatan yang meruntuhkan tembok pemisah manusia dengan sesamanya.

Cinta dewasa tidak mengubah orang yang sosok cinta menjadi individu lain. Melainkan ia menerima ruang ketiadaan individu tersebut. Dalam artian tidak memaksakan kehendak sesuai ekspektasi yang menghilangkan keunikan individu lain (pasangannya).

Dalam scene akhir di film “Jatuh Cinta Seperti di Film-Film” nampak Bagus dan Hana sedang ngorol santai di toko bunga Hana. Bagus mengatakan kepada Hana, “Nggak papa kalo deny (mantan suami Hana) masih kamu bawa di hati, aku nggak keberatan, aku sisanya aja, ruangan kecil buat aku”. (ucap bagus)

Film ini menyampaikan pesan bahwa dari pada memaksakan seseorang untuk “Move On”, lebih baik mencoba hal baru yaitu “Move With it”.

Film ini mengajarkan bahwa seseorang tidak perlu “jatuh” dalam cinta, melainkan bangkit dan tumbuh melalui cinta. Menjadi dua insan yang menghidupkan cinta bukan orang yang kalah dan terkubur karena cinta semu. Begitulah yang Bagus lakukan yaitu dengan memupuk cinta baru untuk ruang hati Hana. []

 

Tags: CintaDewasaFilm Jatuh Cinta Seperti di Film-filmmanusiaReview Film
rahmaditta_kw

rahmaditta_kw

Alumni Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga tahun 2023, Prodi Interdisciplinary Islamic Studies, Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam. Sekarang ini aktif sebagai pengajar dan pembelajar bersama anak millenial.

Terkait Posts

Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Massal

    Menimbang Kebijakan Nikah Massal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?
  • Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang
  • Perjanjian Pernikahan
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID