Mubadalah.id – Banyaknya kasus kekerasan yang hingga kini terus berlangsung dalam kehidupan rumah tangga di mana para istri menjadi korbannya. Suami terus berusaha menunjukkan kekuasaannya dan daya kontrol terhadap istri. Kemandirian para istri secara ekonomi tidak mampu mencegah kekerasan domestik. Biasanya, kekerasan terhadap istri disebabkan oleh ketergantungan ekonomi kepada suaminya.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan seorang suami melakukan kekerasan terhadap istrinya dikarenakan tidak mandiri secara ekonomi. Penelitian lainnya berteori bahwa kemandirian ekonomi yang dimiliki oleh seorang perempuan akan meningkatkan harga dirinya dan menyebabkan seorang istri memiliki posisi tawar yang tinggi dalam membangun relasi dengan suaminya.
Hipotesis tersebut mengandung arti bahwa para istri yang memiliki kemandirian ekonomi lebih mungkin terbebas dari kekerasan yang dilakukan oleh para suami. Persoalannya, apakah hipotesis tersebut berlaku di kalangan Indonesia khususnya di kalangan artis dengan pola hubungan paternalistik. Pola hubungan yang melanggengkan dominasi laki-laki, menormalkan perselingkuhan, serta menganggapnya sebagai bentuk kebiasaan dari perilaku artis.
Penyebab mengapa sebuah kekerasan dapat terjadi perlu menjadi fokus dalam sebuah pemahaman yang komprehensif. Ajaran-ajaran agama yang lebih menekankan penghormatan istri dan bukan pola hubungan kesalingan, dapat memengaruhi persepsi para istri tentang sebuah kekerasan .
Domestik Violence
Kekerasan dalam rumah tangga (domestik violence) meliputi:
1. Kekerasan fisik, yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan cedera, sakit, luka pada tubuh seseorang dan bisa menyebabkan kematian.
2. Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi istri dalam bekerja untuk menghasilkan uang atau barang. Istri yang dieksploitasi untuk bekerja, atau menelantarkan keluarga dalam arti tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
3. Kekerasan psikologis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, tidak berdaya serta ada rasa ketakutan bahkan depresi.
4. Kekerasan seksual adalah perbuatan yang mencakup pelecehan seksual, memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan dan di saat si istri tidak menghendaki, melakukan hubungan seksual dengan cara-cara tidak wajar atau tidak istri sukai, ataupun tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
Penyebab Timbulnya Kekerasan
Di dalam rumah tangga, ketegangan maupun konflik merupakan hal wajar. Perselisihan pendapat, perdebatan, pertengkaran, adalah hal yang umum terjadi. Namun sejak terbitnya undang-undang nomor 23 tahun 2004 yang mengatur regulasi penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, maka perilaku-perilaku tersebut masuk sebagai kekerasan.
Secara sederhana faktor-faktor yang menimbulkan tindak kekerasan terhadap istri dapat dirumuskannya menjadi dua faktor, yakni eksternal dan internal. Penyebab eksternal timbulnya tindak kekerasan terhadap istri berkaitan dengan pola hubungan dalam membina relasi yang tidak setara, terutama adanya budaya yang ada di kalangan masyarakat.
Kekuasaan merupakan kata serapan dari potere yang secara esensi bermakna menguasai. Kekuasaan dalam perkawinan mengekspresikannya dalam dua area. Yang pertama terkait pengambilan keputusan dan kontrol atau pengaruh. Adapun yang kedua seperti ketegangan, konflik dan penganiayaan.
Safilios Rothschild mengatakan, struktur kekuasaan keluarga berada dalam tiga komponen; individu yang memiliki otoritas, yaitu yang memiliki hak legitimasi memutuskan menurut budaya dan norma sosial; individu pembuat keputusan; dan individu yang mampu menunjukkan pengaruh dan kekuasaan.
Kuasa Suami
Dalam kebanyakan masyarakat, suami adalah orang yang memiliki kekuasaan dan menjadi kepala keluarga. Artinya, suamilah yang memiliki otoritas, pembuat keputusan, dan memiliki pengaruh terhadap istri atau anggota keluarga lainnya.
Lebih lanjut, kekuasaan suami dalam perkawinan terjadi karena unsur-unsur kultural di mana terdapat norma-norma di dalam kebudayaan tertentu yang memberi pengaruh yang menguntungkan suami. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam keluarga dan masyarakat menurunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan sampai menjadi ideologi.
Ideologi ini yang kemudian menjadi sebagai ketentuan sehingga tidak dapat mengubahnya, di mana mendefinisikan laki-laki dan perempuan untuk bertindak. Hak istimewa yang laki-laki miliki sebagai akibat konstruksi sosial ini menempatkan suami sebagai sosok yang memiliki kuasa.
Faktor internal timbulnya kekerasan terhadap perempuan adalah kondisi psikis dan kepribadian suami sebagai pelaku kekerasan. Kondisi kepribadian dan psikologis suami yang tidak stabil dan tidak benar berupa citra diri yang rendah, kurangnya komunikasi, perselingkuhan, frustrasi, menganggap kekerasan sebagai sumber daya untuk menyelesaikan masalah.
Kasus Lesti dan Billar
Kesimpulan dari kasus Lesti Billar bahwa kemandirian ekonomi istri yang bekerja ternyata tidak mencegah terjadinya kekerasan domestik yang suami lakukan. Status sosial ekonomi pasangan suami istri ternyata tidak berdampak pada berkurangnya kasus kekerasan terhadap istri. Suami yang istrinya bekerja dan berpenghasilan cenderung merasa tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan materiil keluarganya semakin berkurang.
Selanjutnya berkurangnya pengeluaran suami untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, mereka memiliki uang lebih yang dapat membuka peluang untuk melakukan perselingkuhan. Keadaan ini kemudian memicu terjadinya kekerasan psikologis, seksual dan fisik terhadap istrinya. Beban ganda yang harus istri pikul membuat mereka sibuk dan lelah sehingga berkurangnya perhatian pada pasangan.
Selama ini image yang berkembang di masyarakat bahwa salah satu penyebab terjadinya kekerasan domestik adalah tiadanya kemandirian istri pada bidang ekonomi, namun kasus Lesti ini sebaliknya, kemandirian ekonomi tidak bisa mencegah terjadinya dari kekerasan fisik dan psikologis. Suami masih saja menunjukkan kekuasaan dan daya kontrolnya terhadap istri dalam rumah tangga. Apalagi justifikasi kekuasaan suami atas istri menopangnya secara psikologis dan teologis. Kondisi ini tentu semakin membuat dilema bagi Lesti.
Akar Permasalahan
Akar permasalahan kekerasan terhadap istri adalah pada peran dan subordinasi perempuan dalam sistem sosial yang berlaku. Dengan demikian, untuk memperoleh kesetaraan antara suami dan istri maka membutuhkan perjuangan yang tidak ringan. Pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek harus menjadi prioritas.
Termasuk pemahaman kesetaraan melalui budaya dan teologi terkait membangun relasi setara bersama pasangan. Memahami konsep mu’asyaroh bilma’ruf, yaitu memperlakukan pasangan dengan cara-cara yang baik. Bermusyawarah dalam mengambil keputusan dan ‘an tarodin yaitu saling ridho, sebagai upaya nilai-nilai agama yang harus terimplementasikan dalam membangun hubungan perkawinan yang sakinah mawadah warahmah.