• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mendidikkan 7 Nalar Moderat Buya Husein Muhammad

Saya merenungkan lebih lanjut terkait bagaimana mendidikkan hal ini bagi masyarakat luas, bagaimana menumbuhkan kemampuan bernalar secara moderat bisa dilakukan

Listia Listia
15/09/2021
in Pernak-pernik
1
Nalar Moderat

Nalar Moderat

431
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nalar moderat, pemikiran Buya Husein Muhammad, (sebagai cara pikir yang menjauh dari fikiran dan sikap ekstrim) membawa saya pada perenungan. Gagasan tentang nalar moderat ini bagi saya dapat menjadi prinsip memahami dan menanggapi persoalan terkait keragaman; agama, budaya dan etnisitas, gender, perbedaan kemampuan (terkait kondisi fisik, intelektual dan mental), perbedaan usia, perbedaan latar belakang sosial ekonomi dan sebagainya.

Saya merenungkan lebih lanjut terkait bagaimana mendidikkan hal ini bagi masyarakat luas, bagaimana menumbuhkan kemampuan bernalar secara moderat dilakukan? Ada baiknya saya bagikan pokok-pokok nalar moderat dirumuskan Buya Husein Muhammad dan ijinkan saya menambah sedikit uraian sesuai pemahaman saya sebagai berikut:

Pertama, nalar yang memberi ruang bagi pihak lain yang berbeda pendapat. Nalar moderat memiliki semangat yang terbuka pada pendapat yang berbeda-beda, mengingat setiap ulama atau ilmuwan berpendapat dalam konteks yang beragam, sebagaimana semua manusia dalam setiap tempat, jaman, keadaan dan tantangan yang tidak persis sama, yang melahirkan pemikiran beragam.

Dengan keterbukaan pada kenyataan bahwa ada pendapat yang berbeda-beda samakin banyak sudut pandang dan pertimbangan yang dapat diperoleh, sehingga dengan keterbukaan pada adanya perbedaan dapat lebih mendekatkan seseorang pada kebenaran.

Kedua, nalar yang tidak memandang kebenaran sendiri sebagai kebenaran yang mutlak. Ini masih terkait dengan prinsip pertama. Mendaku pandangan sendiri sebagai yang paling benar akan menutup kesediaan menghormati dan memberi ruang pendapat yang berbeda. Sikap ini dicontohkan oleh para imam madzah dengan ungkapan, “demikian pandangan saya, namun tidak menutup kemungkinan  bahwa di dalamnya mengandung kesalahan”. Kerendahan hati adalaj ekpresi luasnya wawasan.

Baca Juga:

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

Berfatwa Ala KUPI

Ketiga, Nalar yang menolak pemaknaan tunggal suatu teks dan mengakui bahwa setiap teks sangat mungkin ditafsirkan secara beragam. Nalar moderat selalu memberi kemungkinan bahwa dalam suatu teks keagamaan bisa jadi memiliki pemaknaan yang beragam –sesuai dengan keragaman situasi dan kondisi manusia di berbagai tempat dan jaman– adalah bagian dari keterbukaan terhadap adanya keragaman pendapat dan pandangan, dan keterbukaan bahwa kebenaran bisa jadi ada dalam banyak pandangan atau pendapat.

Keempat, nalar yang menghargai pilihan keyakinan dan pandangan hidup seseorang dengan mewujudkan sikap toleransi pasif maupun aktif. Dalam nalar yang moderat, keragaman keyakinan dan pandangan hidup adalah kehendak Allah. Hal ini dapat merujuk, khususnya pada kalimat “….jika Allah menghendaki niscaya kamu dijadikanNya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu atas karunia yang diberikanNya padamu, maka berlomba-ombalah berbuat kebajikan” (al Maidah: 48).

Nabi Muhammad pun tidak dapat mengislamkan paman yang sangat menyayanginya dan beliau sayangi. Kiranya ini cukup memberi penjelasan bahwa tentang keyakinan tidak sepenuhnya urusan manusia, atau dapat dikatakan bahwa soal hidayah itu kewenangan Allah.

Buya Husein menyatakan, mewujudkan sikap toleran secara pasif itu dengan membiarkan atau menerima adanya perbedaan keyakinan, namun toleransi yang aktif adalah menyambut, memberi ruang yang sama diantara berbagai keyakinan lain.

Meski berbeda-beda keyakinan, toh tetap ada kalimatun sawa, titik temu (percaya pada adanya Tuhan, hari akhir dan berbuat kebaikan) dimana ada golden rule, aturan emas yang ada dalam semua ajaran agama. Ekspresi golden role ini misalnya ada dalam pernyataan, “Perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin mereka mempertlakukannya untukmu”. Dalam hal ini terdapat aspek spiritualitas dalam memandang sesama ciptaan Tuhan,  bahwa ‘orang lain adalah diri kita dalam bentuk yang berbeda’.

Kelima, nalar yang tidak pernah membenarkan tindakan kekerasan. Nalar moderat ditandai oleh penolakan pada tindakan kekerasan karena tindakan semacam ini menjatuhkan martabat manusia baik pelaku maupun korban, menunjukkan tidak adanya pengendalian diri yang merupakan tanda kematangan pribadi yang beradab. Pengendalian diri menunjukkan taraf keberadaban seseorang.

Keenam, nalar yang selalu terbuka untuk kritik yang konstruktif. Selain terbuka pada perbedaan pendapat, nalar moderat juga terbuka pada kritik sebagai wujud dari pengakuan bahwa manusia selalu memiliki keterbatasan atau kekrangan, sehingga terbuka pada kritik menunjukkan komitmen pada nilai-nilai kebenaran.

Ketujuh, nalar yang selalu mencari pandangan yang dapat mewujudkan keadilan dan kemaslahatan bersama. Nalar moderat –yang terbuka pada perbedaan padangan, keyakinan dan kritik — perlu diwujudkan dalam rangka menemukan pandangan yang mengantar pada keadilan dan kemaslahatan, yang merupakan pencerminan rahmat pada semesta.

Bagaimana proses pembelajaran untuk menumbuhkan  kemampuan bernalar moderat? Tentu bukan sekedar tentang materi yang dipelajari.

Ah sayangnya dalam dunia pendidikan kita umumnya tidak dibiasakan untuk berfikir mandiri, bahkan untuk mengenali diri sendiri yang unik pun masih sedikit ruang, karena banyak sekali proses diseragamkan demi mengejar target capaian pembelajaran. Ki Hadjar Dewantara kurang lebih mengatakan, hasil pendidikan yang penting adalah pengendalian diri. Bagaimana akan mengupayakan pengendalian diri yang optimal ketika pengenalan diri yang unik kurang diupayakan  karena proses pembelajaran yang mengandaikan semua orang tidak punya keunikan?

Untuk bernalar, seseorang membutuhkan kemandirian berpikir. Bagaimana akan menumbuhkan kemandirian berpikir,  kritis dan inovatif, bila pembelajaran dalam lembaga-lembaga pendidikan kita masih dengan cara transfer pengetahuan, bukan mendorong untuk menemukan, bahkan mengandalkan hafalan? Barangkali transfer pengetahuan dan hafalan juga penting untuk hal-hal tertentu, namun perlu ruang lebih besar untuk menumbuhkan kemandirian berfikir, merefleksi dan mengungkap.

Ketika prasyarat kondisi subyektif para pembelajar yaitu ruang yang luas untuk berfikir mandiri terpenuhi, selanjutnya adalah adalah mewujudkan metode yang tepat. Saya teringat pernyataan Pak Kyai Lurah Ulil Abshar Abdalla  dalam haul Cak Nur bebeapa waktu lalu ketikap menyinggung wacana moderasi beragama. Beliau menekankan perluanya ‘pembelajaran yang eksploratif’, artinya sekali lagi bukan transfer pengetahuan tentang moderasi, melainkan proses yang mengaktifkan nalar, yang memberi kesempatan peserta belajar untuk mencari informasi dan pengetahuan, merefleksikan pengalaman maupun teks, mendialogkan dengan realitas, untuk kemudian mengunggapkan gagasan atau pemikiran pribadi sebagai langkah awal mewujudkan nalar moderat dalam laku.

Terimakasih untuk Buya dan semua yang sudah menginspirasi, semoga senantiasa sehat. []

Tags: Cendekiawan MuslimIndonesiaKH Husein MuhammadModerasi BeragamaNalar Moderatpemikiranpendidikantoleransi
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

perempuan di ruang domestik

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

9 Mei 2025
PRT

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

9 Mei 2025
Aurat dalam Islam

Aurat dalam Islam

9 Mei 2025
Menikah adalah Separuh Agama

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

9 Mei 2025
Kopi Kamu

Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas

8 Mei 2025
Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version