Mubadalah.id – Penyandang disabilitas rungu adalah mereka yang mengalami hambatan untuk mendengar, sementara penyandang disabilitas wicara adalah mereka yang mengalami gangguan atau hambatan melakukan komunikasi verbal.
Beberapa komunitas penyandang disabilitas rungu lebih suka menyebut dirinya sebagai komunitas Tuli. Bagi mereka istilah Tuli mengacu pada komunitas yang memiliki cara berkomunikasi sendiri yang berbeda dengan komunitas orang dengar. Jadi istilah Tuli bagi mereka bukan istilah yang berkonotasi negatif.
Sementara orang yang memiliki gangguan pendengaran adalah mereka yang memiliki persoalan mendengar yang diakibatkan oleh beberapa faktor. Di antaranya bertambahnya usia, penyakit, atau faktor lain misalnya benturan yang menyebabkan gendang telinga rusak.
Sehingga orang yang mengalami gangguan pendengaran biasanya masih dapat menggunakan alat bantu dengar untuk berkomunikasi.
Sementara disabilitas wicara seringkali disebabkan oleh rusaknya pita suara. Hal yang perlu diketahui adalah seseorang yang sejak kecil tuli berpotensi juga memiliki disabilitas wicara.
Namun, seseorang yang memiliki disabilitas wicara belum tentu tuli karena bisa jadi mereka hanya mengalami gangguan pada pita suara atau organ verbal mereka.
Mengenal Karakteristik
Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang memiliki disabilitas rungu atau wicara dapat kita kenali melalui karakteristik yaitu mereka tidak menyadari adanya bunyi jika tidak melihat ke sumber bunyi atau tidak ada getaran.
Seorang yang tuli atau hambatan pendengaran seringkali terlihat mendekatkan telinga ke sumber bunyi dan jika berbicara keras dan tidak jelas. Selain itu mereka cenderung menggunakan mimik atau gerakan baik tangan atau tubuh untuk berkomunikasi.
Dengan memperhatikan kondisi para penyandang disabilitas rungu wicara. Maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam rangka berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka. Apabila kita berkomunikasi dengan mereka, kita harus berbicara berhadapan muka dan mengucapkan kata – kata dengan gerakan bibir yang jelas.
Jika memungkinkan gunakan bahasa isyarat, hindari komunikasi verbal (suara), dan gunakan komunikasi non-verbal seperti tulisan ataupun gerak anggota tubuh. Agar maksud mudah kita pahami maka gunakan bahasa yang sederhana yang kita gunakan sehari-hari.
Hal penting yang perlu kita perhatikan adalah penyediaan informasi visual di berbagai area publik yang memudahkan penyandang disabilitas rungu-wicara melakukan aktivitas di ruang publik. []