Saat ini kita telah memasuki musim hujan, di daerah yang langganan banjir tentulah harus siap siaga dalam menghadapinya. Seperti pepatah mengatakan “sedia payung sebelum hujan”. Sebagaimana yang terjadi pada 21 September 2020 di Sukabumi tepatnya di Kecamatan Cicurug terjadi banjir bandang yang mengakibatkan ratusan rumah terendam dan tiga orang meninggal dunia. Kemudian pada 2 Oktober 2020 terjadi banjir bandang melanda 5 Desa di 3 Kecamatan Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Musibah yang terjadi saat ini tentulah amat sangat berat, sebagaimana diketahui saat ini kita masih berada di masa pandemi covid-19. Protokol kesehatan tentulah sulit diterapkan di pengungsian. Musim hujan kita tunggu-tunggu kedatangannya di saat musim kemarau, karena hujan merupakan rahmat. Biasanya di musim hujan rumput-rumput kering akan kembali hijau. Tapi mengapa hujan dapat mengakibatkan kerusakan. Mungkinkah kita sebagai manusia terlalu serakah sehingga alam pun marah?
Sampah salah satu persoalan besar yang terus dibahas setiap kali membicarakan isu lingkungan. Ketika banjir terjadi, banyak sampah yang terbawa oleh arus air dan sampah bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir karena sungai tersumbat.
Allah berfirman “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)” (QS. Al- Rûm [30]: 41-42).
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Araf [7]: 56).
Pada kedua ayat tersebut, dijelaskan bahwa kerusakan yang terjadi akibat perbuatan tangan-tangan kita. Sering saya menjumpai orang lewat naik motor bawa sekarung sampah dengan entengnya dan tanpa merasa bersalah mereka membuangnya di jalanan. Bukannya sedari kecil kita dikenalkan dengan hadist “kebersihan sebagian dari iman” tulisan seperti ini banyak terpampang di dinding sekolah.
Tapi ironinya, di bawah tulisan tersebut banyak sampah berserakan. Buang sampah sembarangan, penebangan pohon secara liar, pembakaran hutan yang selalu disengaja setiap tahunnya salah satu contoh bukti keserakahan kita sebagai manusia. Manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardh, memelihara dan menjaga lingkungan merupakan salah satu tugas kita sebagai manusia dalam menjaga bumi.
“Dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.” (HR. Tirmizi).
Budaya buang sampah sembarangan harus kita kikis, supaya tidak menjadi tradisi turun menurun. Mulai dari lingkungan terkecil yaitu rumah kita kenalkan kepada anak-anak kita untuk tidak membuang sampah sembarangan. Banyak aktifitas yang dilakukan bersumber dari lingkugan dimulai dari rumah.
Sampah organik dan non organik banyak dihasilkan bersumber dari aktifitas rumah. Untuk mengurangi sampah yang kita buang misalnya dengan mulai memilah sampah dari rumah. Memisahkan sampah organik dan non organik. Sampah organik bisa kita jadikan sebagai kompos untuk tanaman atau bisa kita jadikan sebagai pakan ternak dengan metode fermentasi.
Sedangkan sampah non organik bisa kita kumpulkan dan bisa kita setorkan ke bank sampah yang ada di lingkungan kita, jika belum ada bank sampah kita bisa sedekahkan kepada mereka para pemulung, yang mencari uang dari mengumpulkan sampah.
Selain itu bagi perempuan mengganti pembalut sekali pakai dengan pembalut yang bisa dipakai ulang salah satu tindakan yang dapat mengurangi sampah yang kita hasilkan setiap bulannya. Sudah banyak produk yang bisa kita jadikan alternatif untuk beralih dari pembalut sekali pakai ke pembalut yang bisa kita pakai berulang.
Kemudian jika memiliki bayi atau balita, ada baiknya menghindari penggunaan popok sekali pakai dengan beralih menggunakan popok yang bisa dipakai berulang. Pembalut dan popok menjadi salah satu jenis yang sering ditemukan dan menjadi permasalahan terlebih popok dan pembalut dibuang ke sungai. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menggunakan produk yang ramah lingkungan. Karena kita semua bisa melakukan hal-hal kecil untuk menjaga bumi supaya dapat terus dinikmati oleh anak cucu kita kelak. []